Ahli Asing Soroti Kebijakan Prioritas Penerima Vaksin Indonesia yang Berbeda dengan AS-Eropa

Ahli Asing Soroti Kebijakan Prioritas Penerima Vaksin Indonesia yang Berbeda dengan AS-Eropa

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Keputusan pemerintah Indonesia yang berencana untuk memprioritaskan vaksinasi terhadap orang dewasa usia kerja ketimbang lansia, sepertinya akan diawasi dengan ketat oleh negara lain.

Prioritas terhadap usia kerja itu dimaksudkan untuk mencapai herd imunity dengan cepat dan menghidupkan kembali ekonomi.

Sebagai negara pertama penerima vaksin Covid-19 di Asia Tenggara, pemerintah Indonesia akan fokus pada penyuntikan penduduk yang berusia antara 18 hingga 59 tahun, dimulai dengan mereka yang bekerja di garis depan pandemi, seperti petugas kesehatan, polisi, dan militer.

Sementara, beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Inggris, memulai pemberian vaksinasi dengan memprioritaskan lansia, terutama mereka yang lebih rentan terhadap penyakit pernapasan.

Dilaporkan Reuters, Senin (4/1), berikut ini adalah pandangan para ahli tentang manfaat dan risiko pendekatan yang dilakukan Indonesia, di mana orang dewasa usia kerja akan divaksinasi setelah petugas kesehatan garis depan dan pegawai negeri.

Mengapa menyasar usia 18-59 tahun?

Indonesia, yang berencana untuk memulai inokulasi massal dengan vaksin yang dikembangkan oleh Sinovac Biotech China, beralasan belum memiliki cukup data tentang kemanjuran vaksin terhadap orang tua. Uji klinis yang sedang berlangsung di negara tersebut saat ini melibatkan orang berusia 18-59 tahun.

Indonesia menyasar masyarakat yang paling mobile  karena pekerjaannya, serta wilayah dengan jumlah kasus virus corona tertinggi karena harus fokus menggunakan vaksin yang tersedia sebagai alat untuk menekan penyebaran infeksi

Siti Nadia Tarmizi, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kemenkes RI, menegaskan bahwa pihak berwenang akan menunggu rekomendasi dari regulatoruntuk memutuskan rencana vaksinasi untuk orang tua.

Peter Collignon, profesor penyakit menular di Australian National University mengatakan, strategi Indonesia dapat memperlambat penyebaran penyakit, meskipun mungkin tidak mempengaruhi angka kematian.

“Indonesia melakukan hal yang berbeda dengan AS dan Eropa, layak dihargai. Karena ini akan memberi tahu kami (apakah) Anda akan melihat efek yang lebih dramatis di Indonesia daripada Eropa atau AS karena strategi yang mereka lakukan, tetapi saya tidak pikir semua orang tahu jawabannya,” katanya. .

Profesor Dale Fisher dari Fakultas Kedokteran Yong Loo Lin di National University of Singapore mengatakan dia memahami dasar pemikiran pendekatan yang dilakukan pemerintah Indonesia.

“Orang dewasa yang bekerja umumnya lebih aktif, lebih sosial, dan lebih banyak bepergian, sehingga strategi ini akan mengurangi penularan komunitas lebih cepat daripada memvaksinasi individu yang lebih tua,” katanya.

“Tentu saja orang tua lebih berisiko terhadap penyakit parah dan kematian, jadi memvaksinasi mereka memiliki alasan alternatif. Saya melihat manfaat dari kedua strategi tersebut,” lanjutnya.


Apakah itu membantu mencapai imunitas dengan cepat?

Dengan memvaksinasi kelompok yang lebih aktif secara sosial dan ekonomi terlebih dahulu, pejabat pemerintah Indonesia berharap dapat segera mencapai herd imunity.

Menteri Kesehatan Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, mengatakan bahwa negara perlu memvaksinasi 181,5 juta orang, atau sekitar 67 persen dari populasi  untuk mencapai imunitas kawanan. Itu berarti membutuhkan hampir 427 juta dosis vaksin dengan asumsi rejimen dosis ganda dan 15 persen tingkat pemborosan, tulis Reuters.

Beberapa ahli skeptis itu bisa mencapai herd imunity, karena penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk memastikan apakah orang yang divaksinasi dapat menularkan virus atau tidak.

“Ada risiko orang masih mampu menularkan penyakit kepada orang lain,” kata Hasbullah Thabrany, ketua Asosiasi Ekonomi Kesehatan Indonesia.

Lalu, apakah strategi itu bisa mempercepat pemulihan ekonomi?

Para ekonom berpendapat bahwa program vaksinasi yang berhasil, yang mencakup sekitar 100 juta orang, akan membantu mendorong perekonomian. Karena mereka kemungkinan besar akan melanjutkan kegiatan ekonomi seperti pengeluaran dan produksi.

Faisal Rachman, Ekonom Bank Mandiri, mengatakan kelompok usia 18-59 tahun memiliki kebutuhan konsumsi yang lebih tinggi dibandingkan kelompok lainnya.

“Mereka bisa mendongkrak pemulihan ekonomi lebih cepat karena konsumsi rumah tangga berkontribusi lebih dari 50 persen bagi perekonomian Indonesia,” ujarnya seraya mengingatkan bahwa meningkatnya kasus Covid-19 di Tanah Air juga dapat berisiko menurunkan kepercayaan masyarakat.

Pandemi tersebut mendorong Indonesia, ekonomi terbesar di Asia Tenggara, ke dalam resesi pertamanya dalam lebih dari dua dekade tahun lalu, dengan perkiraan pemerintah kontraksi sebanyak 2,2 persen. (*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita