Fahri Hamzah: Jangan Hanya Jadi Penggembira Semasa Tokoh Tumpangan Kalian Berkuasa

Fahri Hamzah: Jangan Hanya Jadi Penggembira Semasa Tokoh Tumpangan Kalian Berkuasa

Gelora News
facebook twitter whatsapp


www.gelora.co – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fahri Hamzah menuliskan catatannya mengenai angkatan 98.

Dilansir TribunWow.com, hal tersebut disampaikan Fahri Hamzah melalui akun Twitternya yang diunggah pada Sabtu (2/6/2018).

Dalam catatannya, Fahri Hamzah sempat menyinggung sejumlah hal.

Seperti perubahan pasca reformasi, hikmah demokrasi, hingga adanya syndrom kegenitan kaum intelektual saat ini.

Tak hanya itu, Fahri Hamzah juga membahas mengenai oposisi yang dituding dimasuki paham yang mentolerir radikalisme.

Berikut pernyataan lengkap Fahri Hamzah.

“Saya ingin membuat catatan kecil dari peringatan #20TahunReformasi yang baru lewat.

Sebagai bentuk refleksi kepada generasi #Angkatan98 yang sedang banyak ambil bagian dalam politik.

Sebagian sedang mencari bentuk dan sebagian mapan.

Setelah #20TahunReformasi tentu banyak Yang telah berubah. Generasi pun akan berubah. 
Sehingga kita #Angkatan98 juga harus mau di-evaluasi untuk mendudukkan peran secara lebih sempurna, paling tidak lebih positif.

Kita tidak boleh alpa, lupa atau berpura-pura bahwa tak ada masalah dan penyimpangan dalam cara sebagian Kita bekerja. 
Ada yg bahkan nampak tidak komit lagi dengan apa yang dahulu diperjuangkan.

Sebuah generasi gagal berpikir berkelanjutan. #Angkatan98

Salah satu berkah dari reformasi adlh bhw kita kini hidup di alam demokrasi.

Sampai di sini patutlah kita menjura pd #Angkatan98 dr elemen manapun, bhw merekalah triger penakluk rezim orba.

Klaim sepihak itu biasa karena ini kerja raksasa. Tak mungkin sendiri.

Dan salah satu hikmah dr demokrasi adlh bhw kini kita bebas berbicara apa saja.

Bg mrk yg pendidikan rendah, demokrasi beri peluang utk mencaci maki realitas, sprt lagu iwan fals, “doa doa apa saja, caci maki apa saja”

Bagi mrk yg beruntung berpendidikan tinggi, demokrasi beri peluang untuk analisis dn kritisi apa saja,

Kehidupan jadi
laboratorium tak terbatas tuk uji coba ilmu. kelemahan pemerintahan mjd terbuka di depan mata
ketika kita bebas suarakan pikiran.

Berkat demokrasi, berbagai
persoalan bernegara menemukan jalan pengungkapannya.

Jalan pengungkapan inilah setidaknya ruh utama dr reformasi yg harus dijaga oleh mrk yg pernah hadir dlm timeline sejarah reformasi.

Sekronis apapun masalah hari ini, meski pembelahan terjadi akibat setiap kita telah tersebar mengambil jalan masing2, tp satu hal bhw tak ada jalan mundur ke belakang.

Kita tak mungkin kembali ke era otoritarian.

Alam demokrasi ini harus kita jaga. 
kita tak boleh membiarkan bangsa ini terkungkung kembali dlm pembungkaman, kita harus menikmati perbedaan dan kontestasi ide seluruh anak bangsa.

Mind set itu tak boleh berubah

Terkait pembelahan, Tahun 98 kita juga tidak satu, pilihan isu taktispun berbeda2 dlm tiap aksi, kita lahir dr berbagai latar pemaknaan ketertindasan yg berbeda.

Kita hanya disatukan oleh satu isu bersama yaitu bhw rezim otoritarian hrs diakhiri.

Maka demikian dgn pilihan jalan setelahnya, ada yg langsung mengambil bagian dgn ikut partai, mendirikan partai sendiri, dan ada jg yg setia di parlemen jalanan. itulah pilihan.

Tapi kita tetap teran dengan pilihan kawan2.

Pilihan ini tentu kembali pd ragam latar masing2, Ada yg memang lahir dr kritisisme formasi sosial lama dan kembali ke formasi sosialnya utk memberi narasi baru. atau ada yg berusaha membangun blok sosial historis baru. Terserah, itu pilihan dewasa kita.

Hal itu lumrah, krn tiap pengelompokan sosial politik diindonesia memiliki sejarah panjang dan pemaknaan sendiri2 atas sejarah ketertindasannya, setidaknya ada 3 geneologi gerakan di indonesia, yaitu Islam, Nasionalis dan sosialis.

Kita tak mungkin menghilangkan eksistensi satu dr yg lainnya, Dan Saya termasuk yg dilahirkan dalam tradisi kritisisme Islam.

Pergulatan M. Natsir semisal adalah pelajaran bagi kami dimana sejarah membacakan kami dlm ingatan negara dan agama tetap ada.

Namun sangat disayangkan hari ini krn ada syndrom kegenitan kaum intlektual yg terlambat memaknai pentingnya arti gerakan kaum muda #Angkatan98 itu dalam ikut mengambil bagian memberi arti dalam kekuasaan.

Mereka alih alih memberi narasi substantif agar perdebatan sesama anak bangsa melahirkan lompatan kualitatif maju bagi sejarah dgn mjd faksi kritis di dalam kekuasaan, mereka justru membangun istana kekuasaan yg dulu mereka kritik dan robohkan.

Bukan cuma itu, Oposisi sbg prasyarat maju dalam negara demokrasi mereka rusak dgn politik labeling bhw kelompok oposisi dimasuki oleh paham yg mentolelir radikalisme.

Mereka menghindari perdebatan. Seperti penyakit rezim yg mereka tumbangkan.

Seperti menggantang asap mrk berusaha berselancar mengambil untung menjatuhkan lawan dgn memainkan hororisme yg sdng menghantui masyarakat.

Mereka terbawa arus bagaimana mempertahankan kekuasaan dengan cara kasar.

Lalau mereka memfitnah Partai yang sudah 4 kali ikut pemilu sbg kelompok yang menternak radikalisme.

Sementara aku melihat sebagian dr mereka yang bersuara adalah juga anggota partai politik yang akan ikut berkontestasi dalam pemilu.

Padahal UU terorisme telah kita lahirkan, dan aku menjura pada aktivis dan lembaga2 yg konsen dgn isu HAM bhw mereka tetap kritis dan rasional mengawal cara pandang atas kemanusiaan dlm perdebatan dan proses politik melahirkan revisi UU terorisme.

Kita bisa melihat bgmn catatan kritis dalam policy paper Komnas HAM dan NGO HAM lainnya yg tidak terpengaruh untuk merubah cara pandangnya tentang pentingnya arti manusia, dan menolak reduksi hanya krn situasi politik kekuasaan dn oposisi.

Menghacurkan moralitas gerakan yg kritis terhadap kekuasaan dgn politik labeling menghubungkannya dgn kelompok teroris adalah petaka demokrasi bg kaum muda dan intlektual dlm membangun posisi tawar.

Anak anak muda memang harus lebih banyak terlibat mengambil bagian dalam pemerintahan dan kekuasaan, sejarah mendidik mereka dgn cara yg berbeda, maka seharusnya mereka menjadi jembatan bg terciptanya rational critical public discourse yg sehat. #AirlanggaHartartoWapres

Indonesia akan terus memerlukan kelompok kritis meski sudah dipimpin orang suci sebab kelompok kritis diperlukan untuk menstrukturisasi percakapan publik dengan narasi yg berkualitas.

Itu tugas sejarah yg harus dipelihara oleh #Angkatan98.

Jadi, kepada kalian yang sedang berkuasa, berkuasalah memakai ide jangan memakai kepal tinju saja seperti demonstran pinggir jalan.

Atau jangan sampai isu demonstran lebih kuat dari isu kalian yg sedang berkuasa. Malapetaka!

Atau kalau mau berkuasa bangunlah kekuatan secara nyata. Jangan hanya jadi penggembira semasa tokoh tumpangan kalian berkuasa.

Tapi kelak hilang ditelan massa. Bangunlah basis argumen karena ide akan kekal. Kekuasaan bisa sirna.



Dalam demokrasi kita, umur kekuasaan hanya 5 tahun. Dan setelah 17 April atau atau putaran kedua 21 Agustus 2019 tahun depan semuanya akan nampak baru. Semua akan nampak semu. Maka rendah hatilah.

Hanya itu catatan tersisa dari #20TahunReformasi yang baru kita lalui. #Angkatan98 harus nampak tetap wajar mewarisi sikap yang benar mau di dalam atau di luar kekuasaan. Demokrasi kita mahal jangan dikorbankan. Sekian,” tulisnya.



[tn]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA