Bos Meikarta Ditangkap KPK, Pembeli Gelisah dan Batalkan Pembelian Unit

Bos Meikarta Ditangkap KPK, Pembeli Gelisah dan Batalkan Pembelian Unit

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - MEGAPROYEK Meikarta kembali menjadi perbincangan publik, usai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan terhadap Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro.

Kabar tersebut membuat sejumlah pembeli unit properti Meikarta itu gelisah dan bahkan menjual unitnya.

"Gelisah ya pasti ya. Tapi gambling aja si, itu resiko buat orang yang mau bisnis. Soalnya apartemen dengan harga segitu kan cukup terjangkau. Melihat desain dan progres yang ditawarkan," kata Praditya Yogas Pratama (23) salah satu pembeli unit apartemen Meikarta, Rabu (17/10/2018).

Yoga mengatakan kegelisahan tetap menghantui. Ia akan melihat dan memantau perkembangannya.

"Saya pantau saja dulu, kalau keadaannya semakin tidak jelas saya akan membatalkan pembeliannya," ucapnya.

Yoga mengungkapkan awal mulanya ia tertarik membeli unit apartemen di Meikarta karena melihat pengusaha yang membeli unit apartemen dari Lippo Group selalu sukses.

"Saya lihat dari sisi bisnis ya, walaupun beresiko karena banyak kendala. Tapi kalau ini jadi berpotensi meraih keuntung. Ya kita tahu kawasan Cikarang ini kan terus berkembang dunia propertinya," jelasnya.

Sejak Oktober 2017, Yoga sudah mengeluarkan dana sekitar Rp 40 juta untuk menyelesaikan pembayaran uang muka atau down payment.

“Pembayaran awal Rp 16 juta. Sisanya dicicil sejak Oktober 2017 dan sudah lunas Juli lalu. Saya juga sudah diundang untuk melakukan akad. Nanti saya lihat lagi, batal atau engga," kata Yoga yang saat ini tinggal di Malang, Jawa Timur

Sementara Arief warga Bekasi yang melakukan pembelian unit Apartemen Meikarta secara tunai mengaku telah membatalkan pembeliannya.

"Saya sudah batalin sekitar empat bulan lalu. Tapi kepotong banyak, awalnya beli Rp 325 juta, kepotong Rp 50 juta," katanya.

Arief menjelaskan keputusan itu dilakukannya mengingat kontroversi yang terjadi pada proyek Meikarta.

"Mulai gelisah dan ragu itu pas katanya izinnya engga beres dan banyak ditentang. Waktu itu juga Dedi Mizwar Wagub Jabar juga sempat larang dan heboh. Proyeknya juga sempet berhenti juga. Dari situ mulai bimbang, dan putuskan dibatalin," katanya.

Arief menilai keputusannya untuk menjual kembali unit apartemen Meikarta yang telah dibelinya sudah tepat meskipun harus rugi Rp 50 juta.

"Dengar ada kasus suap OTT KPK, saya lega juga. Biarin lah harus relakan Rp 50 juta melayang. Memang ada perjanjiannya si engga bisa full kembali uangnya kalau batal," paparnya.

Sebelumnya diberitakan lima pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bekasi ditetapkan sebagai tersangka. Di antaranya Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin, Kepala Dinas PUPR, Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Sahat M Banjarnahor, Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Satu Pintu (DPMPTSP), Dewi Trisnowati, Kepala Bidang Tata Ruang pada Dinas PUPR, Neneng Rahmi.

Sedangkan empat orang diduga pemberi suap yaitu Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, Taryadi (konsultan Lippo Grup), Fitra Djaja Purnama (konsultan Lippo Grup), dan Henry Jasmen (pegawai Lippo Grup).

Dalam proses penerbitan izin, Neneng Hassanah Yasin dijanjikan mendapat fee sebesar Rp 13 miliar. Hingga penangkapan kemarin, Neneng Hassanah Yasin disebut telah menerima dana sebesar Rp 7 miliar.

Ada pun barang bukti yang diamankan penyidik dalam operasi tangkap tangan kemarin adalah uang 1 miliar dalam bentuk pecahan dolar Singapura dan rupiah serta uang tunai Rp 513 juta.

Akibat perbuatannya, mereka dijerat pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 atau pasal 12 B Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHP. [tribun]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita