Terdakwa Kasus Azan di Tanjung Balai Menangis Saat Sidang

Terdakwa Kasus Azan di Tanjung Balai Menangis Saat Sidang

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Masih ingat kasus kerusuhan bernuansa SARA yang terjadi di Tanjung Balai dua tahun lalu? Kasus dengan terdakwa Meiliana itu kini diadili di Pengadilan Negeri Medan.

Pada persidangan Selasa (3/7), terdakwa Meiliana yang berusia 44 tahun didakwa dengan pasal 156 dan Pasal 156A KUHP. Meliana adalah pemicu konflik karena memprotes suara azan.

Sidang perdana Meiliana sudah digelar pada Selasa (26/6) lalu. Dalam persidangan kedua, Meliana menangis saat duduk di kursi pesakitan.

Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebutkan, kerusuhan itu bermula saat Meiliana mendatangi tetangganya di Jalan Karya Lingkungan I, Kelurahan Tanjung Balai Kota I, Tanjung Balai Selatan, Tanjung Balai, Jumat pagi 22 Juli 2016.

Dia berkata kepada tetangganya. “Kak tolong bilang sama uwak itu, kecilkan suara mesjid itu kak, sakit kupingku, ribut” kata terdakwa sambil menggerakkan tangan kanannya ke kuping kanan.

Permintaan Meiliana disampaikan ke BKM Al Makhsum. Jumat (29/7) sekitar 19.00 Wib, pengurus masjid mendatangi kediamannya dan mempertanyakan permintaan perempuan itu.

“Ya lah, kecilkanlah suara mesjid itu ya, bising telinga saya, pekak mendengar itu,” jawab Meiliana.

Terjadi argumen antara pengurus masjid dengan Meiliana saat itu. Lalu, suami Meiliana mendatangi Masjid untuk minta maaf. Sayangnya, kabar suara azan yang diprotes itu cepat terdengar warga lainnya.

Sekitar pukul 21.00 WIB, kepala lingkungan setempat membawa Meiliana dari rumahnya ke kantor kelurahan. Hingga pukul 23.00 WIB warga makin ramai.

Warga mulai melempari Meiliana. Kejadian itu semakin meluas. Massa yang makin beringas melakukan pengrusakan terhadap vihara di kota itu.

Meiliana kemudian dilaporkan ke polisi. Sampai-sampai, Komisi Fatwa MUI Provinsi Sumut membuat fatwa tentang penistaan agama yang dilakukan Meiliana.

Dua tahun berselang, perempuan keturunan Tionghoa itu mendekam di Rutan Tanjung Gusta Medan, sejak Mei 2018.

Dalam sidang tadi, eksepsi Meiliana dibacakan Penasihat Hukumnya Ranto Sibarani. Mereka mempertanyakan penerapan Pasal 156 dan 156A pada perkara ini.

"Perbuatan yang mana, apakah kejadian 22 Juli atau 29 Juli 2016?” tanya Ranto di hadapan majelis hakim yang diketuai Wahyu Prasetyo Wibowo.

Ranto menyatakan, pada 22 Juli 2016, terdakwa hanya bertanya kepada tetangganya soal suara azan masjid yang semakin besar.

“Jadi tidak ada maksud tertentu lainnya,” katanya.

Lalu pada 29 Juli 2016, itu rumah terdakwa didatangi perwakilan warga mempertanyakan maksud dari pertanyaannya. Menurut Ranto, hal itu kemudian memicu kesalahpahaman hingga berbuntut kejadian pembakaran klenteng dan vihara.

Ranto meminta agar majelis hakim memutuskan perkara itu seadil-adilnya. Dia meminta agar Meiliana dibebaskan dari seluruh dakwaan jaksa.

Setelah mendengarkan eksepsi terdakwa, majelis hakim menunda persidangan. Sidang akan dilanjutkan Rabu (10/7) pekan depan dengan agenda mendengarkan jawaban jaksa atas eksepksi terdakwa.[jpc]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita