Fenomena Pelajar Demo: Alasan Ikut Serta hingga Solusinya

Fenomena Pelajar Demo: Alasan Ikut Serta hingga Solusinya

Gelora Media
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO - Pelajar ikut demo menjadi fenomena belakangan ini. Dari ratusan pelajar yang diamankan Polres Jaksel, sebagian besar di antaranya tidak mengerti apa yang didemo ataupun materi omnibus law UU Cipta Kerja itu sendiri.

Fenomena ini menimbulkan permasalahan baru. Karena mayoritas pelajar yang diamankan bukan mau menyampaikan unjuk rasa, tetapi mau membuat kericuhan dengan membawa batu, bambu dan benda-benda lainnya.

Wakapolres Metro Jakarta Selatan AKBP Antoius Agus mengatakan bahwa para pelajar itu mengaku ikut demo karena ada ajakan di media sosial. Selama dua kali demo omnibus law UU Cipta Kerja, sudah ada 288 anak di Jakarta Selatan yang diamankan polisi karena ikut demo. 57 diantaranya masih berstatus sebagai siswa SMP dan SMA di 28 sekolah di Jakarta Selatan.


"Rata-rata, pertama ajakan grup medsos ikut-ikutan. Kalau kita pahami pandemi ini kan sudah berbulan-bulan panas itu darahnya ikut-ikutan pasti," kata AKBP Antonius di Polres Jaksel, Jumat (16/10/2020).

Mayoritas pelajar yang diamankan hendak demo, ternyata tidak memahami apa itu omnibus law UU Cipta Kerja yang sedang hangat didemo.


"Kedua, 'tahu nggak, ini yang didemokan, tahu nggak?'. Sebenanrya mereka nggak paham apa yang diinginkan. Ini kadang-kadang kita sedih karena apa? Dari beberapa kasus memulai keributan, terlihat adek-adek ini memunculkan pertama. Jadi jangan sampai adek-adek ini dimanfaatkan sama pihak tak bertanggung jawab, disuruh duluan," tutur Antonius.

Meski begitu, Polres Jaksel tidak memilik sanksi blacklist Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) bagi pelajar demo karena dinilai tidak akan menyelesaikan masalah.

"SKCK di-blacklist itu tidak menyelesaikan masalah, karena bagaimanapun juga kita bisa mengeksploitasi, intinya pembinaan," kata AKBP Antonius Agus kepada wartawan di Polres Jaksel, Jl Wijaya, Jakarta Selatan, Jumat (16/10/2020).

Antonius menilai para pelajar hanya dimanfaatkan oleh sekelompok oknum tidak bertanggung jawab. Sebab, faktanya, sebagian besar pelajar tidak mengerti persoalan apa yang tengah didemo.





"Mereka hanya dimanfaatkan, tidak paham juga apa yang disuarakan. Kadang-kadang gini, sebenarnya paham kalau ini tidak boleh, tapi karena ramai-ramai ya terbawa," imbuhnya.

Antonius melihat adanya pembiaran oleh orang tua dalam mengawasi anak-anaknya yang saat ini seharusnya melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ).


"Ini pembiaran, kita orang tua harus sifatnya edukasi," imbuhnya.

Mengantisipasi hal ini, Polres Jaksel dan Suku Dinas Pendidikan Jakarta Selatan duduk bersama membahas solusi untuk mencegah pelajar ikut demo. Salah satu solusi dari Suku Dinas Pendidikan Jakarta Selatan akan menerapkan absen virtual bagi para siswa. Selain itu, para siswa juga akan diberi tugas tambahan.

"Absennya pagi, siang dan sore. Absen dengan waktu tersebut kan tentunya terbatas harus di rumah," kata Kasudin Pendidikan Wilayah 1 Joko Soegiarto kepada wartawan di Polres Jaksel, Jl Wijaya, Jakarta Selatan, Jumat (16/10/2020).


Selain itu, pihak sekolah juga diminta melakukan pertemuan secara virtual secara intens dengan murid dan orang tua murid. Hal ini dilakukan agar selama PJJ anak dalam pengawasan orang tua masing-masing.

"Kemudian, kita berikan informasi juga ke sekolah agar disampaikan kepada ortu murid masing-masing, karena kita pun berpesan agar sekolah itu ada pertemuan secara virtual, untuk SMP berarti kelas 7,8,9 untuk yang SMA 10,11,12 perwakilan ortu murid dan anak-anak semuanya. Artinya terjadi diskusi antara pihak sekolah dan ortu murid," jelasnya.

Joko mengatakan, untuk menambah kesibukan para pelajar di tengah pembelajaran jarak jauh (PJJ), para siswa akan diberi tugas tambahan.

"Kemudian ada juga tugas tambahan yang dilakukan di atas jam 13.00 WIB sampai selesai. Tugas itu juga disampaikan ke gurunya," ujar Joko.(dtk)

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA