Darmin: Tambahan Impor Beras 500 Ribu Ton untuk Stabilisasi Harga

Darmin: Tambahan Impor Beras 500 Ribu Ton untuk Stabilisasi Harga

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, penambahan impor beras sebesar 500 ribu ton adalah upaya untuk stabilisasi harga pangan. Darmin menjamin, kebijakan impor tersebut tidak akan mengganggu kondisi panen petani.

"Harganya sudah mulai turun atau belum? Artinya yang medium itu masih Rp 10.500 per kilogram padahal Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 9.450 per kilogram," ujar Darmin di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta pada Rabu (16/5).

Darmin menyebut, kebijakan itu juga dibarengi dengan memantau perkembangan harga dari sisi produsen atau petani. Awal 2018, pemerintah juga telah memutuskan impor beras sebanyak 500 ribu ton untuk menstabilisasi harga kebutuhan bahan pokok tersebut. Belajar dari pengalaman impor tersebut, ia memastikan harga gabah tidak akan jatuh.

"Kita itu menerka-nerka seperti apa perkembangan harga seperti apa perkembangan produksi. Kita tidak akan melakukan itu (impor) kalau itu membuat harga (gabah) jatuh terlalu jauh," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengaku telah menerbitkan izin impor beras tersebut kepada Perum Bulog."Sudah (izin impor), sudah," ujar Oke. Ia mengatakan, importasi tersebut harus sudah selesai sebelum Juli 2018.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman enggan menanggapi impor beras tambahan sebesar 500 ribu ton dari Vietnam dan Thailand. Sebab, saat ini panen sedang berlangsung di hampir seluruh wilayah. "Kami urus beras lokal sekarang," ujarnya saat ditemui di Gedung Kementerian Pertanian, Selasa (15/5).

Ia menjelaskan, stok beras di Bulog saat ini sudah mencapai 1,2 juta ton. Serapan beras yang masuk rata-rata sebesar 15 ribu ton per hari. Bahkan pekan lalu pernah mencapai serpaan 22 ribu ton per hari. Ditambah dengan pasokan beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) per 14 Mei sebanya 41.227 ton.

Angka lebih dari 41 ribu ton tersebut menurutnya jauh lebih baik dari awal tahun 2018 yang hanya 15 ribu ton. "Standarnya 2013 hanya 18 ribu sampai 20 ribu ton. Artinya apa? dua kali lipat," ujar dia. [rol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita