LSI Denny JA: Naiknya Kurs Dolar AS Turunkan Dukungan Warga ke Jokowi

LSI Denny JA: Naiknya Kurs Dolar AS Turunkan Dukungan Warga ke Jokowi

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - LSI Denny JA merilis dampak nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang melemah terhadap elektabilitas paslon nomor urut 1 sekaligus petahana Joko Widodo-Ma'ruf Amin. 1.200 responden yang disurvei diberikan tiga pertanyaan yang berkaitan dengan naiknya kurs dolar AS.

Pertanyaan pertama terkait apakah masyarakat tahu tentang kenaikan harga dolar AS. Hasilnya, sebanyak 54,2 persen responden menyatakan tahu, 36,9 persen tidak tahu dan 8,9 tidak menjawab. 

"Kenaikan kurs dolar terhadap dukungan Jokowi-Ma'ruf Amin. Secara garis besar menurunkan dukungan terhadap Jokowi-Ma'ruf Amin. Kita lihat yang mengetahui dolar naik sebanyak 54,2 persen," jelas Peneliti LSI Denny JA, Ardian Sopa, di Gedung LSI, Jalan Pemuda, Jakarta Timur, Kamis (27/9).

Sedangkan untuk pertanyaan selanjutnya, sebanyak 84,3 persen responden menyatakan tidak suka harga tukar dolar AS naik. Sementara 8,2 responden menjawab suka dan 4,6 persen tidak menjawab. 

Pertanyaan terakhir terkait apakah muncul kekhawatiran adanya dampak mata uang melemah, 83,8 persen menjawab khawatir, 11,6 tidak khawatir dan sisanya tidak menjawab.

“Isu naiknya kurs dolar cukup populer dan tidak disukai oleh masyarakat,” ucap Sopa.

Sopa mengungkapkan dari hasil survei itu juga diketahui siapa saja orang-orang yang bertanggung jawab atas kenaikan dolar AS. Ada tiga nama yang disebut, yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan 39,20 persen, Presiden Jokowi 29 persen dan Menko Perekonomian Darmin Nasution dengan 10,70 persen. Sedangkan 0,50 responden menjawab tidak tahu dan 20,60 persen tidak menjawab. 

“Menteri Keuangan yang dianggap lebih berperan terhadap naiknya kurs dolar dan memberi sentimen negatif pada Jokowi,” ucapnya.

Selain itu, responden juga dihadapkan dengan pertanyaan soal dukungan kepada capres Jokowi usai kurs dolar yang meningkat. Hasilnya diperoleh 20,90 responden tidak mendukung dan 50 persen menganggap hal itu sama (terjadi) di setiap pemerintahan. Sedangkan 14,10 persen responden tak mendukung, serta 15 persen tidak menjawab. 

Survei dilaksanakan pada 14-22 September dengan menggunakan metode multistage random sampling, dengan margin of error lebih kurang 2.9 persen.  [kmp]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita