Din: Rentetan Demonstrasi Picu Disintegrasi

Din: Rentetan Demonstrasi Picu Disintegrasi

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Aksi protes mahasiswa dan pelajar yang merebak dan serentak di berbagai kota bukan hal sepele. Fenomena ini perlu disikapi dengan penuh kepedulian.

Menurut Ketua Dewan Pertimbangan (MUI) Din Syamsuddin, aksi tersebut merupakan ekspresi kekecewaan menggumpal terhadap pengabaian aspirasi rakyat oleh DPR dan Pemerintah. Sejumlah UU yang disahkan DPR seperti UU tentang KPK, penundaan pengesahan RUU tentang KUHP, dan lain sebagainya menunjukkan DPR dan Pemerintah tidak peduli terhadap aspirasi rakyat, dan mengabaikan mekanisme pembahasan RUU yang bersifat terbuka.

“Peristiwa Wamena yang menimbulkan puluhan orang kehilangan jiwa seyogyanya dapat dicegah. Tapi kelambanan dan kealpaan negara dalam mengatasi dan mengantisipasi keadaan telah menyulut perang saudara di antara sesama anak bangsa,” ujarnya.

Din menilai, hal ini dapat mendorong disintegrasi sosial dan potensial meruntuhkan Negara Bhineka Tunggal Ika. Dia juga menyayangkan aksi protes mahasiswa dan pelajar yang merasa memiliki keterpanggilan untuk pengawasan. Ironisnya, dihadapi oleh aparat keamanan dan penegakan hukum dengan sikap otoriter dan represif.

“Demi kemanusiaan yang adil dan beradab, dan demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia saya mendesakkan penghentian pendekatan otoriter, represif, dan kekerasan negara atas rakyat warga negara,” kata dia.

Ia juga memesankan kepada pemangku amanat, baik DPR maupun Pemerintah, untuk mengedepankan pendekatan dialogis persuasif dengan mengakomodasi aspirasi rakyat. Hal itu adalah kewajiban pemangku amanat yakni untuk membela dan memperjuangkan aspirasi rakyat, bukan kepentingan terbatas dari sekelompok orang atau golongan.

“Khusus terhadap masalah Papua, Pemerintah perlu bersungguh-sungguh mengatasinya dengan mengintensifkan dialog persuasif dan menciptakan kesejahteraan serta keadilan sosial,” ujarnya.

Din meminta tindak kekerasan apalagi pembunuhan oleh siapa pun dan atas nama apa pun harus dihentikan. Sesuai amanat konstitusi, negara harus hadir melindungi rakyat dan segenap tumpah darah Indonesia.

“Kepada para tokoh agama-agama, khususnya di Papua, agar dapat bersama-sama menghentikan tindakan kekerasan apalagi pembunuhan terhadap sesama, dan mencegahnya berkembang dengan sentimen keagamaan,” kata Din. [ns]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita