Geger Politik Malaysia, Tumbangkah Muhyiddin?

Geger Politik Malaysia, Tumbangkah Muhyiddin?

Gelora Media
facebook twitter whatsapp



 PENGALIHAN kekuasaan kursi Perdana Menteri ke tangan Muhyiddin pasca Mahathir Mohammad mengundurkan diri adalah sebuah goncangan politik. Pemerintah Muhyiddin ini sebetulnya tidak memperoleh legitimasi publik karena tidak melalui pemilu, meskipun diridloi oleh Yang Dipertuan Agung dan karena itu rentan.

Drama “Back-door Politics” dinilai oleh banyak kalangan, termasuk disuarakan saat serial demo di Kuala Lumpur,  sebagai permainan para politisi yang tak ubahnya seperti badut (clown) dan tentu menyakiti hati rakyat karena telah mencederai hasil Pemilu 2018.



Pemilu paling bersejarah di Malaysia 9 Mei tahun 2018 berhasil memenangkan koalisi Pakatan Harapan (PH) merontokkan UMNO-Barisan Nasional yang telah berkuasa sepanjang sejarah Malaysia sejak kemerdekaan. Kerjasama dua tokoh penting yang paling ditakuti oleh UMNO-BN yaitu Anwar Ibrahim dan Mahathir Mohammad menjadi kunci penting kemenangan PH ini. Dengan perolehan 123 kursi di Parlemen, PH memimpin Malaysia di bawah Mahathir sebagai Perdana Menteri.

Harapan terjadinya perubahan dan perbaikan negeri memperoleh jalannya. Akan tetapi karena terjadi pertentangan internal terutama terkait dengan isu penyerahan kursi PM yang dijanjikan oleh Mahathir kepada Anwar dalam waktu tidak lebih dua tahun setelah Mahathir berkuasa tak kunjung tiba, maka keretakan di kalangan koalisi tak terhindarkan.

Mahathir mundur dari jabatannya sebagai PM dan menarik partainya keluar dari koalisi. Maka jatuhlan pemerintah  tapi kemudian Mahathir ditetapkan sebagai PM Interim oleh Yang Dipertuan Agung. Penetapan ini memang menimbulkan masalah sehingga manuver politik baru bisa dilakukan antara lain oleh Muhyiddin yang membentuk satu koalisi baru untuk strategi back-door politics merebut kekuasaan Mahathir, dan naiklah Muhyiddin menjadi PM tanpa Pemilu.

Sesi Parlemen, Sesi Penyelamat

Covid-19 memang problem besar yang dihadapi oleh negara manapun, tak terkecuali Malaysia. Ini bisa mengakibatkan depresi ekonomi dan social yang sangat serius jika tidak ditangani dengan penuh tanggung jawab. Tercatat ada beberapa negara yang telah dengan cukup baik menghandel Covid-19 ini, salah satunya adalah Malaysia.

Tak berlebihan untuk mengatakan bahwa Malaysia tidak saja berhasil menangani dampak Covid-19 setelah perlemen mengesahkan anggaran tahun 2021 untuk apa yang dikenal sebagai Paket Stimulus sebesar RM 250 Miliar (ada kenaikan RM 10 Miliar). Paket ini untuk membantu UKM yang mengalami kesulitan ekonomi akibat Pandemi.

Paket yang secara langsung dirasakan oleh masyarakat ini adalah langkah yang tepat karena memang itulah yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah melindungi sekaligus melayani masyarakat terutama di situasi yang sangat berat.

Kesuksesan Malaysia antara lain juga karena keberhasilannya menekan penularan corona dalam masa 100 hari masa lockdown. Tercatat dari 8.640 kasus, yang berhasil sembuh sebanyak 8.375.

Isu penanganan Covid ini yang menjadi perhatian utama dalam sesi pertama parlemen bagi pemerintah koalisi Perikatan Nasional (PN) yang diselenggarakan pada tanggal 18 Mei 2020. Mahathir ingin memanfaatkan momentum ini untuk mengajukan Mosi tidak percaya.

Akan tetapi, seperti yang sudah diduga, Mosi tidak dibacakan sehingga tidak ada pembahasan soal Mosi. Sidang hanya membahas dan kemudian memutuskan anggaran tahun 2021 dan mendengarkan pidato yang disampaikan oleh Yang Dipertuan Agung.

Dengan demikian, Muhyiddin terselamatkan dari upaya Mahathir untuk meruntuhkannya di tengah jalan. Kemudian, salah satu factor lain penyelamat Muhyiddin adalah bahwa ide pemilu dipercepat untuk mengatasi kebuntuan hanya disetujui oleh UMNO dan BN. Sementara mayoritas anggauta parlemen menolak.

Dilema dan Peluang Muhyiddin

Meskipun Muhyiddin selamat dari Mosi Mahathir  dan ide Pemilu dipercepat serta simpati atas keberhasilannya menangani Covid 19, akan tetapi sebetulnya Muhyiddin menghadapi tantangan serius dan dilemma yang jika tidak ditangani dengan  baik bisa mengakibatkan pemerintahan Muhyiddinpun  akan mengalami dekadensi  yang lebih cepat. Diantara tantangan atau dilema itu ialah:

1. Desakan untuk melakukan Pemilu dipercepat. UMNO/BN, partai yang menjadi kekuatan pendukung utama naiknya Muhyiddin dan mendapatkan  11 kursi menteri dari 32  menteri yang tersedia dan 16 wakil menteri dari 38 kursi yang tersedia mulai berseberangan dengan kolega partai koalisi.  Desakan pemilu dipercepat ini dimengerti antara lain agar Malaysia segera dipimpin oleh sebuah pemerintahan yang benar-benar memperoleh lejitimasi secara publik. Alasan kedua, ada kepentingan politik yang lebih besar dari UMNO/BN yaitu bangkit kembali dan menguasai parlemen dan pemerintah setelah jatuh pada Pemilu 2018. Tuntutan ini memang tidak berhasil diterima di sesi pertama parlemen. Akan tetapi, sangat besar kemungkinan UMNO/BN akan memanfaatkan situasi di suatu saat untuk ikut meruntuhkan Muhyiddin, melalui skema pemilu dipercepat atau skema lainnya.

2.  Gerakan Mahathir yang secara terus menerus mencoba untuk memperlemah Muhyiddin. Sangat besar kemungkinan, meskipun Mahathir tidak lagi menjadi bagian dari PPBM akan tetapi pengaruhnya masih bisa diperhitungkan. Apalagi jika performance  Muhyiddin semakin tidak meyakinkan, maka PPBM bisa pecah. Tidak menutup kemungkinan juga, untuk kepentingan pragmatis gerakan Mahathir akan bertemu dan diberi dukungan dari UMNO/BN dan partai-partai lainnya untuk mencari keuntungan politik melalui upaya meruntuhkan Muhyiddin.

Menghadapi tantangan internal koalisi dan oposisi, Muhyiddin memang kemudian menjanjikan akan segera menyelenggarakan Pemilu lebih cepat dari jadwal yang sebenarnya tahun 2023 jika dia berhasil memenangkan Pemilu di Sabah. Sabah, meskipun bukan penentu utama, akan tetapi akan menjadi ujian politik bagi Muhyiddin apakah secara publik dia populer dan akseptabel atau tidak. Jika koalisi yang dipimpin Muhyiddin berhasil menjatuhkan pemerintah Sabah yang sejak Pemilu 2018 dipimpin oleh koalisi yang terdiri dari Partai Warisan, PKR, DAP,  maka keberhasilan ini akan menjadi langkah penting untuk menyiapkan pemilu federal dengan penuh konfiden.

Jelang Pemilu Sabah, soal pengembangan infra struktur dan juga tingkat pendapatan rakyat menjadi bahan utama kampanye Muhyiddin. Wilayah yang terletak lebih dari seribu kilometer dari ibu kota, di seberang Laut Cina Selatan ini memang wilayah yang tertinggal di Semenanjung Malaysia, selain juga Serawak.

Di wilayah ini juga berbagai problem keamanan sering muncul bahkan dengan Indonesia terutama terkait dengan sengketa perbatasan. Karena itu, selain soal kesenjangan sosial ekonomi dan  keamanan, soal politik juga menjadi penting menjadi perhatian. Sabah merupakan wilayah panas karena menjadi arena pertempuran politik. Jika digabung, dua wilayah ini memiliki 66 kursi dari 222 kursi di parlemen dan karena itu menjadi sumber  persaingan politik.

Pihak investor juga nampak mencermati perkembangan ini. Jika Muhyiddin dan siapapun sebetulnya  berhasil memenangkan Pemilu di Sabah kemudian mempercepat Pemilu federal dan memenangkannya, maka investor memiliki keyakinan bahwa pasar akan memiliki pendukung mayoritas yang lebih kuat di parlemen. Ini sekaligus memberikan gambaran bahwa situasi politik akan lebih stabil dan kuat setelah pemilu dan menjadi peluang besar bagi para investor untuk memainkan atau mengembangkan bisnis mereka.

Terkait dengan itu, maka langkah yang cermat dan strategis Muhyiddin diperlukan paling tidak untuk memenangkan Pemilu di Sabah ini. Dan Gabungan Rakyat Sabah (GRS) yang merupakan gabungan dari koalisi partai Barisan Nasional (BN), Perikatan Nasional (PN) dan Partai Bersatu Sabah (PBS)/Bersatu pimpinan Muhyiddin ternyata berhasil memenangkan Pemilu dan menjatuhkan pemerintah Sabah dengan angka perolehan 37 kursi (UMNO 15, Bersatu 10, Star 6, PBRS 6, partai lainnya tidak mendapatkan kursi). Ada 3 kursi independen yang kemudian menyatakan dukungannya ke GRS. Muhyiddin sedikit bisa bernafas lega atas kemenangan ini dan sedikit peluang untuk mempertahankan posisinya sebagai PM telah ia peroleh.

Ancaman Anwar

Anwar Ibrahim yang telah dihalangi dan bahkan disingkirkan oleh Mahathir agar tidak mendapatkan kursi PM meskipun sudah dijanjikan oleh Mahathir sendiri, mulai memanfaatkan peluang kelemahan pemerintah Muhyiddin untuk memperkuat dukungan parlemen. Dalam berbagai penjelasan lisan yag dikutip oleh berbagai media, ia mengklaim telah berhasil mengantongi lebih 120 pendukung dari 222 anggauta parlemen dan dengan dukungan ini Anwar berkeyakinan mampu menjatuhkan pemerintahan Muhyiddin.

Statemen ini nampak dimaksudkan untuk mengganggu konfidensi politik Muhyiddin sehingga trust dan dukungan partai koalisinya melemah. Apalagi, kemudian Anwar telah berhasil bertemu dengan Yang Dipertuan Agong menyakinkan bahwa Anwar memperoleh dukungan suara mayoritas di parlemen, meskipun dia tidak menunjukkan daftar nama satu persatu para pendukungnya. Tapi langkah Anwar yang kontroversial ini telah sedikit merubah landskap politik Malaysia.

Berbagai pertemuan, misalnya, yang dilakukan oleh PAS dengan beberapa kolega koalisinya, konsolidasi internal DAP dan bahkan UMNO dilakukan merespon langkah politik Anwar. Berbagai spekulasi memang berkembang akan berhasilkah Anwar menumbangkan  Muhyiddin? Anwar memberikan teka teki politik terkait siapa sebetulnya pendukung Anwar untuk meruntuhkan Muhyiddin. Ada beberapa kemungkinan skenario, antara lain adalah:
 
Skenario pertama, 138 dukungan: PH (91), UMNO (10), GPS, jika menyebarang (19), Partai Pejuang (5), Sabah/koalisi Warisan (10), Serawak Bersatu (2) dan MUDA (1).

Skenario kedua, 119 dukungan: skenario pertama minus GPS sebanyak 19 suara.

Skenario ketiga, 120 dukungan: PH (91), UMNO (10) dan GPS (19).

Skenario keempat, 120 dukungan: PH (91), Koalisi Warisan (10), dan GPS (19).

Skenario Kelima, 130 dukungan: PH (91), UMNO (10), Warisan (10), GPS (19).

Ini memang masih teka-teki, meskipun kemungkinan berdasarkan kpada skenario di atas dukungan akan mencapai di sekitar 120-130. Ada kata kunci yang disampaikan oleh Anwar dalam statementnya bahwa  dukungan ini akan diperoleh juga dari kekuatan Melayu dan Bumiputera. Yang nampak kuat kecenderungan mendukung Anwar adalah UMNO. Dalam surat resminya kepada Yang Dipertuan Agung tertanggal 11 Oktober 2020, UMNO (dan bahkan Najib Razak) menegaskan akan menarik dukungannya terhadap Muhyiddin dan mendukung penuh Anwar Ibrahim menjadi Perdana Menteri.

Bisa jadi juga Partai Pejuang yang dipimpin oleh Mahathir pada akhirnya akan memberikan dukungan (5 suara). Jika terjadi, ini koalisi unik karena mempertemukan kembali tokoh-tokoh yang terlibat dalam “political betrayal” saling menjatuhkan, ada Anwar Ibrahim, Mahathir dan Najib Razak. Dan pemegang kunci merakit titik temu sekaligus penggerak untuk menjatuhkan pemerintah kali ini ialah Anwar Ibrahim, bukan Mahathir seperti yang dilakukan waktu pemilu 2018.

Ini nampaknya memang giliran Anwar untuk menjatuhkan Muhyiddin. Dalam suratnya yang disampaikan kepada Yang Dipertuan Agung tertanggal 12 Oktober 2020 (satu hari setelah surat UMNO), Anwar bahkan menyebut secara kongkrit angka dukungan Parlemen sebanyak 131. Bahkan Anwar meyakinkan Yang Dipertuan Agung  bahwa  GPS, Warisan Sabah dan partai Kinibalu Progresif Bersatu juga akan mendukung. Dengan demikian, Anwar memperoleh dukungan yang cukup spektakuler sebanyak 158 anggauta parlemen. Jika benar Anwar akan didukung oleh 158 suara, berarti ada 49 anggauta parlemen  yang semula mendukung Muhyiddin menyeberang ke Anwar, tentu dengan berbagai alasan.

Angka 131 atau 158 yang disebut Anwar dalam surat resminya kepada Yang Dipertuan Agung ini memberikan kesan yang sangat kuat  bahwa (1) Muhyiddin dan koalisinya sangat lemah (2) koalisi baru yang dipimpin oleh Anwar mungkin akan terbentuk dengan pola yang lebih cair dan sangat pragmatis karena disamping mempertemukan kekuatan politik berbasis multi etnik, agama juga mempertemukan tokoh-tokoh yang sebetulnya bermusuhan. (3) perkembangan ini bisa dijadikan momentum penting untuk membangun mengembangkan dan memperkuat demokrasi secara lebih jenuin (4) situasi ini juga bisa dijadikan sebagai momentum untuk melakukan perubahan mendasar di Malaysia meskipun dalam situasi yang sangat berat akibat Covid-19.

Gambaran di atas juga sekaligus merupakan gambaran bahwa Muhyiddin semakin terancam kedudukannya. Apakah Muhyiddin akan jatuh dan digantikan oleh Anwar? Di luar spekulasi di atas, kunci terakhir adalah Yang Dipertuan Agung dan Anwar faham betuk soal ini. Karena itu, sekarang bolanya ada di tangan Yang Dipertuan Agung untuk mengambil beberapa opsi misalnya: (1) membubarkan parlemen dan melaksanakan Pemilu dipercepat (2) memanggil ketua-ketua partai untuk meyakinkan sebesar apa sebetulnya dukungan terhadap Anwar. Opsi pertama sangat berat dilakukan karena Covid. Berdasarkan kepada pengalaman buruk Pemilu di Sabah, nampaknya opsi pertama tidak akan ditempuh. (3) segera melantik Anwar Ibrahim. 

(Penulis adalah Associate Professor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional)

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA