Pakar Hukum Pidana: Makar Itu yang Mencurangi Kedaulatan Rakyat

Pakar Hukum Pidana: Makar Itu yang Mencurangi Kedaulatan Rakyat

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakir, tidak mempersoalkan metode penangkapan oleh penyidik terhadap aktivis senior Eggi Sudjana saat menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Selasa (14/5) pagi. Menurut dia, penangkapan yang berlangsung di dalam ruang penyidik ataupun tempat lain itu cuma menyangkut masalah status saja.

Akan tetapi, kata Mudzakir, yang justru menjadi persoalan adalah pihak kepolisian harus dapat membuktikan apakah tindakan dan ucapan Eggi Sudjana memang layak disebut perbuatan makar. Pasalnya, frasa “people power” yang diucapkan Eggi punya banyak makna dan menjadi sebagian dari ekspresi masyarakat yang tidak puas atas penegakan hukum yang ada.

“Kalau kita mau jujur bicara konstitusi pascareformasi, siapa dan lembaga mana yang mewakili kedaulatan rakyat Indonesia? Itu enggak ada,” ujar Mudzakir kepada Indonesia Inside, saat dihubungi di Jakarta, Selasa (14/5).

Jika ditarik ke era sebelum reformasi, kata dia, kedaulatan rakyat berada di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Masyarakat yang merasa hak dan kedaulatannya dirampas, dapat mengadukan hal tersebut kepada MPR.

“Nah, sekarang tidak ada wakil dan institusi yang mewakili kedaulatan rakyat. Tetapi di dalam undang-undang dinyatakan kedaulatan rakyat dilakukan berdasarkan Undang-Undang Dasar. Pertanyaannya, dalam UU tersebut tidak dijelaskan detailnya di mana,” tuturnya.

Sepanjang reformasi, frasa “kedaulatan rakyat” dimaknai sebagai proses rakyat dalam pemilihan umum (pemilu). Karena itulah, kedaulatan rakyat diartikan sebagai kedaulatan untuk memilih. Artinya, kata Mudzakir, jika pemilu dilaksanakan dengan asas jujur dan adil, maka kedaulatan rakyat benar-benar diproses dengan langkah yang transparan.

“Sehingga, hasil (pemilu) itu clean and clear berasal dari rakyat,” ujar dia.

Mudzakir menuturkan, kecurangan yang dilakukan sejumlah pihak terhadap hasil pemilu sama saja dengan mengganggu kedaulatan rakyat. Padahal, kedaulatan rakyat merupakan kedaulatan tertinggi dalam demokrasi. “Jadi, orang yang berbuat curang berarti tidak mendapat mandat rakyat, sehingga wajar jika rakyat mencari saluran sendiri dengan cara-cara konstitusional dan sah,” katanya.

Atas hal itu, dia mempertanyakan landasan kepolisian menetapkan Eggi Sudjana atas dugaan kasus makar. Justru, menurut Mudzakir, pelaku makar itu adalah mereka yang mencurangi kedaulatan rakyat. “Kalau daulat rakyat menyerahkan kepada A, namun diambil B, itu sama dengan presiden A mencurangi presiden B. Jika kehendak rakyat dianggap konstitusional darimana disebut inkonstitusional, sedangkan aturan yang ada tidak ditaati,” ujar Mudzakir. [ins]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA