Dana Haji Dipakai Infrastruktur, BPKH Respon Kritik Salamuddin Daeng

Dana Haji Dipakai Infrastruktur, BPKH Respon Kritik Salamuddin Daeng

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Pemerintah diminta menjelaskan secara transparan penggunaan dana haji yang digunakan untuk membangun infrastruktur.

"Kok dana haji malah untuk pembangunan infrastruktur? Ini harus dibuka," ujar aktivis Salamuddin Daeng yang juga peneliti di Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI).

Salamuddin merinci, penggunaan dana haji untuk infrastruktur tahun 2013-2017. Di antaranya sebesar Rp 800 miliar pada 2013 digunakan Kementerian Perhubungan untuk membangun proyek trek ganda kereta api Cirebon-Kroya.

Pada 2014, Kemenhub juga menggunakan dana setoran haji sebesar Rp 1,5 triliun untuk pembangunan jalur kereta api ganda Cirebon-Kroya serta pembangunan jalur kereta api ganda Manggarai-Jatinegara. Kemudian pembangunan asrama haji di beberapa provinsi oleh Kementerian Agama.

Pada 2015 sebesar Rp 7,1 triliun dana haji dipakai membangun jalur kereta api di Jabodetabek, Jawa Tengah, dan Sumatra. Selanjutnya pembangunan jalan dan jembatan di beberapa provinsi oleh Kementerian Pekerjaan Umum.

Selain itu pembangunan infrastrutur untuk pendidikan tinggi dan kantor urusan agama (KUA) di bawah Kemenag.

Dan, pada 2016 setoran dana haji sebesar Rp 13,77 triliun kembali digunakan untuk membangun rel kereta api di Jabodetabek, Jawa Tengah, Sumatra. Pembangunan jalan dan jembatan di beberapa provinsi di bawah Kementerian Pekerjaan Umum juga ada yang menggunakan setoran dana haji.

Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) menanggapi kritik pengelolaan dana haji yang disuarakan pengamat ekonomi Salamuddin Daeng. 

Intinya, BPKH selalu menerapkan prinsip kehati-hatian, optimal, transparansi, syariah, dan profesional dalam mengelola keuangan atau dana haji.

Kepala BPKH Anggito Abimanyu menegaskan, sejak 2009, Kementerian Agama dan sekarang BPKH telah menginvestasikan dana haji melalui instrumen Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) pemerintah, termasuk Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI) dengan outstanding per Juni 2018 sebesar Rp 37,9 triliun.

Berdasarkan keterangan Kementerian Keuangan di media sosial pada 30 November 2017, penerbitan SBSN seri SDHI digunakan untuk pembiayaan APBN secara umum dan tidak digunakan untuk pembiayaan proyek infrastruktur secara spesifik (earmarked).

Ketiga, pengelolaan dana haji oleh BPKH dilakukan secara transparan, dipublikasikan, serta diaudit oleh badan pemeriksa Keuangan (BPK) dan diawasi oleh DPR RI. Dana haji yang diinvestasikan di Suku Dana Haji di pemerintah tetap utuh.

Bahkan terus dikembangkan dan tidak ada yang berkurang. Pemerintah selalu mengembalikan pokok sukuk dana haji saat jatuh tempo dan memberikan imbal hasil, tepat waktu, dan tepat jumlah.

Keempat, biaya haji bagi jamaah haji yang berangkat, dibiayai dari setoran awal dan setoran lunas jamaah haji bersangkutan. Serta, nilai manfaat dari hasil penempatan dan investasi dana haji. Penggunaan nilai manfaat untuk jamaah berangkat sesuai dengan UU 13/2008 mengenai Penyelenggaraan Ibadah Haji.

Anggito menambahkan, mulai 2018 sesuai dengan UU 34/2014 mengenai pengelolaan keuangan haji sebagian nilai manfaat juga dialokasikan kepada jamaah tunggu dalam bentuk virtual account.

Pemerintah dan BPKH menjamin jamaah haji yang berangkat dipastikan mendapat pelayanan memadai dan dipenuhi hak-hak keuangannya. Jamaah tunggu mendapat bagian nilai manfaat (virtual account). Karena itu, tidak ada penerapan Sistem Ponzi.

Kelima, setiap tahun Kementerian Agama (sekarang di BPKH) memperoleh tambahan akumulasi dana kelolaan dari setoran awal jamaah baru dan dikelola oleh BPKH (sebagai wakil sah jamaah haji) untuk mendapatkan nilai manfaat.

Investasi BPKH pada instrumen SBSN dikelola dan dijamin oleh pemerintah dalam skema APBN. Hasil investasi dimanfaatkan untuk penyelenggaraan ibadah haji dan jamaah haji tunggu melalui virtual account.

Keenam, pengelolaan keuangan haji dilakukan secara hati-hati dan aman, tidak berbahaya bagi jamaah haji berangkat maupun tunggu. Waktu tunggu jamaah haji menurut informasi dari Kemenag memang semakin panjang, tetapi dipastikan tidak ada jamaah tunggu yang tidak berangkat sampai akhir hayat, kecuali meninggal atau membatalkan. 

Jamaah haji tunggu akan berangkat sesuai dengan urutan waktu tunggu dan banyaknya kuota haji Indonesia setiap tahun.

BPKH merangkum kritik Salamuddin Daeng terkait pengelolaan dana haji melalui Sukuk Dana Haji Indonesia atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Pemerintah untuk infrastruktur dalam enam poin.

Pertama, hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan dana haji untuk infrastruktur menurut UU harus dikelola secara nirlaba, yakni semua keuntungan hasil pengelolaan dana haji harus dikembalikan kepada jamaah haji sebagai pemilik dana.

Kedua, selama ini dana Sukuk Haji telah digunakan pemerintah dalam jumlah yang sangat besar untuk membangun infrastruktur.

Ketiga, masyarakat tidak mengetahui secara persis berapa dana yang tersisa di badan pengelola dana haji (BPKH) yang baru ini dibentuk oleh pemerintah. Namun yang jelas, dana haji tidak lagi utuh, karena telah dialokasikan untuk macam-macam kepentingan, termasuk membangun infrastruktur.

Keempat, pemerintah memberangkatkan jamaah haji menggunakan dana 'jangan-jangan' skema ponzi? Ibarat investor, jamaah haji yang baru mendaftar membayar jamaah haji yang telah menunggu puluhan tahun.

Kelima, membandingkan antara penerimaan dana haji dengan alokasi dana haji setiap tahun, maka terdapat tambahan dana haji yang secara otomatis berakumulasi di tangan pemerintah setiap tahun, yakni sebesar Rp 6,6 triliun. Angka yang sangat besar. Itulah mengapa pemerintah dengan sangat leluasa menggunakan dana haji untuk pembangunan infrastruktur.

Keenam, apabila benar, maka akan menjadi bahaya yang terakumulasi setiap tahun dan ada jamaah haji yang dalam daftar tunggu hingga akhir hayatnya. [rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita