Anggota DPR Fraksi PPP Dipanggil KPK Terkait Korupsi Proyek PUPR

Anggota DPR Fraksi PPP Dipanggil KPK Terkait Korupsi Proyek PUPR

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Anggota Komisi VIII DPR RI, Fathan, menjalani pemeriksaan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia dimintai keterangan terkait kasus dugaan korupsi pemberian hadiah atau janji terkait proyek di Kementerian PUPR tahun 2016.

Anggota DPR RI Fraksi PKB itu dipanggil dalam kapasitasnya sebagai saksi kasus korupsi di Kementerian PUPR untuk tersangka Direktur sekaligus Komisaris PT Sharleen Raya (JECO Group), Hong Arta John Alfred alias HA.

Selain Fathan, KPK juga memanggil seorang mantan staf ahli anggota dewan, Jailani, sebagai saksi dalam kasus ini.


"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka HA (Hong Arta)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (13/8).

Dalam kasus ini, HA telah berstatus tersangka bersama 11 orang lainnya. Antara lain Direktur Utama PT WTU, Abdul Khoir dan sederet Anggota DPR RI periode 2014-2019. Yaitu Damayanti Wisnu Putranti, Budi Supriyanto, Andi Taufan Tiro, Musa Zainudin, dan Yudi Widiana Adia.

Kemudian pihak swasta Julia Prasetyarini, ibu rumah tangga Dessy A Edwin, Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasionai (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran Mustray, Komisaris PT CMP So Kok Seng, dan Bupati Halmahera Timur periode 2016-2021 Rudy Erawan.


"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka HA (Hong Arta)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (13/8).

Dalam kasus ini, HA telah berstatus tersangka bersama 11 orang lainnya. Antara lain Direktur Utama PT WTU, Abdul Khoir dan sederet Anggota DPR RI periode 2014-2019. Yaitu Damayanti Wisnu Putranti, Budi Supriyanto, Andi Taufan Tiro, Musa Zainudin, dan Yudi Widiana Adia.

Kemudian pihak swasta Julia Prasetyarini, ibu rumah tangga Dessy A Edwin, Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasionai (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran Mustray, Komisaris PT CMP So Kok Seng, dan Bupati Halmahera Timur periode 2016-2021 Rudy Erawan.


Lembaga antirasuah ini menduga HA secara bersama-sama memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara. Pihak yang diduga telah menerima suap dari HA adalah Kepala Badan Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary. Amran diduga menerima uang sebesar Rp 8 miliar dan Rp 2,6 miliar dari HA.

Atas perbuatannya tersebut, HA disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 junto pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUH Pidana. (Rmol)

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA