Beranikah KPK Sentuh Pendukung Jokowi?

Beranikah KPK Sentuh Pendukung Jokowi?

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO -  Sejumlah politisi pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena terindikasi dugaan kasus korupsi. Antara lain Ketua Umum PPP Ketua Umum PPP Romahurmuziy alias Romy dan Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB).

Sementara dugaan suap pengucuran Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) Kementerian Tenaga Kerja dan Tramigrasi pada 2011 atau juga dikenal kasus ‘Kardus Durian’ yang diduga melibatkan Ketua Umum Muhaimin Iskandar, akan dipelajari lembaga antirasuah itu. Beranikah KPK menyentuh semua pendukung Jokowi yang tersangkut dugaan kasus korupsi?

Menanggapi hal ini, Direktur Goverment Watch (Gowa) Andi W Saputra mengatakan, KPK harusnya berani untuk membidik siapapun jika terlibat dalam korupsi. Baik itu untuk pendukung penguasa atau bukan. Seperti yang dilakukan KPK saat ini yang memeriksa Romy terkait kasus dugaan suap usulan dana perimbangan keuangan daerah pada RAPBN-P 2018 yang telah menjerat empat tersangka yang saat ini telah mendekam di rutan KPK.

"Namun apakah pemeriksaan itu selanjutnya akan berlanjut pada penetapan tersangka itulah yang masih disangksikan oleh publik," kata Andi W Saputra kepada Harian Terbit, Kamis (23/8/2018).

Andi menuturkan, Romy, Muhaimin Iskandar, dan Gubernur NTB adalah satu di antara pihak dalam lingkar paling dalam Presiden Jokowi. Oleh karena itu tentunya penyidikan yang dilakukan KPK hanya sampai pada tahap pemeriksaan. Pemerintah beralasan andai mereka dilanjutkan dengan penetapan tersangka maka akan berpengaruh pada soliditas koalisi dan kepercayaan publik terhadap elektabilitas Jokowi.

Tidak heran, Muhaimin Iskandar yang diduga tersangkut kasus ‘Kardus Durian’, hingga kini kasusnya tidak jelas. Hal ini jelas menunjukkan tidak ada itikad dari KPK untuk menyelesaikan kasus tersebut secara tuntas. Oleh karenanya keberanian KPK terhadap mereka yang masuk lingkaran Istana hanya menjadi lips service saja. "Selama KPK masih kepanjangan tangan dari kekuasaan maka sampai kapanpun KPK takkan pernah berlaku independen," tegasnya.

Andi menilai, selama ini KPK disebut-sebut  bergantung pada kekuasaan. Oleh sebab itu, KPK harus benar-benar independen yang diawali dengan pola rekrutmen di mana Panitia Seleksinya (Pansel) bukan orang-orang yang ditunjuk oleh pemerintah tapi diserahkan sepenuhnya kepada konsultan asing independen. Sehingga merekalah pihak yang  akan melakukan rekrutmen komisioner KPK.

Sementara itu Wakil Ketua KPK Saut Situmorang membantah KPK membidik sejumlah tokoh seperti Rommy, Muhaimin, dan TGB untuk dijadikan tersangka. Alasannya, membidik seseorang untuk menjadi tersangka bukan style dari KPK.  

"Gak Boleh itu. Itu (membidik seseorang) bukan value atau stylenya KPK," tegas saat dikonfirmasi Harian Terbit, Kamis (23/8/2018). (Safari)

Dihubungi terpisah, Kadiv Advokasi dan Hukum DPP Partai Demokrat, Ferdinand Hutahean mengatakan, pihaknya pasti mendukung penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK untuk membersihkan Indonesia dari para koruptor. Siapapun dan apapun jabatannya. Begitu pun ketika KPK membidik seseorang yang diduga terlibat korupsi.Namun demikian, KPK juga harus berhati hati dengan azas praduga tak bersalah.

"Kita dukung KPK agar berani tanpa pandang bulu menegakkan hukum. Berkaca pada kasus Setya Novanto, sepertinya KPK akan berani," ujar Ferdinan kepada Harian Terbit, Jumat (24/8/2018).

Ferdinan juga menegaskan, untuk penegakan hukum maka siapa pun harus mendukung langkah KPK. Termasuk juga terhdap Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mendukung KPK dengan tidak membela siapapun teman koalisinya. Sementara untuk Muhaimin Iskandar yang diduga terlibat kasus kardus durian, Feedinand menuturkan, sesuai keterangan mantan Ketua MK Mahfud MD bahwa kasus tersebut sepertinya masuk peti es.

"Dari keterangan Mahfud MD kan publik jadi menduga duga bahwa kasus ini memang sedang berada dalam peti es," paparnya.

Dalami

KPK mendalami aliran dana ke PPP dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah pada RAPBN Perubahan tahun anggaran 2018.

"Ditanya soal penyitaan uang di salah satu rumah fungsionaris PPP dan saya memang tidak tahu karena yang bersangkutan kan menjalankan bisnis-bisnis yang di luar urusan partai," kata Ketua PPP Romahurmuziy alias Romi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Romi diperiksa untuk dua tersangka, anggota Komisi XI DPR dari fraksi Partai Demokrat Amin Santono dan Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Direktorat Jenderal Keuangan Kementerian Keuangan Yaya Purnomo.

KPK sudah menyita uang Rp1,4 miliar dari kediaman Wakil Bendahara Umum PPP Puji Suhartono.

Tapi Romi mengaku tidak tahu sama sekali mengenai asal uang maupun rencana penggunaan uang tersebut. "Sama sekali saya tidak tahu (soal uang) dan lebih ditanya bagaimana proses muktamar islah, bagaimana sampai salah satu fungsionaris yang diperiksa itu menjadi fungsionaris di DPP, lebih kepada itu," ungkap Romi.

TGB

Sebelumnya Ketua KPK Agus Raharjo membenarkan, penyidiknya memeriksa Gubernur NTB TGB beberapa waktu lalu. Meski tak merinci pemeriksaan TGB atas perkara apa, namun ia memastikan perkara itu adalah perkara lama.  

"Iya, itu kasus lama," ujar Agus ketika dijumpai di rumah dinas Ketua DPR RI Bambang Soesatyo, Kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan, Senin (28/5/2018).

Ketika ditanya kembali apakah TGB diperiksa atas sebuah dugaan perkara saat dirinya menjabat sebagai Gubernur NTB, Agus menampiknya. "Enggak, enggak. Enggak ada kaitannya," ujar Agus dilansir Kompas.com.

Gubernur NTB diperiksa penyidik KPK selama satu jam di Markas Polda NTB. "Itu proses klarifikasi, saya pikir dalam banyak hal. KPK akan melakukan klarifikasi terhadap informasi informasi atau masukan dari masyarakat," ujar Madji saat ditemui di Pendopo Gubernur Minggu (27/5/2018). "Kami merespons dengan baik. Kita commited untuk mendukung penegakkan hukum, jadi begitu ya," lanjut TBG.

Kardus Durian

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Saut Situmorang mengatakan, akan mempelajari kasus dugaan suap pengucuran Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) Kementerian Tenaga Kerja dan Tramigrasi pada 2011 atau juga dikenal kasus ‘Kardus Durian’.

Kasus tersebut diketahui menyeret nama mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.

Ketua Umum PKB itu disebut-sebut akan menerima jatah uang sebesar Rp1,5 miliar yang dimasukan dalam ‘kardus durian’ itu.

“Coba saya pelajari dulu ya seperti apa itu kasusnya,” kata Saut, saat dikonfirmasi, Kamis (5/4/2018).

Menurut Saut, pihaknya perlu berhati-hati mengusut keterlibatan pihak lain dalam kasus ini, terutama yang berkaitan dengan Cak Imin.

“Karena sebut-menyebut nama yang makin fenomenal itu harus kami sikapi dengan kehati-hatian. Namun harus firm dan prudent tentunya,” imbuh Saut.

Usut Tuntas

Indonesia Corruption Watch (ICW) mendorong KPK  kembali mengusut tuntas kasus ‘Kardus Durian’. “KPK harus telusuri dan jerat para pihak yang diduga terlibat dalam suatu perkara korupsi, siapapun orangnya,” kata anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Lalola Easter, Rabu (4/4/2018).

Kasus ‘Kardus Durian’ bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang dilakukan kepada pejabat di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, pertengahan 2011. Sebanyak tiga orang diamankan dalam operasi senyap itu.

Ketiga orang itu adalah Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan, Pembangunan Kawasan Transmigrasi (Ditjen P2KT) I Nyoman Suisnaya, Kabag Program Evaluasi di Ditjen P2KT Dadong Irbarelawan, dan seorang kuasa direksi PT Alam Jaya Papua Dharnawati.

Dalam proses penyidikannya, Cak Imin disebut-sebut akan menerima jatah uang sebesar Rp1,5 miliar yang dimasukan dalam ‘kardus durian’ itu. Uang itu diamankan penyidik KPK saat OTT.

Hal itu sebagaimana termuat dalam Berita Pemeriksaan Acara Pemeriksaan (BAP) dan dalam putusan salah satu terdakwa. Meski tiga terdakwa dalam kasus tersebut telah divonis, Cak Imin masih belum tersentuh. [htc]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita