Sengsarakan Korban Bencana, Koruptor Proyek Bantuan Air Minum Bisa Dihukum Mati

Sengsarakan Korban Bencana, Koruptor Proyek Bantuan Air Minum Bisa Dihukum Mati

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Komisi Pemberantasan Korupsi akan mempelajari penerapan pasal hukuman mati kepada para tersangka kasus dugaan suap proyek pembangunan sistem penyediaan air minum atau SPAM oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Penyebabnya, ialah salah satu proyek ternyata berada di daerah bencana.

"Bagaimana ini bisa dikorupsi, bahkan ada di daerah yang masih bencana, kita lihat dahulu. Apakah masuk kategori Pasal 2 (UU Pemberantasan Tipikor) yang korupsi bencana alam yang menyengsarakan hidup orang banyak itu kalau menurut penjelasan Pasal 2. Itu kan, memang bisa dihukum mati, kalau korupsi yang menyengsarakan orang banyak. Nanti kita pelajari dahulu, kita belum bisa putuskan ke sana, nanti kalau itu kalau relevan itu," kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Minggu 30 Desember 2018.

Dalam Pasal 2 UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001, disebutkan:

(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar. (2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Keadaan tertentu yang dimaksud sebagaimana ditulis dalam bagian penjelasannya ialah:

Pasal 2 ayat (2)

Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi, yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.

Saut pun menyayangkan apa yang dilakukan para tersangka. Salah satu dugaan suap tersebut, terkait pengadaan pipa HDPE di daerah bencana Donggala, Palu, Sulawesi Tengah. Wilayah tersebut, merupakan lokasi bencana gempa dan tsunami beberapa waktu lalu.

"KPK mengecam keras dan sangat prihatin, karena dugaan suap ini salah satunya terkait dengan proyek pembangunan SPAM di daerah bencana di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah, yang baru saja terkena bencana tsunami," ucap Saut.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus ini, yakni Anggiat Partunggul Nahot Simaremare, Kepala Satker SPAM Strategis/ PPK SPAM Lampung, Meina Woro Kustinah, PPK SPAM Katulampa, Teuku Moch Nazar, Kepala Satker SPAM Darurat, Donny Sofyan Arifin, PPK SPAM Toba 1 sebagai tersangka penerima. Kemudian, Budi Suharto, Dirut PT WKE, Lily Sundarsih, Direktur PT WKE, Irene Irma, Direktur PT TSP dan Yuliana Enganita Dibyo, Direktur PT TSP sebagai tersangka pemberi.

Total suap yang diduga para pejabat Kementerian PUPR itu ialah Rp5,3 miliar, USD5.000 dan SGD22.100. Uang itu diduga merupakan bagian fee 10 persen dari total nilai proyek Rp429 miliar yang didapat oleh kedua perusahaan itu. [viva]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita