Sindir Pimpinan Lembaga Survei, Said Didu: Ini Cara Alihkan Kesalahan

Sindir Pimpinan Lembaga Survei, Said Didu: Ini Cara Alihkan Kesalahan

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Mantan staf khusus Menteri ESDM, Muhammad Said Didu, turut menanggapi pernyataan seorang pimpinan lembaga survei.

Tanggapan tersebut ia sampaikan melalui akun Twitter, @saididu, yang diunggah pada Rabu (4/7/2018).

Said Didu mengatakan jika ada seorang pimpinan lembaga survei yang memviralkan perbandingan hasil quick count vs real count.

Menurut Said Didu, publik tidak mempersoalkan terkait perbandingan hasil Pilkada, melainkan perbedaan yang mencolok antara quick count sebelum dan sesudah Pilkada.

Said Didu menyatakan jika pernyataan yang disampaikan oleh pimpinan lembaga survei itu merupakan cara mengalihkan sebuah kesalahan.

Hingga berita ini diturunkan, Said Didu tidak mengatakan siapa pimpinan lembaga survei yang ia maksud.

"Ada pimpinan lembaga Survey yg sdh viralkan perbandingan hasil Quick Count vs Real Count pdhl yg dipermasalahkan publik adalah perbedaan menyolok antara hsl Survey bbrp hari sblm pilkada vs quick count.

Ini cara alihkan kesalahan," tulis @saididu.

Dalam laman Twitternya, Said Didu juga mengunggah ulang pernyataannya beberapa waktu lalu mengenai hasil survei yang bias.

Menurut Said Didu, perbedaan yang terlalu besar disebabkan oleh kesalahan metodologi.

"Bias hasil survey dg hasil nyata yg terlalu besar bisa disebabkan krn kesalahan metodologi. Kesalahan metodologi bisa karena :

1) ketidakmampuan membuat rancob atau

2) kesengajaan.

Penyebab 1) itu KEBODOHAN, penyebab 2) itu KEBOHONGAN statistik dan KEBOHONGAN inilah yg kejahatan," ujar @saididu.

Postingan Said Didu

Sebelumnya, Said Didu juga sempat menyoroti mengenai hasil survei.

Di mana ia membahas mengenai kesalahan hingga rekayasa sebuah survei demi kepentingan subyektif pelaku survei.

Berikut petikan pernyataan Said Didu dalam akun Twitternya.

"22. #Survey. Terdapat 3 penyebab terjadinya bisa anatara hasil survey dg hasil perhitungan: 1) “perkayasaan” metode survey, 2) kesalahan metodologi yg tdk disengaja, dan 3) perubahan perilaku populasi yg sangat drastis setelah survey dilaksanakan.

23. #Survey. “Perkeyasaan” hasil survey dilakukan dg seakan ilmiah dg cara mengarahkan rancangan penelitian, rancangan pertanyaan, dan sampel yg dipilih untuk menguntungkan pihak yg “memesan” survey. Cara inilah yg murni KEBOHONGAN gunakan statistik sebagai alat.

24. #Survey. Bias jenis kedua bisa terjadi adalah kesalahan rancangan penelitian, rancangan pertanyaan, dan pengambilan sampel yang salah. Bias yg seperti ini disebut KEBODOHAN lembaga survey atau peneliti. Ini merugikan semua pihak.

25. #Survey. Bias jenis ketiga adalah terjadinya perubahan drastis prilaku populasi setelah dilakukan survey. Ini sangat mungkin terjadi. Jika ini terjadi maka surveyor harus membuka asumsi2 yg digunakan saat survey dilakukan apakah mmg terjadi perbedaan signifikan.

26. #Survey. Untuk menilai profesionalisme lembaga survey dilihat seberapa jauh kemampuan menghindari bias jenis 2 dan 3. Sedangkan KREDIBILITAS dilihat seberapa jauh surveyor atau peneliti untuk tidak melakukan rekayasa penelitian - bisa 1

27. #Survey. Setiap pengumuman hasil survey selalu disajikan : 1) jumlah sampel, 2) metode sampling, 3) hasil survey, 4) marjin error, 5) kata2 : jika pemilihan dilakukan hari ini maka hasilnya ...... inilah salah satu cara disclaimer lembaga survey.

28. #Survey. Semua pengumuman tersebut tdk bisa membuka apakah survey tersebut dilakukan secara obyektif atau krn pesanan atau tujuan subyektif krn survey yg direkayasa atau tidak metode statistiknya seakan sama saja - cuma beda dalam rancangan dan proses samplingnya.

29. #Survey. Dalam demokrasi kapitalis atau istilah saya #demokrasicukong, terdapat 4 faktor penentu kemenangan : 1) pemodal, 2) lembaga survey, 3) Media Massa, dan 4) pemilih. Pemilih bisa diarahkan lewat faktor 1, 2, 3 dan/atau lewat kekuasaan.

30. #Survey. Dengan posisi spt itu, banyak pihak yg bersedia membayar lembaga survey yg bisa direkayasa untuk digunakan sbg : 1) mencari cukong, 2) mengarahkan pemilih, 3) membangkitkan semangat tim, 4) “mengancam” penyelenggara agar sejarah dg hasil survey.

31. #Survey. Yang manjadi masalah utama adalah bhw tidak sedikit lembaga survey bertindak sebagai konsultan politik calon. Jika ini terjadi maka sangat sulit dipercaya bhw lembaga survey tsb bersifat obyektif dan netral.

32. #Survey. Jika ada lembaga survey lebih bangga mengumumkan kesesuaian perkiraan kemenangan calon hasil survey dg hasil perhitungan nyata maka dapat diduga bhw lembaga tersebut lbh berperan sebagai konsultan politik bertopeng lembaga survey.

33. #Survey. Hasil survey yg ramai dibicarakan setelah pilkada adalah perbedaan sangat jauh antara hasil survey lembaga survey sblm pilkada dengan hasil Quick count di Jawa Tengah dan Jawa Barat khusus by perolehan suara pasangan SS-IF (Jateng) dan pasangan Asyik (Jabar).

34. #Survey. Pembelaan para lembaga survey atas terjadinya SUPERBIAS adalah bhw terkaget dengan hasil tersebut. Sebagai lembaga dan peneliti profesional, alasan tersebut tidak cukup. Kalaupun ada perubahan prilaku dalam hitungan bbrp hari sblm pilkada hrs bisa dijelaskan.

35. #Survey. Beberapa hasil Survey lembaga Survey dan @hariankompas bbrp hari sblm pilkada menunjukkan bhw perolehan suara pasangan SS-IF hanya belasan % - hasil QC lbh 40%. Thdp pasangan Asyik diperkiran di bawah 10% - hasil QC lbh 30%. Apa masalahnya ?

36. #Survey. SUPERBIAS bisa terjadi krn 3 kemungkinan : 1) survey rekayasa/pesanan, 2) kesalahan metodologi, 3) kepentingan subyektif lembaga survey, dan 4) terjadi perubahan drastis perilaku pemilih. Apapun jadi penyebabnya KREDIBILITAS lembaga survey perlu dipertanyakan.

36. #Survey. SUPERBIAS bisa terjadi krn 4 kemungkinan : 1) survey rekayasa/pesanan, 2) kesalahan metodologi, 3) kepentingan subyektif lembaga survey, dan 4) terjadi perubahan drastis perilaku pemilih. Apapun jadi penyebabnya KREDIBILITAS lembaga survey perlu dipertanyakan.

37. #Survey. Tidak salah menggunakan lembaga survey dalam pilpres, pileg, dan pilkada yang masalah adalah jika lembaga survey menggunakan metode statistik tidak sesuai dengan kaidah dasar penggunaan ilmu statistik yaitu KEJUJURAN, PROFESIONALISME, dan ETIKA lembaga survey.

38. #Survey. KEJUJURAN dibangun dg tdk merekayasa rancangan penelitian, pertanyaan, dan sampling utk menguntungkan pihak yg didukung dan sebaliknya. PROFESIONALISME dibangun bhw pelaksanaan sesuai kaidah2 penelitian uraian hasil survey tdk ada tambahan penafsiran di luar hasil.

39. #Survey. ETIKA dibangun dari kemampuan mejaga batasan profesi sebagai lembaga atau surveyor dan tidak merangkap sebagai konsultan politik. Ini penting sebagai cara untuk menjaga obyektifitas penggunaan metode statistik.

40. #Survey. Sebagai penutup agar semua pihak menyadari pesan Guru Besar Ilmu Statistik IPB utk hindari berlindung BERBOHONG dibalik bungkus metode statistik dan pesan salah seorang PM Inggeris bhw salah satu sumber KEBOHONGAN bisa berasal dari statistik. Smg bermanfaat," tulis Said Didu.


BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita