Makan 2 Kali Sehari Jadi Ukuran, Program Pengentasan Kemiskinan Jokowi Gagal!

Makan 2 Kali Sehari Jadi Ukuran, Program Pengentasan Kemiskinan Jokowi Gagal!

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Program pengentasan kemiskinan yang digalakkan pemerintahan Jokowi dianggap gagal, lantaran hanya mengukur status orang miskin dari kemampuan makan dua kali sehari.

Sekretaris Jenderal Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) Dika Moehammad menuturkan, jika ukuran orang miskin hanya dari ketidakmampuan memenuhi makan dua kali sehari, maka program-program pengentasan kemiskinan diyakini sudah salah sasaran dan menimbulkan kegagalan.

Badan Pusat Statistik (BPS) telah menyampaikan bahwa jumlah penduduk miskin Indonesia berkurang.

"Ya jelas saja berkurang, karena metode menghitung jumlah penduduk Miskin di Negeri ini penuh akal-akalan. Masa yang disebut miskin kalau dalam sehari hanya mampu makan dua kali? Ukuran apaan itu?" ujar Dika dalam keterangannya.

Lihat saja, kata dia, garis kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS hanya mencukupi kebutuhan satu kali makan sehari untuk satu orang. Jadinya, setiap orang yang sehari mampu makan dua kali, dinyatakan tidak masuk dalam kategori orang miskin.

"Dengan begini tidak perlu dicatat sebagai sasaran penerima program pengentasan kemiskinan," ujarnya.

Jelas sekali, lanjut dia, perhitungan macam ini tidak masuk akal. “Masa iya, orang yang mampu makan dua kali sehari dianggap tidak miskin? Dan tidak perlu menerima program dari pemerintah, agar kesulitan hidupnya dapat diatasi. Ini benar-benar gila," kritik Dika.

Dia menerangkan, garis kemiskinan versi pemerintah Rp 401.220 per bulan atau bila dikonversi menjadi 0,95 dolar AS per hari. Ukuran ini jauh di bawah standar resmi garis kemiskinan internasional yang ditetapkan Bank Dunia, yakni sebesar 2 dolar AS per hari. Bila dikonversi menjadi Rp 840 ribu per bulan, maka terdapat lebih dari 100 juta jiwa atau 39 persen penduduk Indonesia masuk ketegori miskin.

"Sebegitu banyaknya orang miskin Indonesia, kok bisa-bisanya dibilang turun jumlahnya? Malah cuma diukur dari kemampuan makannya kurang dari dua kali sehari," ujar Dika.

Belum lama ini Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani bangga memamerkan data statistik kemiskinan terbaru yang dirilis BPS. Sri Mulyani mengklaim bahwa capaian itu yang pertama dalam sejarah.

Sri Mulyani menyebut, persentase kemiskinan pada Maret 2018 tercatat sebesar 9,82 persen terhadap jumlah penduduk. Angka tersebut turun dari persentase pada September 2017 yang mencapai 10,12 persen.

Menurutnya, beberapa era pemerintahan sebelumnya belum pernah berhasil menurunkan angka kemiskinan hingga di bawah 10 persen terhadap jumlah penduduk.

Sri Mulyani sempat menyinggung pemerintahan Soeharto yang baru mendekati angka 10 persen saat sudah memasuki repelita kelima, tapi harus terkena hantaman krisis moneter pada 1998 yang mengakibatkan angka kemiskinan melonjak ke kisaran 24 persen pada 1998. Capaian terbaik Orde Baru hanya mencapai 11,3 persen dari jumlah penduduk.

Begitu pun saat masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sri Mulyani mengklaim, saat dirinya menjabat menkeu di era SBY, angka kemiskinan kala itu berada stagnan di kisaran 14-17 persen.

“Jadi menurunkan angka kemiskinan di bawah 10 persen ini merupakan pencapaian tersendiri. Kami ingin menurunkannya lebih lanjut,” ujar Sri Mulyani. [rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita