Sangkakala Skandal E-KTP, Tabir Jahat Parpol

Sangkakala Skandal E-KTP, Tabir Jahat Parpol

Gelora News
facebook twitter whatsapp


Oleh Ariady Achmad

Didahului tangisan dan pengakuan bersalah, Setya Novanto menyebutkan nama-nama penerima dana skandal korupsi E-KTP saat sidang di Pengadilan Tipikor di Jakarta, Kamis (23/3/2018). 'Nyanyian Novanto' kali ini serasa 'memekakkan langit politik' seperti Sangkakala. 

Sangkakala E-KTP itu membuka tabir skandal korupsi yang meneguhkan sinyalemen tentang sisi jahat partai politik dan kekuasaan. Mengapa? Semua nama-nama yang disebut Novanto penerima dana korupsi E-KTP adalah para politisi, bahkan elit partai politik. Bahkan beberapa diantaranya menjadi pejabat publik, baik Menteri maupun Gubernur. 

Tak hanya itu, Novanto adalah aktor politik yang berada dalam epicentrum skandal korupsi E-KTP. Namun, berkat kepiawaian sekaligus kelicinannnya, dia berhasil menjadi Ketua DPR maupun Ketua Umum DPP Partai Golkar. Sulit menyangkal bahwa dua kursi jabatan publik dan politik itu diraih karena konspirasi dan kemampuannya mendapatkan dukungan politik saat masih menggenggam dan menguasai permainan politik. 

Masih belum hilang dari ingatan, bagaimana sepak terjang Novanto - saat masih menjadi Ketua DPR dan Ketua Umum DPP Partai Golkar - seperti menjungkirbalikan logika publik. Bukan hanya berpura-pura sakit dan memain-mainkan etika dan profesional tenaga medis dan rumah sakit, namun publik juga terhenyak saat pra peradilan memenangkannya. Bahkan sebelumnya, Novanto juga lolos dan memenangkan permainan dalam skandal 'Papa Minta Saham'. 

Namun mungkin Novanto lupa bahwa logika jutaan rakyat yang mendukung KPK tak bisa terus menerus menerima skenario cerita konyol yang terus menerus dia tebarkan. Meski itu dengan menggerakkan simpul-simpul kekuatan politik yang ada dalam genggamannya, baik di jantung kekuasaan maupun parlemen. Bahkan justru tragis dan menjadi sejarah kelam sekaligus cemoohan, Novanto digelandang ke tahanan KPK meski mengaku sakit. 

Kini, saat dukungan politik dan kekuasaan lepas dari genggamannya Novanto menyadari tentang kesendiriannya. Seperti diungkapkannya, dia kini menjadi rakyat biasa. Tangisan dan penyesalan di depan hakim barangkali menyadarkan bahwa hanya dia sendiri yang bisa menyelamatkan dirinya. Sebab, teman, kolega bahkan kekuasaan mulai meninggalkannya.

Tak ada alasan bagi KPK untuk tidak menindaklanjuti pengakuan Novanto. Apapun motivasi, alibi maupun pretensi Novanto. Sebagai lembaga independen yang menjalankan amanah reformasi untuk pemberantasan korupsi, KPK harus mengusut nama-nama penerima dana skandal korupsi E-KTP yang disebut Novanto. KPK juga perlu menelusuri pengakuan pembicaraan Novanto dengan Pramono Anung. Sebab, dalam penegakan hukum dan masyarakat menhendaki KPK tidak tebang pilih.

Sebagai peniup Sangkakala E-KTP, KPK juga harus menjaga keamanan diri Novanto. Terlebih lagi, Novanto menjadi orang yang paling mengetahui sekaligus aktor skandal korupsi E-KTP ini. Setidaknya dua sosok kunci lainnya sudah meninggal dunia yaitu Sri Mustokoweni dan Burhanudin Napitupulu. Tabir skandal korupsi E-KTP harus di buka seterang-terangnya. Sebab, bangsa ini tidak ingin terus menjadi obyek sisi jahat partai politik dan kekuasaan. [tsc]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA