Kritik Jokowi soal Grasi, DPR: Presiden Kecolongan, Jarang Baca Dia

Kritik Jokowi soal Grasi, DPR: Presiden Kecolongan, Jarang Baca Dia

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Presiden Jokowi diduga kecolongan. Dia tak teliti ketika menerima daftar nama-nama terpidana yang mengajukan grasi kepadanya.

Imbasnya, nama I Nyoman Susrama masuk sebagai salah satu orang yang mendapat grasi. Padahal Susrama adalah otak kasus pembunuhan  berencana wartawan Radar Bali (Jawa Pos Group), AA Gde Bagus Narendra Prabangsa pada 2009.

Hal tersebut dikatakan Anggota Komisi III DPR, Muhammad Nasir Djamil. "Mungkin ini juga kecolongan. Biasanya kan presiden enggak pernah baca dia. Dia akan mengaku kadang-kadang enggak pernah baca," ujar Nasir kepada JawaPos.com, Rabu (23/1).

Sebagai seorang pimpinan tertinggi, Jokowi semestinya berhati-hati dalam memberikan grasi. Apalagi yang diberikan grasi adalah otak pelaku pembunuhan berencana terhadap pekerja media alias wartawan.

"‎Apapun alasannya menurut saya Presiden Jokowi tak berpihak kepada insan pers. Sebab membunuh wartawan itu artinya membunuh pilar demokrasi. Karena pers salah satu pilar demokrasi," katanya.

"Jadi saya bingung juga kalau kemudian Pak Jokowi memberikan grasi kepada pembunuh wartawan yang menungkap kasus korupsi. Apalagi pembunuhan itu berencana lho. Bukan pembunuhan tiba-tiba. Artinya memang sudah diskenariokan," tambahnya.

Oleh sebab itu, pria asal Medan, Sumatera Utara ini berpesan kepada Presiden Jokowi, jangan mendekati Pilpres lalu seenaknya saja memberikan grasi. Apalagi pemberian grasi tersebut sampai menimbulkan kecaman publik.

"Jadi jangan kemudian mendekati momen politik pilpres, lalu kemudian dia memakai jurus mabuk. Jadi ini saya enggak ngerti ini, apa Jokowi enggak punya konsep‎," pungkasnya.

Sekadar informasi, ‎Presiden Jokowi memberikan grasi terhadap I Nyoman Susrama. Susrama adalah terpidana yang menjadi otak pembunuh berencana wartawan Radar Bali Jawa Pos Group, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa, pada 2009 silam.

Kepala Rumah Tahanan (Karutan) Kelas II B Bangli, Made Suwendra, membenarkan adanya grasi dari Presiden Jokowi untuk terpidana Susrama.

Menurut Suwendra, grasi yang diberikan kepada Susrama adalah perubahan hukuman dari pidana seumur hidup menjadi 20 tahun penjara.

Adapun dalam surat presiden setebal 40 halaman, itu nama Susrama berada di urutan 94, dengan keterangan perkara pembunuhan berencana yang dilakukan secara bersama-sama, berdasar putusan PN Denpasar Nomor: 1002/Pid.B/2009/PN.DPS/ tanggal 15 Februari 2010 juncto putusan PT Denpasar Nomor 29/PID/2010/PT.DPS tanggal 16 April 2010 juncto putusan Kasasi MA Nomor 1665K/PID/2010 tanggal 24 September 
2010.

Keputusan presiden itu ditetapkan di Jakarta tanggal 7 Desember 2018 bernomor: 29/2018 tentang Pemberian Remisi Berupa Perubahan Dari Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Penjara Sementara. Salinan keputusan tersebut ditandatangani Asisten Deputi Bidang Hukum Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), Budi Setiawati.

Kasus pembunuhan berencana itu terjadi pada 11 Februari 2009 silam di kediaman Nyoman Susrama yang berlokasi di Banjar Petak, Bangli.

Eksekusi pembunuhan diperkirakan dilakukan pada sekitar pukul 16.30 hingga 22.30 WITA‎

Nyoman Susrama bukan pelaku langsung, melainkan aktor intelektual yang mendalangi aksi keji itu. Selain Susrama, polisi juga menetapkan 6 orang lainnya sebagai tersangka, yaitu Komang Gede, Nyoman Rencana, I Komang Gede Wardana alias Mangde, Dewa Sumbawa, Endy, dan Jampes.

Adapun kronologinya adalah Komang Gede berperan sebagai penjemput korban. Nyoman Rencana dan Mangde menjadi eksekutor pembunuhan dan membawa mayat korban untuk dibuang ke laut di Perairan Padangbai, Karangasem. Sedangkan Dewa Sumbawa, Endy, dan Jampes, bertugas membersihkan darah korban.

Kasus ini mulai terkuak setelah mayat korban ditemukan mengambang di pesisir Klungkung pada 16 Februari 2009 dalam kondisi mengenaskan. Hasil penyelidikan mengarah kepada Nyoman Susrama yang terbukti sebagai otak dari aksi pembunuhan berencana ini.

Motif pembunuhan ini bermula dari kekesalan Nyoman Susrama terhadap Prabangsa karena pemberitaan wartawan Radar Bali Jawa Pos Group tersebut.

Prabangsa diketahui menulis berita terkait dugaan korupsi yang dilakukan Nyoman Susrama, yakni proyek-proyek Dinas Pendidikan di Kabupaten Bangli sejak awal Desember 2008 hingga Januari 2009.

Salah satu proyek yang disorot dalam pemberitaan Prabangsa adalah proyek pembangunan taman kanak-kanak dan sekolah dasar internasional di Bangli. Nyoman Susrama kala itu menjadi pemimpin proyek tersebut. Inilah yang kemudian membuat Nyoman Susrama merancang rencana untuk membunuh Prabangsa. [JP]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita