Membunuh Begal dan Pemerkosa Tetap Jadi Tersangka dan Dijerat Pidana?

Membunuh Begal dan Pemerkosa Tetap Jadi Tersangka dan Dijerat Pidana?

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Kasus percobaan pemerkosaan yang dialami seorang remaja putri berinisial B (16) di Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT) menuai sorotan. Musababnya, B membunuh pria berinisial NB (48), yang hendak memperkosanya.

Pelaku terpaksa membunuh NB, karena NB memaksa pelaku untuk berhubungan intim, saat bertemu di hutan ketika mencari kayu bakar.Karena menolak untuk berhubungan intim, NB memukul dan melakukan kekerasan ke anak perempuan tersebut.

Merasa terancam, B lalu membela diri. Dia balik melawan NB dengan cara memukulnya dan juga menusuk menggunakan pisau yang selalu dibawanya. NB ditusuk hingga tewas. Mayat NB ditinggalkan di hutan.

Polisi kemudian menangkap B. B dijerat Pasal 340 KUHP sub Pasal 338 KUHP dengan ancaman hukuman penjara maksimal seumur hidup dan minimal 20 tahun penjara.

Banyak pihak yang menyerukan kebebasan dari jeratan hukum terhadap B. Salah satunya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK (LPSK).

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi meminta kepolisian jeli melihat kasus ini. Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan secara matang oleh penyidik dalam mengusut kasus ini.

"Kepolisian harus jernih melihat peristiwa. Apakah anak perempuan di bawah umur tersebut dalam keadaan terpaksa, yang secara hukum pidana bisa terlepas dari jeratan pidana (overmacht). Atau jangan-jangan, anak perempuan di bawah umur tersebut benar-benar tidak terlibat," ujar Edwin, Jumat (19/2).

Tak hanya Edwin, akun Instagram Polres Surakarta juga menyinggung hal yang sama. Namun, temanya lebih kepada membunuh begal. Aturan itu diunggah pada Jumat (19) dengan tajuk 'Membunuh Begal Tetap Dihukum?'. 

Awak media sudah meminta izin ke admin Polres Surakarta untuk mengutip penjelasannya sebagai berikut:

MEMBUNUH BEGAL SAAT MEMBELA DIRI TETAP DIHUKUM?

Terkait dengan tindak pidana pembunuhan, telah diatur antara lain dalam Pasal 338 KUHP, “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”

-         Dari kasus ini si pelaku tersebut membunuh karena membela diri,/membela kehormatan sehingga membunuh bukan dengan sengaja. Dalam ilmu hukum pidana dikenal alasan penghapus pidana yaitu alasan pembenar dan alasan pemaaf salah satunya adalah karena pembelaan diri.

1.      Memang, si pelaku pembunuh begal itu belum dapat dikatakan bersalah telah membunuh sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan dia bersalah melakukan tindak pidana, tapi baru dijadikan sebagai tersangka yaitu seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana (Pasal 1 angka 14 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana – “KUHAP”). Pada akhirnya mekanisme pembuktian di pengadilan lah yang akan membuktikan apakah si pelaku tersebut bersalah atau tidak.

2.      Pada prinsipnya, hukum pidana adalah untuk mencari kebenaran materiil yaitu kebenaran yang sesungguhnya mengenai siapa pelaku tindak pidana yang sesungguhnya yang seharusnya dituntut dan didakwa. Untuk tujuan itulah pihak kepolisian harus melakukan penyelidikan dan penyidikan. Jadi, sangat dimungkinkan seorang tersangka kemudian ditahan untuk kepentingan penyidikan (dasar hukumnya: Pasal 20 KUHAP.

3.      Pasal 49 ayat (1) KUHP mengatur mengenai perbuatan “pembelaan darurat”  (noodweer) untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat. Menurut pasal ini orang yang melakukan pembelaan darurat tidak dapat dihukum. Pasal ini mengatur alasan penghapus pidana yaitu alasan pembenar karena perbuatan pembelaan darurat bukan perbuatan melawan hukum.

Tentang Pasal 49 ayat (1) KUHP, ahli hukum berkomentar antara lain bahwa supaya orang dapat mengatakan dirinya dalam “pembelaaan darurat” dan tidak dapat dihukum harus dipenuhi tiga syarat :

1) Perbuatan yang dilakukan itu harus terpaksa dilakukan untuk mempertahankan (membela). Pertahanan itu harus amat perlu, boleh dikatakan tidak ada jalan lain. Di sini harus ada keseimbangan yang tertentu antara pembelaan yang dilakukan dengan serangannya. Untuk membela kepentingan yang tidak berarti misalnya, orang tidak boleh membunuh atau melukai orang lain.

(2) Pembelaan atau pertahanan itu harus dilakukan hanya terhadap kepentingan-kepentingan yang disebut dalam pasal itu yaitu badan, kehormatan dan barang diri sendiri atau orang lain.

(3) Harus ada serangan yang melawan hak dan mengancam dengan sekonyong-konyong atau pada ketika itu juga.

Jika alasan penghapus pidana ini kemudian terbukti, maka hakim akan mengeluarkan putusan yang melepaskan terdakwa(si perempuan) dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging). Bukan putusan bebas alias vrijspraak.

Jadi, hakimlah yang harus menguji dan memutuskan hal ini, sedangkan polisi hanya mengumpulkan bahan-bahannya untuk diajukan kepada hakim.
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita