Bantu Tangani Covid-19, BIN: Yang Kami Lakukan Tidak Kaleng-kaleng

Bantu Tangani Covid-19, BIN: Yang Kami Lakukan Tidak Kaleng-kaleng

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Peralatan mumpuni yang diklaim masuk kategori nomor satu dunia turut dikerahkan Badan Intelijen Negara (BIN) dalam penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia.

"Tak perlu diragukan lagi akurasinya. Banyak aset yang dikerahkan sudah mendapat sertifikat internasional," ujar Deputi VII BIN Bidang Komunikasi dan Informasi, Wawan Purwanto dalam siaran pers yang diterima Kantor Berita Politik RMOL, Senin (28/9).

Wawan memastikan keseriusan BIN dalam upaya penanganan virus asal Wuhan, China tersebut bukan sesuatu yang bisa dianggap enteng.

"Ada empat hal yang dilakukan BIN untuk hadapi Covid-19 bukan kaleng-kaleng," tegasnya.

Keempat hal yang dimaksud BIN yakni pertama, menyediakan mesin Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT PCR) yang memiliki tingkat akurasi hasil yang tinggi.

"BIN menggunakan dua jenis mesin RT PCR dalam melakukan uji spesimen yaitu Qiagen dari Jerman dan Thermo Scientific dari Amerika Serikat. Keduanya memiliki sertifikat Lab BSl-2 sesuai standar protokol laboratorium dan sudah mendapat sertifikat dari World Bio Haztec Singapura," paparnya.

Yang kedua, BIN melakukan kerja sama dengan LBM Eijkman untuk standarisasi hasil tes corona, sehingga analisis RT PCR yang digunakan juga sesuai standar dunia, dan juga menggunakan standar hasil tes PCR tertinggi.

"Dibanding institusi lain, ambang batas standar hasil tes PCR yang diterapkan BIN paling tinggi. Nilai CT QPCR atau ambang batas bawah hasil tes PCR biasanya adalah 35, namun angka itu bisa meloloskan orang tanpa gejala dari screening. Maka BIN menaikkan standar tes PCR tersebut menjadi 40," ungkap Wawan.

Selain itu, yang terpenting dari penanganan pandemi Covid-19 ialah terhubungnya jaringan intelijen dengan WHO. Di mana BIN, katanya, termasuk dalam jaringan organisasi kesehatan dunia melalui dewan analisis strategis medical intelligence. Dengan demikian, BIN bisa mengetahui dan menjelaskan fenomena hasil tes swab positif corona yang kemudian bisa berubah menjadi negatif.

Perubahan hasil tes swab positif ke negatif ini bisa disebabkan beberapa faktor, salah satunya berkurangnya RNA atau protein yang tersisa (jasad renik virus) yang ada di pasien sudah sangat sedikit, atau bahkan mendekati hilang sehingga tak lagi terdeteksi.

"Apalagi subjek tanpa gejala klinis dan dites pada hari yang berbeda. OTG/asimptomatik yang mendekati sembuh berpotensi memiliki fenomena tersebut," jelasnya.

Adapun faktor lainnya dari fenomena perubahan hasil tes positif ke negatif juga bisa terjadi karena bias pre-analitik. Maksudnya, pengambilan sampel dilakukan oleh dua petugas berbeda yang memiliki kualitas pelatihan berbeda, dan SOP yang berbeda pula.

"Sehingga sampel swab sel yang berisi virus Covid tidak terambil atau terkontaminasi. Atau juga faktor ketiga, sensitivitas reagen dapat berbeda terutama bagi pasien yang nilai CQ/CT-nya sudah mendekati 40," sambungnya.

Dalam konteks ini, BIN menggunakan reagen Perkin Elmer dari Amerika, A-Star Fortitude dari Singapura, dan Wuhan Easy Diag dari China. Karena itu, jenis reagen tersebut memiliki standar dan sensitivitas lebih tinggi terhadap strain Covid-19 dibandingkan merek lain seperti Genolution dari Korea atau Liferiver dari Cina.

Terkahir, untuk bukti keseriusan penangana Covid-19 oleh BIN ialah penggunaan gold standard. Yang mana, Wawan menjamin kondisi peralatan, metode, dan test kit yang digunakan BIN adalah gold standard dalam pengujian sampel Covid-19, sehingga potensi kekeliruan dari hasil tes corona akan sangat minim.

"Kasus false positive dan false negative sendiri telah banyak dilaporkan di berbagai negara seperti Amerika Serikat, China, dan Swedia," demikian Wawan Purwanto. (Rmol)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita