Ketum PBNU: Ciptaker Untungkan Kapitalis, Tindas Rakyat Kecil

Ketum PBNU: Ciptaker Untungkan Kapitalis, Tindas Rakyat Kecil

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj menyatakan sikap menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja. Menurutnya, UU tersebut jelas merugikan rakyat kecil dan menguntungkan kapitalis.

"[UU Ciptaker] hanya menguntungkan konglomerat, kapitalis, investor, tapi menindas dan menginjak kepentingan atau nasib para buruh, petani, dan rakyat kecil," kata Said dilansir dari situs resmi nu.or.id, Rabu (7/10).

Sebelum UU Ciptaker ada, kata Said, Indonesia selama ini juga belum mengimplementasikan Pasal 33 UUD 1945 secara serius dan menyeluruh. Kini ditambah lagi dengan keberadaan UU Ciptaker yang semakin membuat masyarakat kecil tertindas.

Diketahui, Pasal 33 UUD 1945 mengatur tentang segala sumber daya alam yang ada di Indonesia harus dikelola negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

"Bahkan yang kaya semakin kaya dan yang miskin kian miskin," imbuhnya.

Said meminta agar warga NU harus punya sikap yang tegas dalam menilai UU Cipta Kerja. Dia menegaskan bahwa kepentingan rakyat kecil tetap harus diperjuangkan.

"Saya berharap NU nanti bersikap. Untuk menyikapi UU yang baru saja diketok ini. Mari kita cari jalan keluar yang elegan, yang seimbang dan tawasuth. Kepentingan buruh dan rakyat kecil harus kita jamin. Terutama yang menyangkut pertanahan, kedaulatan pangan, dan pendidikan," jelasnya.

Lihat juga: Omnibus Law Dikebut, Anwar Abbas Duga DPR Ditawan Pemodal
Said lantas menyinggung tabiat politikus. Di masa pemilu, kata Said, para politikus membutuhkan suara rakyat agar terpilih. Namun ketika sudah terpilih malah menutup telinga dari aspirasi yang disalurkan masyarakat.

"Kalau sedang Pilkada, Pileg, dan Pilpres suaranya rakyat dibutuhkan, tapi kalau sudah selesai rakyat ditinggal," kata Said.

"Kita harus melakukan judicial review. Harus meminta ditinjau ulang tapi dengan cara elegan bukan dengan anarkis. Kita harus bersuara demi warga NU, demi NU, dan demi moderasi dalam membangun masyarakat," sambungnya.

Said turut menyoroti hadirnya pasal pendidikan yang termaktub dalam UU Ciptaker. Ketentuan tersebut terdapat dalam pasal 26 poin K yang memasukkan entitas pendidikan sebagai sebuah kegiatan usaha.

Kemudian pasal 65 yang menjelaskan pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam UU Ciptaker itu.

Said menegaskan bahwa lembaga pendidikan bukanlah sebuah perusahaan. Pasal itu dinilai dapat melahirkan potensi pendidikan yang disulap sebagai sebuah entitas untuk mencari untung atau komersil.

"Kita harus melakukan judicial review. Harus meminta ditinjau ulang tapi dengan cara elegan bukan dengan anarkis. Kita harus bersuara demi warga NU, demi NU, dan demi moderasi dalam membangun masyarakat," jelasnya.

Sebelumnya, penolakan terhadap UU Ciptaker juga datang dari Muhammadiyah. Bahkan, Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas menduga DPR mengesahkan UU Ciptaker karena faktor utang jasa kepada pengusaha.

Dia menyebut ini merupakan dampak dari ongkos politik yang tinggi. Sehingga, tak jarang politikus dan partai harus meminta bantuan pemilik modal untuk memikul ongkos pada masa pemilu atau kegiatan politik lainnya. Sehingga banyak kebijakan yang dinilai tidak pro terhadap rakyat. []
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita