Serang Prabowo-Sandi, Jokowi Dinilai Emosional

Serang Prabowo-Sandi, Jokowi Dinilai Emosional

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Manuver calon presiden (Capres) petahana Joko Widodo (Jokowi) terhadap capres nomor urut 02 Prabowo Subianto dinilai sebagai sikap emosional. Sikap ini dinilai karena mantan Gubernur DKI Jakarta itu panik akibat elektabilitasnya yang tidak naik secara signifikan. Juga terpancing isu-isu yang tidak putus-putus ditujukan kepadanya.

Sikap menyerang mantan Walikota Solo itu dinilai pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris sudah keluar dari sifat dan kepribadian aslinya selama ini.  

"Pak Jokowi bukan hanya ofensif, tapi emosional. Ini tidak begitu baik. Tidak begitu bagus," kata Syamsuddin Haris saat diskusi 'Menakar Pengaruh Debat Terhadap Keterpilihan Paslon' di Populi Center, Jl Letjen S Parman, Slipi, Jakarta Barat, Kamis, (7/2).

Menurut Syamsuddin Haris, seharusnya  Jokowi menjaga originalitasnya, apalagi selama 4 tahun terakhir, Jokowi tidak seperti itu. “Sikap menyerang Jokowi sebenarnya sudah terlihat dari debat perdana pada 17 Januari 2019 dengan menyerang Prabowo soal mantan napi koruptor yang diusung Gerindra, hingga menyindir soal beban masa lalu,” paparnya.

Dia tahu tahu apa alas an perubahan sikap Jokowi tersebut. “Mungkin beliau terpancing isu-isu yang tidak putus-putus ditujukan kepadanya oleh kubu lawan. Seharusnya kan Pak Jokowi tidak perlu terpancing karena kubu lawan sengaja memancing agar Jokowi emosi. Seharusnya isu-isu negatif hingga hoaks yang menyerang petahana cukup dijawab oleh para tim suksesnya,” papar Syamsuddin. 

Capres nomor urut 01 saat berada di Jawa Timur dan Jawa Tengah akhir pekan lalu, menyindir pernyataan-pernyataan lawan politiknya. Misalnya terkait pernyataan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto yang menyebut Indonesia akan bubar dan punah. Jokowi meminta Prabowo untuk bubar dan punah sendiri saja, tanpa mengajak masyarakat Indonesia. 

Ia juga sempat menyinggung hoaks penganiayaan Ratna Sarumpaet. Jokowi menyesalkan kubu Prabowo yang menyebarkan kebohongan Ratna. Lalu, Jokowi juga menyebut Prabowo-Sandi menggunakan konsultan asing dalam menghadapi pilpres 2019. Jokowi mempertanyakan, dengan kondisi itu, siapa sebenarnya yang antek asing. 

"Masa suruh halus terus, ya kadang-kadang kita kan bosan. Boleh lah keras-keras sedikit," kata Jokowi kepada wartawan di Semarang, Minggu (3/2/2019).

Panik

Sementara itu Presidium Pergerakan Andrianto menilai, sikap menyerang Jokowi itu karena sudah kehabisan ide bagaimana menahan longsornya Elektabilitas. Hal ini akibat kinerja pemerintahannya tidak baik dan semua sector merah.

“Tadinya dengan menggandeng Ma’ruf Amin bisa mendorong elektabilitas ternyata menjadi beban, kontribusinya kurang baik, jauh dari kapasitas Jusuf Kalla. Merubah strategi ini merupakan langkah akhir dari Jokowi untuk menaikkan elektabilitas yang terus merosot,” ujar Andrianto.

Petarung

Sementara itu pengamat politik Indro Tjahyono menilai, Jokowi tidak berubah, khususnya terkait karakternya sebagai petarung. Sejak fight pertama kali untuk menjadi Walikota Solo. Ia berani melawan kebijakan gubernur Jawa Tengah, khususnya dalam pembangunan mall di Jateng. Semua ini membuahkan hasil sehingga ia menjabat walikota Solo untuk dua kali.

Sikap ini dilanjutkan saat pilgub DKI Jakarta. Namun ia menggunakan "tangan" Ahok untuk melawan kebijakan koruptif DPRD DKI Jakarta. Jokowi memanifestasikan sikap Ahok yang berani menegakkan hukum dalam mewujudkan kebijakan dan tata kota DKI. 

“Sikap petarung juga ditunjukkan dalam debat Capres dan Cawapres 2014. Jokowi-JK mengalahkan pasangan Prabowo- Hatta dengan telak yang mengatrol elektabilitasnya,” ujar Indro.

Namun, lanjut Indro, sikap petarung yang eksklusif ini setelah ia menjadi presiden berubah menjadi inklusif. Ia memanifestasikan sikap petarungnya melalui kebijakan yang melawan mainstream. Jokowi mendukung pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK. Sehingga beberapa menteri dan banyak oknum parpol yang dijebloskan ke penjara. 

Selanjutnya Jokowi juga berani mengambilalih Freeport dan membubarkan Petral. Padahal yang mereka hadapi adalah para oligarki yang selama 15 tahun tidak bisa disentuh.

Terakhir, kata Indro, presiden Jokowi bikin kebijakan yang menggemparkan dan menohok koruptor legendaris yang menyimpan dana triliunan yang diparkir di luar negeri. Ini dengan cara menandatangani MLA (mutual legal assistance) dengan pemerintah Swiss. 

“Padahal para koruptor kelas kakap ini, dengan dananya yang besar bisa melakukan serangan politik yang dahsyat di tahun politik ini,” ujar mantan Ketua Dewan Mahasiswa ITB ini.

Menurutnya, karena jengkel diserang berita bohong dan fitnah lawan politiknya, maka Jokowi mulai mengubah strategi, lebih eksklusif dan vulgair. Perubahan  ini hanya soal gaya bertarung bukan substansial. [HT]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita