CAD RI Jebol, Ini Kritik Tajam Prabowo-Sandiaga kepada Jokowi

CAD RI Jebol, Ini Kritik Tajam Prabowo-Sandiaga kepada Jokowi

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Badan Pemenangan Nasional (BPN) Calon Presiden Prabowo Subianto dan Calon Wakil Presiden Sandiaga Salahuddin Uno kembali mengkritik kebijakan ekonomi pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).

Kritik tersebut juga muncul usai Bank Indonesia (BI) mengumumkan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) pada kuartal III-2018 tercatat meningkat, yakni US$ 8,8 miliar atau setara 3,37% dari PDB.

Ekonom senior yang juga Anggota BPN Prabowo-Sandiaga, Drajad Wibowo mengatakan hal itu disebabkan oleh sejumlah kebijakan yang tidak tepat. Salah satunya pengetatan impor yang dinilai tidak efektif.

"Pengetatan impor juga misalnya seharusnya dilakukan hati-hati karena efeknya sangat, berat justru yang didorong eksportir yang kurang dapat dukungan dari negara," ujar Drajad di Prabowo-Sandi Media Center, Jumat (9/11/18).

Drajad mengatakan kondisi ekonomi global yang muncul akibat perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS) bisa ditepis dengan kebijakan perjanjian internasional dan investasi asing yang adil.

Ditambah, pemerintah belum memberikan insentif yang maksimal kepada para eksportir. Selain itu praktik yang tidak lazim terutama eksportir komoditas harus ditertibkan sesegera mungkin.


Drajad menambahkan, ke depan, Indonesia harus mulai mengurangi ketergantungan ekspor pada komoditas-komoditas yang bergantung pada sumber daya yang rawan akan isu lingkungan.

Kebijakan bisa difokuskan dengan meningkatkan sektor agrikultur, khususnya pertanian dan perkebunan, dengan memberikan insentif pembiayaan seperti Bank Tani atau Bank Nelayan dengan konsep berbasis teknologi atau digital farming untuk meningkatkan industri pangan.

Hal itu dinilai berpotensi menjadi komoditas ekspor baru diluar komoditas rawan isu lingkungan seperti kelapa sawit. Namun, komoditas seperti migas tetap harus dilakukan bersinergi antara BUMN dan pihak swasta secara adil.

"Insentif lainnya, yakni di sektor pariwisata, karena seperti kita ketahui Indonesia punya wilayah-wilayah yang menarik agar potensi lokal melalui pariwisata bisa tumbuh dan menjadi wilayah kedatangan bagi wisata yang baru," kata Drajad.

Insentif

Mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli menambahkan kebijakan di bawah pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla (JK) untuk negara berkembang dan emerging market seperti Indonesia harus dibumbui dengan berbagai insentif.

Ia menambahkan, dengan ekonomi global dan dalam negeri yang melambat dengan target hingga 5,4% ke depan bisa lebih melambat dengan pengetatan aturan tersebut.

"Kebijakan sekarang based pada pengetatan. Budget dipotongin terus, lalu pajak diuber namun tidak canggih. Bisa diterapkan misalnya seperti di Eropa, dia ciptakan stimulus dahulu supaya ekonominya pulih baru dibenarkan masalah pajak," ujar Rizal.

"Lalu ekspor yang saat ini menyimpan devisa hasil ekspor (DHE) masa masih ada 20% yang ditukar ke rupiah gitu. Kalau misalnya masuk 80% ya kita tidak akan gonjang ganjing dengan perekonomian kita lagi," lanjutnya. 


[cnbc]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA