Bebaskan Ba'asyir, Pengamat: Wajar Saja Jokowi Dianggap Pencitraan

Bebaskan Ba'asyir, Pengamat: Wajar Saja Jokowi Dianggap Pencitraan

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO -  Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komarudin mengatakan, ‎pemberian grasi kepada Pimpinan Jamaah Ansharut Tauhid Abu Bakar Baasyir‎ merupakan kewenangan seorang kepala negara. Meski begitu, Ujang menilai, pemberian grasi tersebut bakal memberikan keuntungan untuk Joko Widodo (Jokowi) yang saat ini tengah bertarung di pilpres 2019.

Hal itu dikarenakan, selama ini Jokowi diserang dengan stigma anti-Islam. Terlebih lagi, kata Ujang, Jokowi terlihat kerap berseberangan dengan kelompok Islam garis keras. Maka dari itu, secara politik, pembebasan Ba'asyir akan membangun citra baik bagi Jokowi.

‎"Kalau disebut pencitraan itu hal wajar. ‎Ini menguntungkan Pak Jokowi. Karena stigma anti-Islam harus hilang. Ini keputusan yang tepat dalam politik yang dilakukan Jokowi‎," ujar Ujang kepada JawaPos.com, Sabtu (19/1).

Ujang menambahkan, keuntungan yang didapatkan Jokowi ini lantaran pembebasan Ba'asyir berdekatan dengan pilpres 2019. "Nah, dalam kontes ini, yang menguntungkan Jokowi karena di saat yang sama sedang terjadi pertarungan pilpres," katanya.

Namun demikian, kata Ujang, Jokowi juga harus menyadari ada pihak-pihak yang tidak setuju dengan keputusannya ini. Karena di satu sisi ada keluarga korban terorisme yang menentang langkah yang dilakukan pria asal Surakarta ini.

"Pasti akan ada yang tidak setuju dan pro-kontra. Setiap kebijakan Jokowi kemungkinan berdampak politik. Jika ada korban tidak sepakat, itu hak korban, dan bisa gugat Jokowi," katanya.

Meski begitu, Ujang memahami bahwa keputusan Jokowi ini atas dasar faktor kemanusiaan. Ba'asyir sudah tua dan di dalam bui ia sering keluar masuk rumah sakit karena penyakit yang dideritanya.

"Pertimbangannya mungkin usianya tua, dan sakit-sakitan. Artinya sebagai manusia masa mau dipenjara terus‎," katanya.

Di sisi lain ‎Ba'asyir juga telah menjalani dua pertiga dari masa kurungan. Hal ini merujuk pada Undang-undang Nomor 12/1995 tentang Pemasyarakatan, yang isinya adalah pembebasan bersyarat bisa diberikan kepada narapidana yang telah menjalani masa hukuman sekurang-kurangnya dua pertiga dari masa pidananya.

Sementara Ba'asyir sendiri divonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada bulan Juni 2011. Sekadar informasi, Pimpinan Jamaah Ansharut Tauhid Abu Bakar Ba'asyir dikabarkan akan bebas pada Kamis, 24 Januari 2019. Narapidana tindak pidana terorisme yang sebelumnya divonis 15 tahun penjara ini dibebaskan oleh Presiden Jokowi, dengan alasan kemanusiaan.

Kabar ini disampaikan oleh penasihat hukum Jokowi-Ma'ruf Amin, Yusril Izha Mahendra, ketika mengunjungi Lapas Gunung Sindur, tempat Ba'asyir ditahan. "Hari ini saya ingin menyampaikan maksud dari Presiden Jokowi yang ingin membebaskan Abu Bakar Ba'asyir," kata Yusril.

Ba'asyir yang kini berusia 80 tahun divonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam sidang yang digelar Juni 2011. Ba'asyir dinyatakan terbukti merencanakan dan menggalang dana untuk pembiayaan pelatihan militer kelompok teroris yang mengadakan latihan bersenjata di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. [JP]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita