Tak Ada Permintaan Maaf, Luhut Ngotot Tuntut Said Didu ke Jalur Hukum

Tak Ada Permintaan Maaf, Luhut Ngotot Tuntut Said Didu ke Jalur Hukum

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi sekaligus Pelaksana Tugas sementara Menteri Perhubungan, Luhut Binsar Pandjaitan, akan meneruskan tuntutannya kepada mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu.

"Pak Luhut sudah baca. Tidak ada komentar apa-apa. Saya tanyakan apakah dilanjutin proses hukumnya, jawabnya iya," kata juru bicara Luhut, Jodi Mahardi, kepada Kompas.com, Rabu (8/4/2020).

Mengenai konteks surat klarifikasi yang dilayangkan Said Didu pada Selasa (7/4/2020), menurut Jodi, pihaknya masih mengevaluasi seluruh rangkaian kalimat di dalam surat tersebut.

Namun, dari penilaiannya, tidak ada kalimat pernyataan maaf yang jelas dituliskan oleh Said Didu.

"Mungkin memang kita 'rada-rada dungu' kalau pinjam istilah Pak Said Didu. Enggak paham suratnya itu apakah minta maaf atau apa," ujarnya.

Bahkan, lanjut Jodi, di dalam surat klarifikasi itu juga tak menjelaskan tudingannya kepada Luhut terkait ibu kota negara (IKN).

"Klarifikasi terhadap tuduhannya tentang ibu kota yang tidak benar itu juga tidak kan," katanya.

Jodi menilai pimpinannya tersebut bukanlah tipe antikritik seperti yang selama ini disematkan kepada Luhut.

"Pak Luhut kalau dibilang antikritik atau otoriter tidak benarlah. Orang dikasih kesempatan minta maaf kok," ujarnya.

Asal mula tuntutan ini terjadi dari kanal YouTube Muhammad Said Didu yang diwawancarai Hersubeno Arief berdurasi 22 menit, beberapa waktu lalu.

Dalam video tersebut, Said Didu menyoroti soal isu persiapan pemindahan IKN baru yang masih terus berjalan di tengah usaha pemerintah dan semua pihak menangani wabah Covid-19.

Said Didu mengatakan, hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah tidak memprioritaskan masalah kesejahteraan rakyat umum dan hanya mementingkan legacy. 

Said Didu menyebutkan bahwa Luhut ngotot agar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tidak “mengganggu” dana untuk pembangunan IKN baru dan hal tersebut dapat menambah beban utang negara. [kompas]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita