Kepercayaan Diri Dan Kerendahan Hati Seorang Rizal Ramli

Kepercayaan Diri Dan Kerendahan Hati Seorang Rizal Ramli

Gelora News
facebook twitter whatsapp

OLEH: GEDE SANDRA

GELORA.CO - SEBENARNYA, yang dikira sebagai sifat sombong dan "sok jago" Rizal Ramli (RR) oleh sekalangan orang, menurut kami hanya suatu bentuk kepercayaan diri yang terlalu tinggi.

Dan jelas kepercayaan diri yang tinggi adalah modal RR dapat sampai ke titik ini dalam kehidupannya.

Harus diketahui, RR kecil memulai langkahnya dari kondisi nyaris sebatang kara, usia 8 tahun sudah yatim piatu dan hanya diasuh neneknya yang buta huruf di Bogor.

Remaja RR membantu nafkah neneknya dengan beternak ayak kecil-kecilan di belakang rumah. Meski tidak seberuntung teman-temannya secara ekonomi, di sekolah sejak SD hingga SMA, RR selalu menjadi yang terbaik di kelas. Prestasi inilah yang kemudian mengantarnya diterima di ITB.

Saat mulai kuliah di jurusan Fisika ITB, RR terpaksa cuti satu semester untuk menjadi mandor percetakan agar bisa bayar uang pangkal kuliah. Selanjutnya, untuk biaya hidup RR selama kuliah mengandalkan kemampuan bahasa inggrisnya dengan bekerja sebagai penerjemah dan guru bimbingan belajar di Bandung.

Susah membayangkan, kesombongan dapat lahir dari perjalanan masa kecil hingga pemuda seperti yang dialami RR tersebut.

Lalu darimana kemudian datangnya mental jagoan, kepercayaan diri yang sangat tinggi yang dimiliki RR?

Ceritanya, pada suatu ketika dirinya sebagai mahasiswa pernah mendapatkan kesempatan pergi ke Jepang. RR terkagum-kagum pada gerak maju negeri Jepang pada era tersebut, sekitar pertengahan tahun 1970-an.

Saat itu Jepang baru saja mengakhiri era pertumbuhan ekonomi double dijit selama sepuluh tahun, industri kecil rumahan berkembang pesat mensupport industri besar yang menjadi jago dunia, tidak ada buta huruf dan anak putus sekolah, dan pertaniannya mampu swasembada meski ketersediaan lahan di negara tersebut terbatas (bila dibandingkan Indonesia).

Kembali ke Indonesia, RR berikrar untuk mewujudkan Bangsa Indonesia yang dapat mengejar kemajuan Bangsa Jepang. Sejak saat itu, kehidupan RR diabdikan untuk memenuhi ikrarnya bagi Indonesia (sampai sekarang, 45 tahun setelah saat itu, kita masih sering dengar di berbagai pidatonya, RR mengeluhkan pertumbuhan ekonomi Indonesia belum pernah double dijit seperti Jepang di masa jayanya).

Sungguh suatu cita-cita yang mulia untuk anak muda yang baru berusia 20-an awal. Kondisi seperti itulah yang, mau tidak mau, melahirkan kepercayaan diri yang tinggi dan sikap mental jagoan dalam dirinya. Jagoan dalam makna yang positif tentunya: kita pasti sanggup mengejar negara maju!

Langkah pertama yang dilakukan RR untuk dapat mewujudkan ikrarnya bagi Bangsa adalah dengan mengenal rakyatnya. Turun ke bawah (turba) dari menara gading kampusnya yang nyaman menuju gubuk-gubuk rakyat, menjadi orang pergerakan. Bersama seorang temannya sejak di SMA hingga di ITB, yang bernama Irzadi Mirwan (almarhum), RR berekspedisi ke kantung-kantung kemiskinan di sepanjang pantai utara Jawa, Bali, dan Lombok. 

Pada suatu perhentian ekspedisi di Tegal, RR sempat hidup menumpang selama seminggu di sebuah bagan nelayan bersama seorang nelayan dan anaknya yang membantu kerja sang ayah. Anak nelayan tersebut, yang bernama Sugriwa, mengadukan nasibnya ke RR. Sugriwa sangat ingin mencicipi bangku sekolah, tapi tak kesampaian karena kemiskinan.

Ternyata ada sangat banyak "Sugriwa" lain, anak-anak Indonesia yang terpaksa putus sekolah, yang ditemukan RR sepanjang ekspedisinya. Menurut penelitian RR dan kawan-kawan pergerakan mahasiswa saat itu, terdapat sekitar 8 juta anak putus sekolah di seluruh Indonesia. Itulah yang mendorong RR dan kawan-kawannya membuat Gerakan Anti Kebodohan (selain disuarakan oleh Dewan Mahasiswa Se Indonesia, kalangan seniman seperti penyair WS Rendra dan sutradasa Sumanjaya mendukung gerakan ini dengan membuat film "Yang Muda Yang Bercinta" yang bertujuan mendesak pemerintah Orde Baru untuk menyelesaikan masalah pendidikan ini. Lima tahun kemudian, Orde Baru menjawabnya dengan mencangkan Wajib Belajar 6 tahun.

Dari cerita tentang ekspedisi ke kantung kemiskinan, kita dapat menangkap sifat kerendahan hati dari seorang RR. Seorang mahasiswa dari kampus terbaik di kota besar, yang seharusnya dapat menikmati kuliah dan pergaulan kampus, tapi bersedia hidup susah di gubuk miskin untuk mendengar kesusahan rakyat.

Sedangkan, dari Gerakan Anti Kebodohan, kita dapat menangkap suatu sifat kepercayaan diri yang luar biasa dari RR. Dirinya jelas saat itu bukan ekonom (RR memutuskan meninggalkan profesi fisikawan dan memilih profesi ekonom ketika sedang menjadi tahanan politik Orde Baru, ia menyadari ilmu ekonomi akan dapat membantu Bangsa Indonesia mengejar Negara Maju), tapi berani menyimpulkan data anak putus sekolah. Selain itu, dia sangat percaya diri  dan juga berani mendesak Orde Baru, yanh saat itu sedang kuat-kuatnya dan ganas-ganasnya, terutama terhadap segala bentuk gerakan protes kepada pemerintah.

Kepercayaan diri yang telalu tinggi juga lah yang kemudian memaksa pemerintah Orde Baru memenjarakan RR selama 1,5 tahun. Ini setelah sebelumnya di tahun 1978 bersama kawan-kawannya, RR menulis Buku Putih Perjuangan Mahasiswa yang mengkritik strategi pembangunan ekonomi dan gejala KKN Orde Baru (setelah Buku Putih, sebenarnya RR dan kawan-kawan ketika dalam pelarian dari kejaran Orde Baru juga sempat menulis Buku Biru, yang isinya merupakan solusi ekonomi politik Indonesia saat tahun 1978 itu).

Jadi, bila masih ada yang belum paham kenapa hingga saat ini RR tidak bosan-bosannya menyuarakan kritik, "jurus kepret", secara blak-blakan, jawabannya: RR sudah lebih 40 tahun melakukannya, kenapa sekarang harus berhenti? Toh, cita-cita membawa Indonesia menjadi bangsa maju belum tercapai.

Bukankah kita semua sepakat? Pemimpin Bangsa Indonesia memerlukan kepercayaan diri yg tinggi, memerlukan mental jagoan, agar bisa menghadapi pemimpin bangsa-bangsa besar seperti China dan AS, yg juga amat sangat percaya diri. Di sini lah kepercayaan diri RR yang sangat tinggi dibutuhkan Indonesia.

Sebagai penutup. Ada beberapa kisah yang juga menggambarkan sifat asali kerendahan hati RR.

Pertama, kesaksian dari seorang pengendara ojek online yang mangkal dan tinggal di kawasan yang sama dengan kediaman RR. Dia mengaku heran melihat RR sama sekali tidak terganggu dengan acara bazar/pasar rakyat rutin, yang lokasinya terpaksa menutup jalanan depan kediaman RR. Bila terpaksa harus pergi keluar rumah, karena mobil tidak dapat digunakan, tanpa ragu RR menggunakan ojek untuk sarana transportasi. Para tukang ojek ini heran karena kebiasaan seperti ini dilakukan oleh seorang yang berkali-kali menjabat.

Kedua, hanya yang menerimanya yang mengetahuinya. Selama puluhan tahun, RR telah membantu biaya pendidikan banyak sekali orang. Kadang, meskipun sedang tidak banyak tabungan, RR tetap berusaha membantu. Sebagian dari mereka yang dibantu, saat ini sudah menjadi tokoh publik, sebagian sudah menjadi profesional. Dapat dilihat, seberapa komitmen RR terhadap dunia pendidikan pemuda pemudi Indonesia. Hanya orang yang rendah hati lah yang masih ingin memajukan orang lain, karena dia merasa mungkin saja orang yang dibantunya ini akan lebih hebat dari dirinya.

Ketiga, kerendahan hati dan komitmen terhadap dunia pendidikan ini pun menurun pada anak-anak RR. Dua dari tiga anak RR adalah buktinya. Anak yang pertama adalah seorang guru sekaligus penggiat pendidikan alternatif, sejak kuliah aktif mengajar di kampung-kampung miskin di dekat kampusnya. Anak kedua, seorang wirausaha yang kegiatan usahanya adalah membantu biaya pendidikan bagi mahasiswa yang tidak mampu tapi berminat melanjutkan kuliahnya ke tingkat yang kebih tinggi. 

Yang terakhir, bila sudah kenal dengan pribadi RR cukup dekat, sehingga intens berkomunikasi, kita akan terkejut dengan cara berkomunikasinya yang sangat rendah hati dan mendidik. RR selalu menggunakan kata "maaf", "tolong", dan "terima kasih" dalam berbicara kepada siapapun orangnya, muda tua, kaya miskin, elit atau rakyat biasa, tanpa membeda-bedakan. Kata-kata ajaib yang menurut pakar pendidikan anak akan melatih anak-anak kita untuk berbesar hati mengakui kesalahan ("maaf"), menghargai orang lain ("tolong"), dan menunjukkan empati ("terima kasih"). [***]

Penulis adalah peneliti Lingkar Studi Perjuangan [rmol]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA