Ratna Sarumpaet, Kekerasan Politik Dan Demokrasi Kita

Ratna Sarumpaet, Kekerasan Politik Dan Demokrasi Kita

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - RATNA Sarumpaet hancur wajahnya berantakan, setengah kepalanya dijahit. Foto-foto Ratna menyebar di group WA memancing amarah yang besar, kenapa seorang perempuan aktivis bisa dihancurkan kepalanya? Siapa yang tega?

Ratna adalah aktivis pergerakan, seniman, budayawan dan ibu dari artis terkenal Atiqah Hasiolan (Bintang Lux). Dia "single parent" alias janda, yang bertanggung jawab untuk anak-anaknya dan juga bekerja untuk bangsa.

Sumber di sekitar Ratna mengatakan bahwa pemukulan ini terjadi beberapa hari lalu di Bandung, sehabis Ratna mengisi ceramah di pertemuan jurnalis internasional.

Ketika Ratna menumpang taxi, dia dicegat segerombolan orang, lalu dihancurkan kepalanya dan wajahnya.

Kekerasan Politik

Sejak Jokowi berkuasa, kekerasan politik merajalela. Kontras dengan Jokowi yang seolah-olah lemah lembut. Beberapa kekarasan politik antara lain penganiayaan terhadap ulama (khususnya di Jabar jelang Pilkada 17), kekerasan terhadap alumni ITB yang bekerja untuk IT Habib Rizieq, Hermansyah, yang ditusuk leher dan perutnya, kekerasan terhadap Neno Warisman, simbol #2019GantiPresiden di bandara Riau, kekerasan terhadap mahasiswa di Medan dan sebagainya.

Penangkapan-penangkapan pun acap dilakukan seperti dalam kasus "makar", kasus "buku Jokowi anak PKI", kasus Ustad Alfian Tanjung, kasus Ahmad Dhani dan lain-lain. Ratna sendiri ditangkap dituduh Makar. Hal ini menambah catatan kelam politik kita yang selama reformasi berjalan penuh demokratis, khususnya di masa sepuluh tahun SBY.

Khusus untuk SBY, meskipun berlatar belakang militer, komitmennya terhadap demokrasi begitu kental. SBY mendorong dicabutnya pasal penghinaan terhadap presiden dalam KUHP, terkait adanya kasus Eggi Sujana dan mantan Wakil Ketua DPR RI, Zainal Maarif.

SBY juga tidak memangkap Rizal Ramli yang menggerakkan demo anti kenaikan BBM, 2008, padahal terjadi kerusuhan dan bakar membakar mobil di depan DPR.

SBY juga tidak menangkap para aktivis yang membawa Kerbau bertuliskan dirinya (SBY) ke depan Istana.

SBY dalam konteks demokrasi adalah penyayang rakyatnya. Tidak ada orang luka atau mati terbunuh (seperti alm. Munir) di masa SBY.

Kekerasan politik adalah sebuah kejahatan besar dalam demokrasi. Setting politik demokrasi adalah menghargai perbedaan. Berbeda dengan rezim otoriter, settingnya memang pembungkaman hak hak asasi untuk berpendapat, berkumpul dan berdemonstrasi.

Demokrasi Kita

Ratna Sarumpaet adalah pejuang seumur hidup. Pada 1997 saya (MPKR=Majlis Permusyawaratan Kedaulatan Rakyat) dan dia (bersama Ulil dan alm. Arnold Purba) membuat acara bersama di Tugu Proklamasi melawan Soeharto. Ratna mementaskan teater Merah Putih, setelah orasi Alm. Dr. Adnan Buyung Nasution dan Dr. Sri Bintang Pamungkas. Perjuangan dia dan mayoritas aktivis lainnya adalah menumbangkan Soeharto demi adanya kebebasan. Kebebasan apa?

Dalam demokrasi kebebasan yang dicari adalah kebebasan bersuara, berkumpul, berorganisasi dan berdemonstrasi, mengatakan pendapat.

Kebebasan ini adalah harga mahal, yang tidak diperjuangkan oleh orang-orang dahulu bersekutu atau jadi pemain band metalika zaman Soeharto. Ini diperjuangkan oleh Ratna Sarumpaet.

Lalu mengapa demokrasi yang ada ini dirusak oleh orang-orang yang menyukai kekerasan politik? Lalu mengapa pejuang lahirnya demokrasi dihancurkan kepalanya?

Apakah demokrasi telah mati?

Penutup

Tugas rezim Jokowi adalah memulihkan demokrasi. Jika bisa dibuktikan bahwa urusan Ratna Sarumpaet bukan persoalan politik, maka buktikanlah. Hancurkan lah preman-preman itu. Karena preman tidak ada tempatnya dalam demokrasi. Demokrasi dan supermasi hukum adalah dua sisi mata uang dalam logam yang sama.

Kalau tidak, apalagi Ratna adalah Jurkamnas Prabowo-Sandi 2019, maka kecemasan bahwa rezim ini semakin anti demokrasi, akan semakin dalam. Dan kita kembali ke masa silam yang gelap.

OLEH: DR. SYAHGANDA NAINGGOLAN

Direktur Sabang Merauke Circle [rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita