Bahas Penghentian FPI, Refly Ungkit Kasus Penistaan Agama oleh Ahok

Bahas Penghentian FPI, Refly Ungkit Kasus Penistaan Agama oleh Ahok

Gelora News
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun kembali mengungkit kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Kasus itu dikaitkannya dengan penghentian kegiatan Front Pembela Islam (FPI) oleh enam pejabat.

Seperti yang diungkapkannya dalam kanal YouTube Refly Harun, Minggu (3/12/2021).

Refly Harun menilai FPI berkembang pesat sejak 2016 lalu.

Kala itu, FPI melakukan demo besar-besaran untuk memenjarakan Ahok yang dinilai telah menistakan agama.

Bahkan, demo itu berdekatan dengan Pilkada DKI Jakarta 2016 yang dimenangkan Anies Baswedan.

"Sebenarnya FPI sejak 2016 ke atas bukanlah FPI seperti sebelumnya," jelas Refly.

"Kita tahu FPI lahir pada 1998."

"Tetapi ketika 2016 ada Pilkada DKI, kita tahu bahwa FPI bersama HTI dan organisasi lainnya."

Refly bahkan juga menyinggung nama Wakil Presiden Ma'ruf Amin.

Kala itu, FPI disebutnya sangat berniat memenjarakan Ahok.

"Termasuk organisasi yang baru berdiri GNPF Ulama yang diinisiasi oleh Ketua MUI waktu itu Ma'ruf Amin," terangnya.

"Dan dipimpin oleh Ustaz Bachtiar Nassir, adalah back bone dalam demonstrasi besar-besaran 411 dan 212 pada 2016 untuk memerkarakan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok."

"Apa pun namanya pada waktu itu tapi motifnya adalah memerkarakan Basuki Tjahaja Purnama,"

"Karena dianggap melakukan penghinaan ketika berpidato mengenai Surat Al-Maidah," tambahnya.

Refly mengatakan, sejak saat itulah FPI mulai diperhitungkan dalam hal politik.

Bahkan, FPI disebutnya juga berpengaruh dalam kemenangan Anies Baswedan dalam Pilkada DKI Jakarta 2016 lalu.

"Sejak saat itu FPI muncul sebagai organisasi yang patut diperhitungkan," ucap Refly.

"Organisasi yang bisa jadi mesin pendorong suatu kelompok politik."

"Pada waktu itu Anies Baswedan ketika di survei awal sebenarnya hanya nomor tiga."

"Setelah Ahok, yang kedua AHY, dan yang ketiga adalah Anies Baswedan dan Sandiaga Uno," tandasnya.

Duga Adanya Motif Politik

Dalam kesempatan itu, Refly Harun menyiggung motif politik di balik penghentian kegiatan Front Pembela Islam (FPI).

Ia mengatakan, pemerintah tak boleh menganggap pihak yang tak memberi dukungan seperti musuh.

"Seperti kata George Bush 'Kalau Anda tidak mendukung saya maka Anda musuh saya'," jelas Refly Harun.

"Tidak demikian karena ada banyak alternatif pemimpin."

Refly pun berharap nasib FPI kini tak terjadi pada ormas lain di masa depan.

Pasalnya, ia menilai penghentian FPI dipengaruhi oleh faktor politik.

"Dan di masa depan tidak perlu melakukan pembubaran organisasi semacam FPI," kata Refly.

"Yang sesungguhnya lebih didasarkan pada motif politik ketimbang untuk menjaga ketentraman, kenyamanan dan keamanan masyarakat."

Refly menambahkan, FPI bukan lagi ormas kecil seperti saat pertama kali berdiri 1998 silam.

Menurut Refly, FPI kini justru sudah terlibat dalam politik sejak 2016 lalu.

"Karena FPI yang sekarang sejak 2016 berbeda dengan FPI sebelumnya," ungkapnya.

"FPI sekarang adalah kelompok politik besar, diperhitungkan, dengan sebuah performa politik yang jauh lebih intelektual."

"Jauh lebih soft dibandingkan kelompok-kelompok sebelumnya sebagai kelompok yang masih kecil."

"Yang masih katakanlah 'Masih nakal'," lanjutnya.

Setelah 2016 lalu, ia menilai FPI sudah memiliki kemampuan politik tingkat tinggi.

Selain itu, banyak tokoh kritis yang muncul dari FPI.

"Tapi sekarang mereka memiliki pemimpin yang levelnya sudah tingkat nasional dan mampu mengumpulkan tokoh-tokoh kritis juga," jelas Refly.

"Dan mampu berdialog level intelektual, level tingkat tinggi."

Setelah dihentikan, kini FPI berganti nama menjadi Front Persatuan Islam.

Di balik nama baru FPI, Refly berharap ormas tersebut bisa menjalani politik yang lebih santun.

"Jadi kita lihat saja, yang jelas FPI sudah berubah menjadi Front Persatuan Indonesia," ujar Refly.

"Dan saya mau meng-underline bahwa Front Persatuan Islam harus menampilkan politik yang elegan, politik yang santun, politik yang mematuhi hukum." (*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita