Di Balik Pujian Ksatria untuk Idrus Marham

Di Balik Pujian Ksatria untuk Idrus Marham

Gelora News
facebook twitter whatsapp

Oleh Ariady Achmad

Kasus korupsi PLTU Riau-1 meluap kemana-mana. Setelah Wakil Ketua Komisi VII DPR Eny Maulani Saragih dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo, kini kasus tersebut menjerat politisi Partai Golkar Idrus Marham. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Idrus sebagai tersangka. Dia juga diduga mendapat janji senilai US$ 1,5 juta dari proyek infrastruktur kelistrikan itu. Sungguh, sebuah jumlah yang sangat fantastis.

Dalam kasus ini, tidak bisa dipungkiri, kerja KPK sangat profesional. Publik layak memberi apresiasi. Penajaman dan pengembangan pokok perkara dilakukan secara mendalam.

Pada hari yang sama KPK menetapkan status tersangka, Jumat (24/8/2018), Idrus pun mengundurkan diri dari jabatan Menteri Sosial. Keputusan ini membetot perhatian elite dan publik. Sampai-sampai Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut pengunduran itu sebagai sikap ksatria.

Bagi saya, adalah hak setiap orang, setiap elite, dan setiap pejabat mengalirkan pujian. Namun, dalam perspektif saya, sudah sewajarnya Idrus mundur dari kabinet. Bahkan, seharusnya tindakan itu sudah dilakukan ketika Eny Saragih dijemput penyidik KPK di rumah dinas Idrus, Jumat 13 Juli 2018.

Apalagi, setelah penjemputan itu, KPK juga meminta keterangan Idrus. Ini menunjukkan bahwa kasus dugaan korupsi PLTU Riau-1 merupakan kasus yang sedang bergulir, bukan kasus baru.

Di sisi lain, saya mencoba melihat pengunduran diri Idrus dari perspektif kehati-hatian (pruden). Menjadi pertanyaan besar bagi saya, tentang kehati-hatian Partai Golkar saat menyodorkan nama Idrus untuk mengisi posisi Menteri Sosial. Sekadar mengingatkan, Golkar mengajukan nama Idrus kepada Presiden Jokowi untuk menggantikan Khofifa Indar Parawansa, yang mundur sebagai mensos karena mengikuti Pilgub Jatim.

Bisa saja, ketidakhati-hatian dibayar dengan pengunduran diri dari kabinet. Namun, mau tidak mau, suka tidak suka, penetapan status tersangka Idrus meninggalkan catatan bahwa pernah ada menteri dari Partai Golkar di Kabinet Kerja Jokowi yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi.

Menurut saya, catatan itu tak mudah dihapus begitu saja. Benar-benar tidak mudah. [tsc]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita