Jejak Empat Utusan Nabi Muhammad di Cina

Jejak Empat Utusan Nabi Muhammad di Cina

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co -  Islam sudah masuk ke Cina pada zaman Nabi Muhammad SAW. Itu fakta sejarah.

Hal itu terungkap dari jejak kedatangan penyebar Islam ke Negeri Panda itu pada kurun 618-626 Masehi. Masa hidup Nabi Muhammad SAW pada kurun 571-634 Masehi.

Penyebar Islam itu berjumlah empat utusan Nabi Muhammad SAW yang berdakwah ke Cina , yakni seorang utusan di Guangzhou, seorang utusan di Yangzhou, dan dua utusan di Quanzhou. Jejak keempat utusan Nabi Muhammad SAW itu dapat ditelusuri di Quanzhou Islamic Culture Exhibit yang berada dalam kompleks Quanzhou Maritime Museum di Quanzhou, Provinsi Fujian, Cina.

"Ada ratusan batu berisi catatan tertulis perkembangan Islam, Kristen, dan Hindu yang tersimpan di museum kami," ujar petugas museum itu, Sun Wanlin. Ketika menerima kedatangan media dari Bali ke museum itu pada 4 Mei 2018, ia menunjukkan beberapa batu berisi catatan tertulis yang mencatat masuknya Islam ke Cina.

"Ratusan batu yang tersimpan di museum yang dibangun pada 1991 itu merupakan temuan saat Pemerintah Provinsi Fujian membongkar tembok Kota Quanzhou," katanya.

Ratusan batu berisi catatan masuknya Islam ke kota itu tidak hanya tulisan Cina, namun juga tulisan Arab yang merupakan potongan ayat-ayat Alquran dan hadits Nabi. Museum itu juga menyimpan foto dan replika makam dua utusan Nabi Muhammad SAW yang wafat di Kota Quanzhou. Bahkan replika makam itu membuktikan kedua utusan nabi itu dimakamkan dalam posisi berdekatan.

Secara umum, jejak sejarah yang tersimpan di museum itu berawal dari hubungan perdagangan antara Cina dengan sejumlah negara, karena itu museum itu dinamai Quanzhou Maritime Museum.

Museum itu juga menyimpan kapal atau perahu pada awal 600-an Masehi. Kemudian, sejumlah peninggalan sejarah, termasuk batu dan beberapa foto penting tentang lokasi bersejarah.

Hal menarik dari museum itu adalah presentasi jejak sejarah dalam bentuk video yang mengisahkan kedatangan kapal/perahu dari dan ke Kota Quanzhou pada awal 600-an itu. Meski bercerita masa lalu, Quanzhou Maritime Museum di Provinsi Fujian bisa menjadi museum yang menarik, karena unsur kekinian yang ada di dalamnya, seperti video, foto, dan bukti-bukti sejarah yang dibuat dalam tampilan tiga dimensi.

Sejarah, Wisata, dan Religi

Penataan sejarah yang menarik tua-muda dengan tampilan yang patut ditiru Indonesia itu juga ada di museum lainnya, seperti museum tata kota di Provinsi Fujian dan Provinsi Zhejiang. Tidak hanya museum, Gunung Putuo di sebuah pulau kecil perairan Kota Zhoushan, Provinsi Zhejiang, juga dikunjungi ribuan orang setiap hari untuk melakukan wisata religi.

"Untuk mencapai pulau seluas sekitar 12 kilometer persegi dengan ikon patung Dewi Kwan Im itu, pengunjung menumpang kapal feri dari Pelabuhan Wugongzhi menuju Pelabuhan Putuoshan dengan jarak tempuh sekitar 10 menit," kata pengamat budaya dan bahasa Indonesia Prof Cai Jincheng yang memiliki nama Indonesia, Gunawan.

Ketika mendampingi kunjungan awak media dari Bali ke Cina (2-11 Mei 2018), mantan ketua Pusat Studi Indonesia di Universitas Guangdong, Cina, itu menjelaskan pulau dengan sekitar 43 kuil itu juga memiliki cerita rakyat yang menarik orang untuk berkunjung.

Cerita rakyat yang terpatri dalam sebuah ukiran batu di dinding Kuil Dewi Kwan Im serta batu bertuliskan huruf Cina di depan kuil yang sama itu mengisahkan seorang biksu dari Jepang dan India yang percaya Dewi Kwan Im. Pulau Putuo dihuni sekitar 1.000 biksu, sekitar 10 ribu orang penduduk lokal, serta pendatang yang bekerja di restoran, hotel, dan menjadi pedagang.

Lain halnya di Provinsi Fujian, sejumlah bangunan bersejarah di Pulau Gulangyu, Kota Xiamen, Provinsi Fujian yang pernah menjadi jajahan lima-delapan negara juga ditata menarik bagi wisatawan tua-muda. Bahkan, salah satu pulau yang bila dikelilingi hanya seluas 1,8 kilometer persegi itu juga menjadi objek foto prewedding bagi pasangan muda Cina yang akan menikah.

Gulangyu adalah salah satu dari tempat pertama masuknya warga asing di era kolonial. Pulau ini juga dikenal pula sebagai Pulau Musik karena warga Filipina di zaman itu membawa alat musik, terutama piano. Pada 2000, museum piano dibangun di pulau itu.

Jejak warga asing di pulau yang juga disebut "kulangsu" (deburan ombak) itu tampak dari desain bangunan yang berarsitektur Victoria. Paduan sejarah dengan sentuhan modern untuk tempat berlibur orang kaya di Cina serta sajian kuliner dan cenderamata khas menjadikan Gulangyu dikunjungi sekitar 50 ribu wisatawan per hari.

Nuansa sejarah yang dipadukan dengan konsep wisata modern serta sentuhan religi itu membuktikan masyarakat Cina juga tidak sedikit yang taat beragama, meski ada juga yang abangan atau bahkan tidak beragama. "Bahkan, jejak kedatangan utusan Nabi Muhammad SAW ke Cina menunjukkan Islam datang lebih dulu ke Cina daripada ke Indonesia. Bahkan sebagian penyebar Islam di Indonesia juga berasal dari Cina," kata Prof Cai. [rol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita