Megawati dan Puan Maharani Ternyata Berdarah Minang

Megawati dan Puan Maharani Ternyata Berdarah Minang

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, heran dengan masyarakat Sumatera Barat yang tidak menyukai PDIP, sehingga perolehan suara partainya buncit di Pemilu. Megawati juga mengaku sulit mencari kader potensial di daerah tersebut sebagai calon kepala daerah.   

Sang anak, Puan Maharani, tiba-tiba melontarkan harapan agar Sumatera Barat menjadi provinsi yang mendukung negara Pancasila. 

Tokoh Sumatera Barat, Buya Mas'oed Abidin, justru heran dengan cara berpikir PDIP. Ulama yang juga penulis berusia 85 tahun itu, mengungkap Megawati maupun Puan punya darah Minang. 

"Megawati itu anak Fatmawati, itu orang Minang. Siapa bilang dia orang Bengkulu? Dia orang Pesisir Selatan yang merantau ke Bengkulu," ucap Buya Mas'oed saat berbincang, Kamis (3/9). 

Masoed menjelaskan orang Minang memegang adat matrilineal, yaitu mengatur garis keturunan berasal dari pihak ibu. 

Fatmawati --istri Soekarno-- adalah anak Hasan Din dan Siti Chadijah yang merupakan keturunan Putri Indrapura, salah seorang keluarga raja dari Kesultanan Indrapura, Pesisir Selatan, Sumatra Barat. Ayahnya merupakan salah seorang pengusaha dan tokoh Muhammadiyah di Bengkulu. 

Begitu juga Puan Maharani, anak dari Taufik Kiemas yang ibunya, Hamzathoen Roesyda, adalah berdarah Minangkabau. Dia merupakan penghulu kaum keluarga ibunya di Kanagarian Sabu, Batipuh Ateh, Tanah Datar, Sumatra Barat, dengan gelar Datuk Basa Batuah. 

"Dia orang Minang, berarti dia menghina Minangkabau? Ayah Puan itu datuk, orang Minang. Jadi Puan itu Minang tulen, ibunya anak orang Minang. Astagfirullah..."

Soal Pancasila, Buya Mas'oed mengingatkan orang Minang, sudah lebih Pancasilais sebelum lahir Pancasila. Nilai-nilai Pancasila sudah tertanam di diri orang Minang. Termasuk dalam sejarah NKRI, orang Minang terlibat dalam perjuangan kemerdekaan. 

"Tapi mereka tidak membanggakan diri sebagai orang Minang, tapi membanggakan diri sebagai orang Indonesia," tuturnya. 

"Bukankah 1928 gerakan kesatuan yang masuk dalam nilai Pancasila dan bernama Sumpah Pemuda itu (perumusnya) orang Minang, Muhammad Yamin? Tapi dia tak menyatakan diri orang Minang, karena nilai Pancasila sudah ada dalam kehidupan masyarakat Sumbar," pungkasnya. []
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita