Pelantikan Kepala Daerah Tersangka Korupsi Melawan Akal Sehat

Pelantikan Kepala Daerah Tersangka Korupsi Melawan Akal Sehat

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Mendagri Tjahjo Kumolo tetap akan melantik pasangan calon kepala daerah terpilih di Pilkada 2018 meski berstatus tersangka korupsi. Tapi, pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan pelantikan tahanan korupsi bisa mencederai demokrasi dan peradaban manusia.

"Tidak ada pembenaran apapun secara sosiologis melantik seorang tahanan koruptor," kata Abdul kepada Okezone, Senin (2/7/2018).

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada menyebutkan bahwa kepala daerah terpilih yang menjadi tersangka tetap bisa dilantik. Sedangkan pemberhentian sebagai kepala daerah dapat dapat dilakukan bila status hukum yang bersangkutan telah telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan.

"Jika ini dilakukan meskipun kemudian diberhentikan lagi, tetap telah menciderai demokrasi dan peradaban kita sebagai manusia," jelas Fickar.

Namun demikian, ia menilai ketentuan hukum dalam UU Pilkada telah melawan akal sehat, lantaran menyertakan aturan yang memperbolehkan kepala daerah tersangka dapat dilantik.


"Hukum itu harus logis, masuk akal bahkan seharusnya tidak bertentangan dengan kewajaran dan kepantasan," tandas Abdul.

Dia mengusulkan sebaiknya Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Perppu untuk membatalkan ketentuan yang membolehkan seorang tersangka dilantik menjadi kepala daerah.

"Pemberantasan korupsi harus zero toleransi, karena itu tidak boleh juga tersangka dilantik menjadi kepala daerah," tegas Abdul.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo sebelumnya menegaskan dirinya akan tetap melantik kepala daerah yang memenangkan Pilkada Serentak 2018, meskipun yang bersangkutan menyandang status tersangka.


"Tersangka calon pilkada yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap akan dilantik sesuai jadwal pelantikan yang telah ditentukan. Posisinya bisa berubah kalau sudah ada ketentuan hukum tetap,"kata Tjahjo dalam keterangan tertulisnya, Jumat 29 Juni 2018.

Beberapa calon kepala daerah yang berurusan dengan KPK unggul di Pilkada Serentak 2018 berdasarkan hasil hitung cepat (quick count). Salah satunya ialah pasangan calon petahana Bupati Tulungagung Syahri Mulyo-Maryoto Bhirowo.

Syahri merupakan tersangka dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan suap sebesar Rp 1 miliar dari pengusaha terkait proyek infrastruktur peningkatan jalan pada Dinas PUPR Kabupaten Tulungagung. [oke]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita