Argumennya Dibungkam Usman Hamid, Jenderal Gatot Nurmantyo akan Bicara PKI Sampai Mati!

Argumennya Dibungkam Usman Hamid, Jenderal Gatot Nurmantyo akan Bicara PKI Sampai Mati!

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - DIREKTUR Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai bahwa kecemasan akan kebangkitan PKI merupakan suatu pemikiran yang sudah kadaluarsa.

Pernyataan ini dilontarkan Usman Hamid di depan mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo.

Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo adalah orang yang sering menyerukan nonton bareng (nobar) film Pengkhianatan G30S PKI terutama di lingkungan TNI.

Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo juga termasuk orang yang sering mengampanyekan akan kebangkitkan PKI di Indonesia.

Menurut Usman Hamid, kecemasan akan kebangkitan PKI hingga harus dilakukan pemutaran film Pengkhianatan G30S PKI merupakan suatu paradigma keamanan nasional era militer tahun 1960-an.

Saat perang dingin terjadi, Amerika Serikat menanamkan doktrin pemberangusan peluang-peluang kepemimpinan yang berasal dari golongan kiri atau komunis.

Menurut salah satu versi tentang Peristiwa G30S PKI, doktrin semacam itu juga terjadi di Indonesia yang menyebut Soekarno dikudeta dengan cara seperti itu.

"Harusnya tentara kita sudah mulai membangun pemahaman yang lebih strategis tentang geopolitik pertahanan global dan regional tentang ancaman-ancaman kedaulatan negara, ancaman terhadap perbatasan, pembangunan profesionalitas dan pembangunan alutsista. Itu yang harusnya dikembangkan," kata Usman Hamid dalam acara talkshow di Kompas TV bersama Rosiana Silalahi.

Usman Hamid berpandangan bahwa seseorang tidak bisa dicap sebagai PKI hanya gara-gara mengabaikan seruan nobar film Pengkhianatan G30S PKI seperti anjuran Gatot Nurmantyo.

"Saya kira logika itu terlalu lompat-lompat dan menyederhanakan masalah. Jadi keliru kalau kemudian membangun logika lompat-lompat seolah-olah yang meminta penghapusan TAP MPR (tentang PKI), itu pasti PKI. Itu keliru fatal, itu membodohi masyarakat kita," ujar Usman Hamid.



Film G30S PKI dan Paham Komunisme

Menurut Usman Hamid, ada dua hal yang perlu menjadi perhatian dalam polemik berkepanjangan ini.

Pertama adalah tentang film Pengkhianatan G30S PKI itu sendiri dan yang ke-dua yakni tentang paham Komunisme atau Marxisme.

"Untuk yang pertama film ini tidak benar diputar selama orde baru. Itu baru diproduksi tahun 1981 sampai ke tahun 1998," tutur Usman Hamid.

Pada masa pemerintahan Presiden BJ Habibie, Menteri Penerangan kala itu yang dijabat oleh Letnan Jenderal (Purn) Yunus Yosfiah, mengumumkan bahwa film Pengkhianatan G30S PKI dihapuskan dari kawajiban pemutaran setiap tahunnya.

"Jadi kalau dikatakan yang meminta penghentian film itu adalah PKI, siapa lagi kalau bukan mereka. Keliru, justru dari dalam tubuh pemerintahan Habibie ketika itu memang mau meninjau ulang," kata Usman Hamid.

Selain itu, masih pada era kepemimpinan BJ Habibie, Menteri Pendidikan Juwono Sudarsono juga membentuk satu tim khusus untuk memeriksa seluruh buku-buku sejarah yang dianggap mengandung muatan sejarah yang tidak benar.

"Apakah Pak Juwono adalah PKI? Bukan! Orang terdidik, profesor. Pak Yunus Yosfiah PKI? Bukan! Jenderal Angkatan Darat. Jadi logika semacam itu menurut saya membangun suatu insinuasi yang negatif tanpa ada dasar fakta yang jelas," ucap Usman Hamid.

Pada era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gusdur juga ada usaha untuk mencabut TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 Tentang Komunisme, Marxisme dan Leninisme.

Padahal, Gusdur merupakan seorang kiyai yang juga mantan Ketua PBNU, salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia.

"Itu Gus Dur yang mengajukan untuk menghapuskan TAP MPR karena dianggap menjadi dasar bagi diskriminasi terhadap begitu banyak orang yang tidak salah tapi dianggap salah. Gusdur bukan PKI, Gus Dur anak kiyai dan Gus Dur sendiri adalah kiyai," ujar Usman Hamid.

Sementara itu Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo yang juga hadir dalam talkshow bersama Rosiana Silalahi dengan tegas mengatakan sampai mati pun dirinya akan terus berbicara tentang PKI.

‪"Iya, tentu saya akan berhenti. Kapan saya akan berhenti?‬ Apabila tembakan salvo di telinga saya, saya sudah tidak mendengarnya lagi. Untuk negara dan bangsa, saya akan maju terus," ujar Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo. [tribun]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita