HP Disadap Sebelum Penyelidikan, Pengacara Rommy: Tidak Sah Segala Putusan KPK

HP Disadap Sebelum Penyelidikan, Pengacara Rommy: Tidak Sah Segala Putusan KPK

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Tersangka kasus suap jual beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag) Muhammad Romahurmuziy alias Rommy memandang, penetapan status tersangka dan penyadapan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap dirinya tidak sesuai dengan undang-undang.

Hal tersebut terungkap dalam sidang praperadilan atas penetapan tersangka terhadap Romi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Senin 06 Mei 2019.

"Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon (KPK) yang berkaitan dengan penetapan tersangka terhadap diri pemohon oleh termohon, termasuk Surat Perintah Penangkapan, Surat Perintah Penyitaan, dan Surat Perintah Penahanan Nomor Sprin.Han/12/DIK.01.03/01/03/2019 tanggal 16 Maret 2019," papar kuasa hukum Rommy, Maqdir Ismail.

Maqdir mengatakan sejumlah poin yang dinilai janggal dalam melakukan penangkapan hingga penahanan terhadap Rommy. Pertama, kata Maqdir, KPK telah melakukan penyadapan terhadap Romi sebelum penyelidikan dilakukan.

Menurutnya, Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Sprin. Lidik-17/01/02/2019 dikeluarkan tanggal 6 Februari 2019, dan Surat Perintah Tugas Nomor: Sprin.Gas-\9l2022/02/2019 bertangal 6 Februari 2019.

"Kalau penyadapan atau merekam pembicaraan telah dilakukan sebelum diterbitkannya surat perintah penyelidikan, berarti penyadapan tersebut tidak memiliki dasar tindakan. Di samping harus memiliki dasar tindakan, berupa surat perintah, juga harus ada dasar dugaan tindak pidana," ujarnya.

Penyadapan tersebut menurut Maqdir, diketahui ketika penyidik menanyakan kepada Romi tentang kedatangan Haris Hasanudin di rumah Rommy pada 6 Februari. Hal itu diketahui saat pemeriksaan Rommy sebagai saksi tersangka Muhammad Muafaq Wirahadi.

"Termohon telah melakukan penyadapan tidak menurut hukum dan telah menyalahgunkan kewenangan secara semena-mena yaitu melakukan penyadapan secara ilegal," ujarnya.

Kedua, kembali menerangkan, bahwa tuduhan tindak pidana korupsi kepada Rommy tidak sesuai. Pasalnya dia menyebut yang dilakukan Romi tidak merugikan negara. 

Rommy sendiri diduga melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-l KUHP.

"Perbuatan menerima hadiah atau janji tidak mengakibatkan timbulnya kerugian negara, dan perbuatan tersebut tidak berhubungan dengan penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan, dan dengan demikian apa yang diduga dilakukan oleh termohon tidaklah menyebabkan kerugian keuangan negara, sehingga kualifikasi dari Pasal 11 huruf c Undang-Undang KPK pun tidak terpenuhi," terangnya.

Seperti diketahui, KPK menetapkan Rommy sebagai tersangka bersama Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi dan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur Haris Hasanuddin.

Mantan Ketum PPP itu diduga menerima suap sebesar Rp300 juta, dengan rincian Rp50 juta dari Muafaq untuk posisi Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik dan Rp250 juta dari Haris untuk jabatan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur.  [tsc]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita