Syahrir Irwan Yusuf: Ancaman Boyamin Saiman Bernuansa Politis

Syahrir Irwan Yusuf: Ancaman Boyamin Saiman Bernuansa Politis

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Pernyataan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, yang akan mempraperadilankan Komisi Anti Korupsi jika tak merespons laporannya terkait kasus Djoko Tjandra, dinilai condong bersifat politis.

Beberapa hari ke belakang, Boyamin Saiman memberi warning kepada KPK. Jika lembaga antirasuah itu tidak merespons laporannya tentang dugaan keterlibatan beberapa oknum pejabat dalam tindak pidana Jaksa Pinangki dan terpidana Djoko Tjandra, akan melakukan praperadilan.

Dijelaskan pengamat dan praktisi hukum, Syahrir Irwan Yusuf, praperadilan adalah satu mekanisme hukum pidana yang bisa ditempuh seseorang untuk ‘melawan’ perlakuan atau keputusan pihak lain.

Masalahnya, jika KUHAP dibaca secara tekstual, tak ada ruang untuk menguji keabsahan objek praperadilan di luar yang dimaktubkan pada pasal 1 angka 10 dan pasal 77 KUHAP, melalui proses praperadilan.

“Menurut hemat saya, sepanjang yang saya amati atas langkah Bonyamin Saiman ini, pada satu sisi bermakna positif dalam rangka membongkar kasus korupsi (suap) Djoko Tjandra. Perlu diapresiasi," ujar Syahrir Irwan Yusuf, Kamis (24/9).

"Namun di sisi lainnya, saya berpendapat (pernyataan) saudara Bonyamin Saiman ini lebih pada area politik, dengan terburu-buru berstatemen akan mempraperadilankan KPK, merujuk pada laporan dan bukti-bukti yang dimiliki jika KPK tidak merespons,” tambahnya.

Sehingga Syahrir berpandangan, Boyamin Saiman maupun pihak-pihak lainnya, harus memikirkan secara tepat dan jernih untuk melakukan praperadilan jika merasa laporannya tentang keterlibatan sejumlah pejabat dalam kasus suap yang menjerat Jaksa Pinangki tidak ditindaklanjuti oleh KPK.

Hal tersebut dengan melihat peluang dan merujuk pada Pasal 63 ayat (1) dan (2) UU Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Pasal ini menyebutkan seseorang yang dirugikan akibat penyelidikan, penyidikan, atau penuntutan yang dilakukan KPK secara bertentangan dengan hukum dan UU KPK, berhak mengajukan gugatan rehabilitasi atau kompensasi.

Gugatan ini, lanjut Syahrir, tak mengurangi hak orang yang dirugikan untuk mengajukan gugatan praperadilan jika terdapat alasan-alasan yang ditentukan dan diatur dalam KUHAP.

Namun pasal di atas pun tidak serta merta dapat dijadikan rujukan absolut bagi saudara Saiman, karena akan memunculkan tafsir-tafsir hukum selanjutnya bagi pihak lain. Termasuk KPK sendiri dan lembaga peradilan yang berwenang, mengacu kepada UU Tipikor, UU KPK, dan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana,” demikian Syahrir Irwan Yusuf. (Rmol)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita