Erdogan: Jika Anda Ingin Membangun Masa Depan, Maka Masjid Sebagai Pusatnya

Erdogan: Jika Anda Ingin Membangun Masa Depan, Maka Masjid Sebagai Pusatnya

Gelora News
facebook twitter whatsapp

Jadikan Masjid Sebagai Pusat Kehidupan, Maka Anda Menang

Berikut kurang lebih pidato Presiden Erdogan di depan para ulama dan imam masjid pada Jumat 4 Oktober 2018:

"Kami senang mengikuti acara yang bertujuan untuk meningkatkan perhatian anak-anak dan perempuan di masjid-masjid kita.

Masyarakat tidak dapat mempertahankan eksistensinya jika ikatan kepada nilai-nilai peradabannya dilemahkan seperti pohon yang dirusak akarnya. Agama, kebijaksanaan, moralitas dan keadilan menjadi pilar-pilar penyangga yang menegakkan bangsa kita.

Di mata saya, masjid kosong tanpa suka cita anak-anak, kegembiraan para pemuda, kebijakan orang-orang tua dan kemuliaan perempuan. Jika anda ingin membangun masa depan, maka kita harus mendorong kehidupan dengan masjid sebagai pusatnya."

Pidato Erdogan di atas bukan basa-basi atau pernyataan politisi tanpa visi.

Coba kita lihat rekam jejak Erdogan.

Pada 1999, dia dijebloskan 10 bulan penjara karena membaca puisi yang kurang lebih berbunyi:

Masjid adalah barak kami
Kubah menjadi helm kami
Minaret adalah bayonet dan
Orang-orang beriman pasukan kami.

Erdogan dihukum sejatinya, bukan karena membaca puisi Ziya Gokalp yang relijius, tetapi karena puisi itu dibaca oleh seorang yang bervisi dan determinasi yang kuat.

Tidak lama berkuasa, di antara kewaspadaan dan ancaman kudeta, dia serius mempersiapkan visi masjidnya. Meskipun dia menyadari bahwa visi ini menjadi alarm yang mematikan di Turki.

Strategi masjid Erdogan mencakup 3 hal: infrastruktur, pembinaan SDM dan regulasinya.

Untuk itu, Erdogan mulai melonggarkan diskriminasi atas sekolah-sekolah Imam Hatep, mendorong anak-anak Turki menempuh pendidikan di lembaga-lembaga tersebut, memberikan kemudahan akses pendidikan tinggi bagi para lulusannya dan lebih dari itu, memfasilitasi akses pekerjaan ribuan alumninya di masjid-masjid dan lembaga keagamaan di seantero Turki.

Pasca e-memorandum (ancaman kudeta) pada 2007, yang menandai berakhirnya dominasi militer dalam politik, Erdogan mulai terang-terangan mengutarakan niatnya tadi. Dalam banyak kesempatan, dia mengatakan AKP dan pemerintahannya bertugas mendidik generasi relijius, memasukkan kurikulum agama dalam pendidikan dasar serta mendorong mereka memiliki sekurangnya tiga anak dalam satu keluarga inti.

Jika anda berkesempatan mengunjungi kota-kota di Turki, ada setidaknya 3 lanskap baru religi-sosial di sana:

1. Pembangunan masjid-masjid besar di kota-kota Turki, yang menjadi pesan simbolik relijiusitas. Erdogan terkategori tokoh yang mempercayai politik simbol. Masjid dan istana kepresidenan menjadi bagian politik simboliknya atau jika ditarik lebih panjang tampak seperti Ottoman legacy.

2. Pembangunan masjid di setiap mahale (rukun warga) baik berminaret satu atau dua. Jumlah minaret sendiri merepresentasikan ukuran dan kapasitas masjid.

3. Menjadikan masjid tidak semata tempat ibadah, namun juga aktivitas ekonomi dan sosial. Masjid-masjid berminaret satu banyak yang memiliki toko atau koperasi yang menyediakan kebutuhan jamaah atau sekedar tempat nongkrong sebelum atau sesudah waktu sholat. Dan usai sholat Jumat, ada aktivitas pasar tiban, dimana para jamaah melakukan aktivitas jual beli sebelum beranjak pergi.

Namun lebih dari sekedar aktivitas ibadah, ekonomi dan sosial, langkah Erdogan ini adalah KONSTRUKSI SOSIAL.

Jadi anda dapat menebak kira-kira arah visi Erdogan bukan?

Jadi pidatonya diatas hanya menegaskan kembali visinya, namun dengan jalan yang lebih lebar dan nyaris tanpa hambatan.

Jadi Erdogan 100 persen benar ketika mengatakan masjid adalah barak, kubah helmnya, minaret bayonetnya dan orang-orang beriman adalah pasukannya.

Dalam kudeta Juli 2016, ketika militer lumpuh, ribuan warga Turki turun ke jalan karena kumandang adzan dari masjid-masjid di seluruh pelosok Turki dan seruan perlawanan dari sang Imam melalui aplikasi sosial media. Kurang 24 jam, kudeta berhasil dilumpuhkan. Paradoksnya, tidak lewat kuasa legal sang presiden beserta alat pemaksanya, namun basis-basis religio- sosialnya, masjid. (Ahmad Dzakirin) [pid]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita