Pajak Mobil Baru 0 Persen: Pusat Mengambang, Pemda Menolak

Pajak Mobil Baru 0 Persen: Pusat Mengambang, Pemda Menolak

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Pemerintah masih menggodok usulan pengurangan pajak mobil baru hingga 0 persen, dari semula sekitar 40 persen dari harga kendaraan.

"Besok akan dirapatkan di Menko Perekonomian," kata Yustinus Prastowo, Staf Khusus Menteri Keuangan, kepada Tempo pada Minggu, 27 September 2020.

Prastowo tak menjelaskan pendapat Menkeu soal usulan pajak mobil baru 0 persen yang akan dibawa dalam rapat bersama Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

Dia juga belum terbuka mengenai relaksasi pajak yang diinginkan industri otomotif tersebut efektif mendorong masyarakat untuk membeli kendaraan baru.

Menkeu Sri Mulyani sedikit penanggapi permintaan relaksasi pajak mobil baru 0 persen. Tapi tak terlihat sinyal dia menyetujui usulan tersebut.

"Sebetulnya insentif perpajakan kita sudah sangat banyak di dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional ini," ujar dia dalam konferensi video, Selasa, 22 September 2020.

Komponen pajak kendaraan atau mobil baru cukup banyak, terdiri pajak dari pemerintah pusat dan daerah.

Pajak yang dipungut pemerintah pusat adalah PPN (pajak pertambahan nilai), PPnBM (pajak penjualan atas barang mewah), dan PNBP (penerimaan negara bukan pajak) dalam hal tertentu.

Adapun pungutan oleh daerah adalah BBN (biaya balik nama) Kendaraan Bermotor dan PKB (pajak kendaraan bermotor).

Pajak mobil dan biaya administrasi tiap unit mencapai sekitar 40 persen dari harga.

PPN mobil baru sebesar 10 persen, PPnBM 10-125 persen (faktual rata-rata 15 persen), BBNKB 12,5 persen, dan PKB 2,5 persen. Artinya 25 persen ke pusat dan 15 persen ke daerah.

Prastowo menegaskan, pemerintah pusat tak bisa mengintervensi pemerintah daerah soal relaksasi atau pengurangan BBN dan PKB.

"Menperin bersurat terpisah ke pemda," ucap Prastowo, Minggu lalu.

Pemda DKI Jakarta buru-buru menolak usulan relaksasi pajak motor atau mobil baru.

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapeda) Provinsi DKI Jakarta Mohammad Tsani Annafari mengatakan usulan tersebut harus dikaji dengan baik. Pemerintah harus menghitung banyak hal.

"Hendaknya dihitung benar cost dan benefitnya," kata Tsani pada Sabtu, 26 September 2020.

Dia menuturkan relaksasi pajak berdampak terhadap pendapatan asli daerah (PAD) yang semakin tertekan akibat pandemi Covid-19.

"Intinya tidak hanya kepentingan industri otomotif, segmen lain seperti pasar mobil bekas juga berdampak ke PAD." (*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita