Pernyataannya di ILC Dinilai Memperkeruh Suasana, Mahfud MD: Saya Minta Maaf Bukan karena Salah

Pernyataannya di ILC Dinilai Memperkeruh Suasana, Mahfud MD: Saya Minta Maaf Bukan karena Salah

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menyampaikan permintaan maaf terkait pernyataannya di program Indonesia Lawyers Club (ILC), pada Selasa (19/3/2019) lalu.

Diberitakan TribunWow.com, hal tersebut disampaikan Mahfud MD melalui kicauan di akun Twitter @mohmahfudmd, Selasa (26/3/2019).

Permintaan maafnya itu menanggapi kicauan seorang warganet, Mastuki HS dengan akun @HSMastuki, terkait tulisan milik Rektor UIN Antasari, Mujiburrahman.

Awalnya, Mastuki HS meretweet tulisan milik Mujiburrahman.

Mastuki lantas menyebutkan bahwa tulisan tersebut merupakan suara dari orang dalam Kementerian Agama yang merasa bahwa institusinya sedang dihina-hina.

Mastuki lantas me-mention akun Mahfud MD.

Ia menyebutkan, Mahfud MD perlu membaca tulisan Mujiburrahman itu sehingga tidak mengadili saat membuat pernyataan di ruang publik.

"Suara org dalam @Kemenag_RI yg merasa institusinya dikuyo-kuyo scr tak adil.

Prof @mohmahfudmd perlu membaca artikel ini agar tiap pernyataan di ruang publik tak mengadili, tapi benar2 adil & memenuhi rasa keadilan," tulis Mastuki.

Mahfud MD lantas memberikan tanggapannya dan menyebutkan bahwa dirinya sudah membacanya.

Mahfud MD lantas menyampaikan permintaan maafnya.

Namun, Mahfud MD enggan mencabut pernyataannya di ILC.

Permintaan maaf itu disampaikan Mahfud MD karena telah menyinggung perasaan pihak-pihak yang bersih,.

Mahfud MD juga menegaskan, dirinya sudah memberikan klarifikasi terkait pernyataannya.

Mahfud MD bahkan menegaskan bahwa dirinya sudah memberikan data terkait pernyataannya itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Sdh sy baca tlsn yg bagus ini. Tanpa hrs mencabut pernyataan di ILC sy minta maaf.

Minta maaf krn menyinggung perasaan teman2 yg bersih, bkn krn sy salah ucap. Sy sdh klarifikasi, tak perlu diperpanjang.

Tp sy jg sdh berikan data ke KPK agar ditelisik. Insyaallah semua akan baik," kicau Mahfud MD.


Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menyampaikan permintaan maaf terkait pernyataannya di program Indonesia Lawyers Club (ILC), pada Selasa (19/3/2019) lalu.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menyampaikan permintaan maaf terkait pernyataannya di program Indonesia Lawyers Club (ILC), pada Selasa (19/3/2019) lalu. (Twitter @mohmahfudmd)


Sementara itu, dikutip TribunWow.com dari BanjarmasinPost, Rektor UIN Antasari, Mujiburrahman menulis sebuah opini berjudul 'Berimbang Itu Adil'.


Opini tersebut merupakan tanggapan atas pernyataan Mahfud MD di tayangan ILC.

Mujiburrahman menilai, pernyataan tersebut cenderung menyudutkan Kementerian Agama.

Melalui opininya, Mujiburrahman menyampaikan harapannya agar seluruh pihak bisa menyajikan pemberitaan terkait kasus ini dengan berimbang.

Tak hanya itu, Mujiburrahman juga meminta keberimbangan dari warga Kemenag sendiri.

Berikut tulisan lengkap Mujiburrahman:

MALAM itu, 24 Januari 2019, kami berkumpul dalam suasana serius-santai di sebuah hotel di Jakarta sebagai salah satu rangkaian dari Rakernas Kemenag RI.

Kami duduk di kursi membentuk setengah lingkaran, dipandu langsung oleh Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin.

Acaranya adalah tentang “Best Practices 2018”. Hadir semua pejabat eselon I dan II, serta para rektor dan kakanwil.

“Tolong jelaskan pada kami, bagaimana Anda berhasil melaksanakan proyek infrastruktur SBSN?” tanya Pak Menteri kepada Prof Yudian Wahyudi, Rektor UIN Sunan Kalijaga.

“Saya panggil Tim Lelang (ULP) dan saya bilang, saya ini jadi rektor, tidak membayar serupiah pun. Jadi kalian jangan macam-macam. Kita harus benar-benar bersih,” kata Prof Yudian, yang langsung disambut tepuk tangan hadirin.

Menyusul tepuk tangan itu, Pak Menteri meminta kesempatan guna menyela, sebelum Prof. Yudian melanjutkan penjelasannya.

“Saya harus tegaskan di sini. Apa yang berlaku pada Prof. Yudian tadi, juga berlaku untuk semua rektor,” kata beliau. Tepuk tangan kembali riuh.

Saya kira, banyak pihak merasa lega dengan tanggapaan Pak Menteri yang melengkapi pernyataan Prof. Yudian malam itu.

Kejadian di atas mungkin tidak akan saya tulis, andai tidak ada OTT KPK terhadap politisi Romahurmuziy yang disusul serangkaian berita media yang cenderung menyudutkan Kemenag RI.

Tayangan ILC di TV One minggu lalu makin memperkeruh suasana, terutama pernyataan Mahfud MD bahwa ada orang yang mengatakan padanya, seorang calon rektor diminta membayar Rp 5 miliar oleh pihak tertentu.

Mahfud mungkin tidak salah dengar. Hanya, apakah masuk akal, orang mau membayar Rp 5 miliar untuk menjadi rektor?

Berapa sih gaji rektor? Bagaimana cara dia mengembalikan uang sebanyak itu jika nanti sudah dilantik? Dengan korupsi?

Nalar sederhana saja akan mengatakan, hal itu kemungkinannya sangat tipis. Dalam Ilmu Hadis, ini namanya kritik matan, kritik terhadap makna sebuah pernyataan.

Selain kritik matan, yang penting juga adalah kritik sanad, yakni sumber informasi.

Tampaknya asal mula informasi Mahfud adalah dari orang yang tidak berhasil menjadi rektor. Karena itu, informasi tersebut perlu diklarifikasi. 

Akan lebih berimbang jika Mahfud juga bertanya kepada calon rektor lainnya atau ILC menghadirkan dan memberi kesempatan kepada pihak berwenang di Kemenag untuk menanggapi.

Karena ILC bisa ditonton di mana-mana, bahkan kemudian beredar di media sosial untuk seluruh dunia, wajar jika hal ini laksana bola liar. 

Meskipun Mahfud hanya mengatakan, ada informasi bahwa calon rektor dimintai Rp 5 miliar, imajinasi orang bisa tergiring untuk menuduh bahwa orang yang akhirnya dilantik Menteri Agama menjadi rektor adalah yang (mungkin) mau membayar Rp 5 miliar!

Kita memang tidak tahu seberapa liar imajinasi itu berputar di benak publik.

Namun, reaksi keras Rektor UIN Alauddin Makasar dan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bisa dipahami, karena pemilihan rektor di dua kampus itu disebut-sebut Mahfud. 

Ada kekhawatiran, martabat dua UIN yang hebat itu (keduanya terakreditasi A) akan tergerus. Bahkan, STAIN, IAIN dan UIN lain pun bisa terbawa-bawa.

Karena itu, baik kalangan elit ataupun publik, lebih khusus lagi media massa, diharapkan menampilkan berita dan narasumber yang berimbang dari pihak-pihak terkait, agar masyarakat bisa melihat gambaran yang lebih utuh. 

Kita punya dua mata, dua telinga, dua kaki, dua tangan, dan dua lubang hidung yang harus digunakan serempak jika kita ingin menangkap dan memahami realitas dengan lebih tepat.

Sikap berimbang itu lebih wajib lagi bagi warga Kemenag sendiri. Jika memang ada korupsi, tentu wajib disesali dan diperbaiki.

“Allah tidak menzalimi mereka, tetapi merekalah yang menzalimi diri sendiri,” kata Alqur’an.

Di sisi lain, kasus ini tidak boleh membuat mereka tenggelam dalam kesedihan apalagi putus asa.

“Tak seorang pun bisa menyakitimu kecuali kau mengizinkannya!” kata Eleanor Roosevelt.

Alhasil, keseimbangan diperlukan agar kita berlaku adil, atau paling tidak, mendekati keadilan.

Adil itu berat, apalagi menyangkut kepentingan diri sendiri. Di sini tidak berlaku rayuan gombal ala Dilan. “Adil itu berat. Biar Aku saja!”

Pernyataan Mahfud MD di ILC

Sementara itu di ILC, Selasa, Mahfud MD memaparkan contoh kasus jual beli jabatan.

"Untuk UIN, Prof Andi Faisal Bakti dua kali menang pemilihan rektor di UIN, tidak diangkat," ujar Mahfud.

Mahfud menjelaskan, saat Andi Faisal Bakti terpilih menjadi rektor di UIN Makassar, ada aturan baru yang membuatnya gagal dilantik.

"Begitu menang dibuatlah aturan bahwa yang boleh menjadi rektor di situ adalah mereka yang sudah tinggal di UIN itu enam bulan terakhir, paling tidak," kata Mahfud.

"Andi Faisal Bakti ini dosen UIN Makassar, tetapi dia pindah ke Jakarta. Karena sesudah pulang dari Kanada, dia pindah tugas ke Jakarta."

"Dia terpilih di sini, dan aturannya bahwa harus enam bulan itu dibuat sesudah dia menang. Dibuat tengah malam lagi," ungkap dia.

Mahfud menjelaskan, dirinya lantas membantu Andi Faisal Bakti itu ke pengadilan, dan menang.

"Perintah pengadilan, harus dilantik. Tapi tidak dilantik juga. Diangkat rektor lain," ujar Mahfud.

Tak sampai di situ, Mahfud menjelaskan, tahun lalu Andi Faisal Bakti juga ikut pemilihan pada tahun lalu.

Menurut Mahfud, Andi Faisal Bakti kembali menang pemilihan di UIN Ciputat, Jakarta pada tahun lalu, namun tetap tidak dilantik.

"Saya baru dapat kiriman katanya malam ini mahasiswa-mahasiswa di Ciputat ini sedang demonstrasi memprotes kebijakan pemerintah, ada pemilihan yang tidak disosialisasikan dulu cara pemilihannya," terang Mahfud.

Mahfud lantas memaparkan, Andi Faisal Bakti pernah didatangi orang dan dimintai uang Rp 5 miliar jika ingin menjadi seorang rektor.

Mahfud lantas mencontohkan kasus lain, yaitu di IAIN Meulaboh.

"Rektor IAIN Meulaboh, Pak Syamsuar, diperlakukan hal yang sama. Dia satu-satunya orang yang memenuhi syarat dan terpilih sebagai rektor di situ," terang Mahfud.

"Tapi menurut aturannya PMA 68, calonnya harus tiga. Padahal tidak ada di situ orang yang memenuhi syarat. Didatangkan dari luar dengan maksud untuk formalitas,"

"Ternyata terpilih betul, padahal tadinya mau formalitas," papar dia.

Mahfud menuturkan, dirinya mendengar keluhan-keluhan dari UIN dan IAIN seluruh Indonesia terkait ini.

"Tapi mereka enggak berani ngomong. Tapi lapor tiap hari ketemu. 'Bagaimana pak Kementerian Agama kok begini?'," ungkapnya.

Simak video selengkapnya:


BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita