Fauzih Amroh Mangkir Dari Panggilan KPK, Pemeriksaan Dijadwal Ulang

Fauzih Amroh Mangkir Dari Panggilan KPK, Pemeriksaan Dijadwal Ulang

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Mantan Anggota Komisi V DPR RI Fauzih H Amroh mangkir dari panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Mantan politikus partai Hanura yang saat ini menjadi kader partai Nasdem itu terpilih kembali menjadi anggota DPR RI periode 2019-2024. Ia diperiksa terkait kasus dugaan korupsi pemberian hadiah atau janji terkait proyek di Kementerian PUPR tahun 2016.

Fauzih batal diperiksa untuk tersangka Direktur sekaligus Komisaris PT Sharleen Raya (JECO Group), Hong Arta John Alfred alias HA lantaran absen.


"Kita memanggil Fauzih Amroh anggota Komisi V DPR RI tetapi yang bersangkutan tidak hadir dengan alasan tidak menerima surat panggilan," kata Plh Kabiro Humas KPK Chrystelina GS, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (12/8).

Chrystelina mengatakan, pihaknya akan kembali menjadwal ulang pemeriksaan terhadap Fauzih sebagai saksi perkara dugaan korupsi pemberian hadiah atau janji terkait proyek di Kementerian PUPR tahun 2016.

"Akan dijadwalkan kembali untuk pemeriksaan ulang," kata Chrystelina

Dalam kasus ini, Hong Arta telah ditetapkan sebagai tersangka bersama 11 orang tersangka lainnya yakni Direktur Utama PT WTU, Abdul Khoir; dan sederet Anggota DPR RI periode 2014-2019 yaitu Damayanti Wisnu Putranti, Budi Supriyanto, Andi Taufan Tiro, Musa Zainudin, dan Yudi Widiana Adia.

Kemudian pihak swasta, Julia Prasetyarini; ibu rumah tangga Dessy A Edwin; Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasionai (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran Mustray; Komisaris PT CMP, So Kok Seng; dan Bupati Halmahera Timur periode 2016-2021, Rudy Erawan.

KPK menduga Hong Artha secara bersama-sama memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara. Diduga yang menerima suap dari Hong Artha yaitu Kepala Badan Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary. Amran diduga menerima uang sebesar Rp 8 miliar dan Rp 2,6 miliar dari Hong Artha.

Sebanyak 10 dari 12 orang tersangka kasus ini telah divonis Pengadilan Tipikor Jakarta. Sedangkan Bupati nonaktif Halmahera Timur Rudy Erawan divonis 4,5 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Rudy juga diwajibkan membayar denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.(rmol)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita