Karena Moral dan Etika, Selain soal Kudeta Demokrat, Gatot Pernah Tolak Jabatan Menhan

Karena Moral dan Etika, Selain soal Kudeta Demokrat, Gatot Pernah Tolak Jabatan Menhan

Gelora News
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO -  Mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo kembali mengungkapkan pengakuannya.

Selain menolak diajak kudeta Partai Demokrat melalui kongres luar biasa (KLB), Gatot mengaku juga pernah menolak diberikan jabatan sebagai Menteri Pertahanan (Menhan).

Hal itu disampaikannya dalam acara Kabar Petang 'tvOne', Senin (8/3/2021).

Menurutnya, persoalan moral dan etika lebih penting ketimbang sebuah jabatan.

Dalam kesempatan itu, ia mengakui bahwa memang sempat ada tawaran untuk menggulingkan kepemimpinan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, seperti yang dilakukan oleh Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko saat ini.

Hanya saja mengingat jasa yang telah diberikan oleh Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada dirinya, Gatot dengan tegas menolak tawaran tersebut.

Di antaranya pernah dipercaya menjabat sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad).

"Dari ini terus saya harus menurunkan putra SBY yaitu AHY dan saya gantikan, ya saya katakan moralitas dan etika saya tidak bisa," ujar Gatot.

Namun rupanya sikapnya yang menghormati senior tidak hanya ditunjukkan saat menolak mengkudeta Partai Demokrat.

Ia mengaku juga pernah menolak diberikan jabatan sebagai Menteri Pertahanan.

Meski tidak mengelak bahwa posisi Menteri Pertahanan sebenarnya menjadi jabatan yang diimpikan oleh seorang Panglima TNI.

"Pada saat saya menjadi Panglima TNI, setiap Panglima TNI adalah bermimpi untuk menjadi Menteri Pertahanan," kata Gatot.

"Saya buka saja, saya pernah dari Mensesneg mengatakan presiden akan menjadikan saya sebagai Menteri Pertahanan," ungkapnya.

"Tetapi karena saya akan menggantikan Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu, itupun saya tolak karena beliau adalah senior saya," imbuh Gatot.

Gatot yang saat ini menjadi deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) itu menegaskan bahwa setiap perwira harusnya berpegang teguh pada kode etik perwira dalam setiap pengambilan keputusan.

"Dan yang saya lakukan bagi seorang perwira yang punya budhi bhakti wira utama, itu tidak akan dilakukan," pungkasnya. []

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA