Hebatnya Eks Dewas BPJS Terduga Pemerkosa Rizky Amelia jadi Calon Anggota BPK

Hebatnya Eks Dewas BPJS Terduga Pemerkosa Rizky Amelia jadi Calon Anggota BPK

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Masih ingat dengan Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Syafri Adnan Baharuddin (SAB), yang diduga memperkosa Rizky Amelia, karyawan kontrak BPJS Ketenagakerjaan, yang kasusnya sampai saat ini belum masuk keranah hukum.

Terakhir SAB hanya menerima sanksi dipecat dengan hormat dari jabatannya lewat Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2019. Bukan cuma itu saja, SAB berpeluang menjadi salah satu Anggota BPK, inikan sesuatu yang ironis.

Sebagai pengacara Rizky Amelia, Haris Azhar, mengkritik Istana Kepresidenan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Komnas Perempuan dalam kasus pelecehan dan pemerkosaan yang dialami oleh kliennya.

Haris menyesalkan ketiga lembaga ini tidak mengawal kasus yang menimpa kliennya, seharusnya memberikan perhatian dan pengawasan terhadap kasus tersebut. Menurut Haris, lembaga-lembaga itu seharusnya bisa mengawal kasus hingga ke kepolisian untuk melihat proses pidana berjalan dengan baik atau tidak.

"Saya tidak mengerti tiga lembaga ini kemana saja dan ngapain saja?," ujar Haris saat dihubungi Tempo pada Senin, 12 Agustus 2019.

Sebagaimana diketahui, Rizky Amelia mengungkapkan kasus pelecehan dan pemekosaan itu kepada publik pada 28 Desember 2018. Dia mengaku dilecehkan secara seksual oleh Syafri selama dua tahun menjadi sekretaris pribadi dalam kurun 2016 hingga 2018.

Sepanjang periode itu, Amelia mengaku mencari perlindungan tapi tidak didapat dari lingkungan tempatnya bekerja sebagai tenaga kontrak itu. Syafri sendiri telah menampik tudingan itu dengan menyebut 'terjebak' dalam hubungan khusus setelah sebelumnya mengaku banyak membantu sekretarisnya itu dalam berkarir di BPJS.

Kasus ini sepertinya sulit diseret keranah pidana, karena memang kasusnya baru diungkap dua tahun setelah kejadian, sementara berdasarkan pengakuan SAB  dia terjebak dalam hubungan khusus dengan Rezky selama itu. Asmara terlarang seperti ini memang rawan terjadi bagi bawahan dan atasan untuk waktu kerja yang cukup lama.

Rupanya kasus ini diarahkan keranah perdata, namun lagi-lagi gagal alias tidak bisa diterima pengadilan. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak menerima gugatan perdata yang diajukan oleh korban. Informasi itu diterima pengacara Rizky Amelia dalam gugatan ini yakni Heribertus S. Hartojo dari pengadilan pada 3 Juli lalu.

"Bukan di tolak ya, tapi tidak diterima karena bukan perkara perdata, tapi perkara Ketenagakerjaan, menurut majelis hakim," ujar Heribertus melalui pesan singkat kepada Tempo, Senin, 12 Agustus 2019.

Disinilah persoalannya, antara penasehat hukum dan Majelis Hakim mempunyai perbedaan penafsiran terhadap kasus Rezky ini, inilah yang membuat kasus ini berlarut-larut, mau menuntut secara pidana tidak cukup bukti dan saksi, secara perdata pun juga demikian.

Rizky Amelia dan Heribertus mendaftarkan gugatan itu pada 31 Januari 2019. Pihak tergugat dalam kasus ini adalah eks anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan Syafri Adnan Baharuddin; Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan Guntur Witjaksono dan anggota lainnya di lembaga itu, M. Aditya Warman.

Apalagi dalam gugatan secara perdata, Rizky Amelia mengajukan gugatan ganti rugi immaterial sebesar Rp 1 triliun dan material sebesar Rp 3,7 juta. Angka itu dinilai sepadan dengan beban moral dan stigma buruk yang melekat pada perempuan berusia 27 tahun itu.

Selain mengajukan gugatan perdata, Amelia juga telah melaporkan Syafri ke Bareskrim Polri. Syafri juga membuat laporan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Senin, 7 Januari 2019. Syafri melaporkan Rizky Amelia atas dugaan pencemaran nama baik serta pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Sudah lebih dari tujuh bulan sejak dilaporkannya kasus ini, sampai sekarang belum ada perkembangan yang berarti, itulah yang membuat Haris Azhar dari Kantor Hukum dan HAM Lokataru pimpinan Haris telah mengajukan gugatan terhadap Kepres Jokowi itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta agar dapat dibatalkan. Sidang 13 Agustus 2019 dijadwalkan melakukan pemeriksaan saksi.

Yang disesalkan Haris keputusan Presiden nomor 12 tahun 2019 itu justru merugikan Rizky Amelia dalam pengungkapan kasus yang telah terbukti dalam pemeriksaan internal. "Amel perlu membuktikan kepada publik bahwa dia telah diperkosa dan dilecehkan," kata Haris.

Kalau saja kasus ini bisa dibuktikan secara hukum dan jelas duduk perkaranya, mungkin keputusan Presiden tidaklah demikian, persoalannya kasus ini masih Sangat sumir, apalagi jika penasehat hukum Rizky tidak bisa membuktikan bahwa dia benar-benar sudah mengalami pemeriksaan selama dua tahun sebagai karyawan kontrak BPJS Ketenagakerjaan. [tc]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA