Melawan Politik Belah Bambu

Melawan Politik Belah Bambu

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


Oleh:Qomaruddin
 KEGADUHAN politik yang terjadi saat ini timbul karena adanya gerakan inkonstitusional yang dilakukan oleh beberapa mantan pengurus Partai Demokrat, mereka mendalilkan bahwa gerakan ini dilakukan karena ketidak puasan terhadap kepemimpinan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Mas Agus Harimukti Yudhoyono (AHY).

Namun, di saat yang sama Demokrat yang dipimpin Mas AHY telah mengalami prestasi yang luar biasa. Misalnya, hasil dari beberapa lembaga survei Demokrat menempati posisi ketiga dengan prosentasi elektabilitas 11 sampai 12 persen yang tadinya hanya menempati 6 persen. Artinya ada kenaikan yg signifikan ketika demokrat dipimpin oleh Mas AHY. Begitu pula dalam pesta demokrasi pilkada tahun 2020 Demokrat memenangi 49 persen dari jumlah pilkada 270 daerah.

Fakta menunjukan bahwa demokrat mengalami kemajuan dan prestasi yang luar biasa ketika dipimpin oleh ketua umum Mas AHY. Sehingga, apa yang didalilkan oleh para mantan pengurus tidak in line antara pernyataan dan kenyataan.

Namun demikian, para mantan pengurus Demokrat tetap membangun logika yang dipaksakan dan berputar-putar (fallacy circular argument). Sehingga dari hal tersebut publik bisa mengartikan bahwa ada kebohongan dan kejahatan dalam rangka ingin merebut demokrat secara inkonstitusional “Kudeta".

Selain gerakan inkonstitusional yang diinisiasi oleh para mantan pengurus Partai Demokrat ternyata didalamnya ada orang lingkaran kekuasaan yang ikut membicarakan rencana gerakan inkonstitusional tersebut atau pengambilalihan paksa kepengurusan Mas AHY di Demokrat.

Hal ini yang membuat eskalasi kegaduhan semakin besar, seorang KSP yang semestinya membantu presiden di saat negeri dilanda krisis, baik krisis ekonomi, krisis kesehatan dan terpuruknya dunia pendidikan. Namun apa yang ada beliau malah membangun manuver politik yang tidak etis dan inkonstitusional yang membuat kegaduhan negeri ini.

Satu hal yang tidak lazim dilakukan sebagai seorang pejabat tinggi lingkaran istana. Prilaku ini secara eksplisiit menunjukan kearogansian seorang oknum yg ada dilingkaran kekuasaan.

Demokrasi dibangun atas dasar keadilan (equity), persamaan (egalitarianism) dan kebebasan (liberty) bukan arogansi dan kesewenang-wenangan, prilaku arogansi inilah yang disebut jurgen sebagai diktator demokrasi. Sebuah sikap dan komunikasi keras yang tereksistensi di dalam kekuasan. Ini penghianatan sekaligus kemunduran demokrasi.

Maka menjadi wajar publik menilai ada upaya kudeta terhadap kepengurusan partai demokrat yang sah dengan cara-cara inkonstitusional.

Setelah gerakan inkonstitusional ini terdeteksi dengan berbagai saksi dan fakta. Maka muncul pernyataan dari Kepala KSP, Pak Moeldoko dengan berbagai argumen yang sama seperti dilakukan para mantan pengurus Partai Demokrat.

Ada gejala yang sama yaitu argumen yang berputar putar secara psikologi menunjukan ada rentetan kebohongan yang ditutupi. Sehingga silogisme yang dibangun berantakan tidak terstruktur. Mungkin bisa juga karena grogi atau mungkin cara berbohongnya yang salah, “udah bohong salah lagi”. Maka wajar argumennya berantakan.

Tidak bisa kita pungkiri bahwa faktanya beberapa partai politik di negeri ini telah mengalami perpecahan yang di triger adanya pebedaan pengurus partai dalam menentukan dukungan pada kekuasaan, mulai dari Oartai Golkar, PPP, Hanura, PAN, PKS dan yang terakhir adalah Berkarya.

Tentunya Demokrat sebagai partai oposisi tidak ingin mengalami hal yang sama seperti partai lainnya. Sangat tidak baik bagi iklim demokrasi bila kita mentradisikan cara-cara politik belah bambu.

Sebagai zoon politicon mestinya saling merawat esensi demokrasi sebgai sistem bernegara demi terwujudnya masyarakat adil dan sejahtera. Kalaupun kita harus kompetisi dalam politik maka harus dilandasi dengan etika politik yang bermoral dan berkeadilan.

Tragedi Aston Kuningan seolah intrupsi kuat pada kultur berpolitik di negeri ini, karena kultur politik kita sudah mengalami gradasi dari yang jau dari nilai-nilai esensi demokrasi, harus ada upaya bersama untuk menghentikan tradisi-tradisi politik belah bambu dalam rangka untuk melemahkan lawan politik.

Mestinya demokrasi harus dibangun dengan cara komunikatif tanpa penguasaan, tanpa imidasi dan tanpa sentimen sehingga demokrasi bisa berjalan secara ideal sesuai dengan cita-cita pendiri bangsa.

Demokrasi yang dibangun dengan cara-cara inkonstitusional dan belah bambu akan menimbulkan disparitas sosial dan konflik sosial. karena itu semua yang akan jadi korban adalah bangsa kita sendiri.

Untuk itu mari kita berupaya bersama-sama membangun demokrasi ini dengan etika politik yang santun saling menghormati dan bermoral serta menjujung tinggi nilai keadilan agar peradaban bangsa ini lebih bermartabat dan disegani oleh negara lain. 

(Kepala Biro Pembangunan Desa Tertinggal DPP Partai Demokrat)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita