Ombudsman Minta Jokowi Tegur Stafsus Milenial soal Surat 'Perintah' ke BEM

Ombudsman Minta Jokowi Tegur Stafsus Milenial soal Surat 'Perintah' ke BEM

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Staf khusus milenial Presiden Joko Widodo kembali menuai sorotan. Hal itu berkaitan dengan surat bernomor Sprint-054/SKP-AM/11/2020 kepada kepada Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). 

Alih-alih mengundang, surat yang diteken Amirudin Ma’ruf itu dibuat dengan isi berupa perintah untuk menghadiri pertemuan yang membahas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Wisma Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta. 

Anggota Ombudsman Adrianus Meliala meminta agar Presiden Jokowi melakukan evaluasi terkait keberadaan dan fungsi staf khusus tersebut. Tak hanya menimbulkan kesalahpahaman, hal tersebut menurut Adrianus jelas dapat berdampak pula pada image seorang Presiden. 

"Presiden perlu melakukan evaluasi dan memberikan teguran kepada Saudara Amirudin Ma’ruf selaku Staf Khusus. Sehingga ke depan kejadian serupa tidak terulang kembali dan keberadaan staf khusus bisa memberikan peran yang konkret dan image positif bagi Presiden, bukan sebaliknya," ujar Adrianus dalam keterangan tertulisnya, Senin (9/11). 

Kesalahan yang berulang terkait administrasi surat menyurat, kata Adrianus, jelas mengindikasikan bahwa para Staf Khusus Jokowi kurang memahami tata kerja dari instansi/ lembaga pemerintah, terutama berkaitan dengan asas-asas umum yang baik. 

Jika dikaji dari isi surat, Adrianus menilai Staf Khusus milenial Jokowi jelas tidak memiliki kewenangan eksekutif yang bersifat memerintah. Seperti yang tercantum dalam surat tersebut. 

"Staf khusus bisa saja menerima dan berdialog dengan pengurus DEMA PTKIN, namun tidak bisa menerbitkan surat yang isinya perintah. Surat yang sifatnya berisi perintah itu lazimnya diterbitkan dalam hubungan koordinasi atasan dan bawahan. Sementara hubungan Staf Khusus dengan DEMA PTKIN ini kan setara," 
- Adrianus.

Lebih lanjut, Adrianus menerangkan yang berwenang menerbitkan surat perintah atau penugasan adalah pimpinan dari satuan kerja (satker), bukan staf khusus. Karena menurutnya secara administratif stafsus itu bertanggung jawab kepada Sekretariat Kabinet, hal itu diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2012 yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2018. 

Sehingga Adrianus menilai kesalahan administrasi seperti ini seharusnya tidak terjadi. Adanya kesalahan penulisan atau salah ketik serta penggunaan dasar hukum yang kurang tepat dalam surat perintah, kata Adrianus, jelas berpotensi munculnya maladministrasi. 

"Kesalahan mendasar seperti ini harusnya tidak boleh terjadi, kesalahan ini seperti mengulang kejadian sebelumnya, dimana terjadi pelanggaran administrasi surat menyurat oleh Staf Khusus Presiden yang dilakukan oleh Andi Taufan Garuda Putra, dengan mengirimkan surat kepada Camat Seluruh Indonesia. Kesalahan tersebut dapat berpengaruh pada kehormatan Presiden," kata Adrianus. []
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita