Tolak Pasal Penghinaan Presiden

Tolak Pasal Penghinaan Presiden

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Saat Orba berkuasa pasal penghinanaan Presiden disebut Hatzaai Artikelen/pasal karet yang diadopsi Belanda dari Inggris saat sedang berkuasa di India. Para pejuang kemerdekaan India antara lain Gandi, Nehru, Jinah merasakan kejamnya pasal ini. 

Pasal ini aslinya berbunyi : barang siapa yan menghina Ratu maka akan dikenakan penjara. Belanda mengadopsinya secara serta merta. Banyak pejuang kemerdekaan Indonesia ikut merasakan pasal ini. Saat Orba sedang di puncak kuasa, inilah pasal hatzaai artikelnya (134..136..137..154..155..160 KUHP). Tidak terhitung kalangan oposan yang merasakan pasal pasal karet ini.

Orba tumbang. Sekejap anasir anasir yang berbau Orba awalnya terbuang jauh. Jarang terdengar pasal hatzai artikelen ini di gunakan oleh rezim Habib, Gus Dur dan Megawati.

Namun pas Era SBY, sekitar 2005-an sontak pasal ini kembali mengenai dedengkot aktivis Egi Sujana yang bilang SBY menerima Mobil mewah dari Konglomerat. Nah publik rame, Egi pun di seret ke pengadilan Jakarta Pusat dengan pasal hatzai artikelen ini.

Egi Sujana melawan dengan jalur kontistitusi yang ada melaui Mahkamah Konstitusi (MK) untuk uji pasal ini. MK pun mengabulkan dengan menghapus pasal-pasal Hatzai Artikelen. Otomatis Egipun bebas.

Setelah itu Presiden dianggap warga biasa, jika merasa terganggu maka delik aduanlah yang antarkan SBY kembali adukan Zaenal Maarif, politisi PBR sekitar tahun 2007. Clear n clean khan Presiden bukan sosok yang tidak tersentuh dan sbagai warga biasa yang bisa melakukan prosedur biasa bila merasa kehormatannya diusik.

Nah ajib bila DPR saat ini tiggal finalisasi RKHUP ternyata pasal penghinaan Presiden dimasukan dalam Pasal mengenai penghinaan terhadap Presiden yakni : Pasal 263 ayat (1) RKUHP menyatakan bahwa setiap orang yang di muka umum menghina presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

Bunyi pasal tersebut sangat lentur seperti pasal karet yang tiada beda dengan bunyi Pasal 134, KUHP. Sehingga aneh jika di era reformasi ini rezim hari ini ingin menghidupkan kembali pasal tersebut. 

Dan lebih aneh lagi upaya tersebut disaat yang kuasanya dari Parpol yang banyak aktivisnya korban Orba. Tidak sedikit kolega saya yang dulu sama-sama melawan rezim Orba sampe di bui pula.

Sungguh kekuasaan sudah membuta mata hati batin. Kekuasaan itu gula yang melenakan dan setiap orang akan berkorban untuk itu kata Voltaire.

Publik wajar curiga dibalik derasnya hujan kritik terhadap Presiden hari ini akan berhadapan dengan pasal karet/lesse majeste. Presiden memang harus di hormati dan dijaga martabatnya namun untuk melindunginya tidak perlu dengan pasal dalam KUHP karena akan rentan digunakan sebagai alat referesifitas. Produk hukum yang ada saat ini sudah memadai.

Kami mengetuk hati dan jiwa yang visioner. Janganlah membuat peraturan hukum perundangan-undangan hanya kepentingan sesaat. Terlalu mahal reformasi dan demokrasi ini tercipta.

Sebagai negara nomor satu demokrasi langsung pemilihan Presiden di dunia, kebanggan dan kehormatan bangsalah diatas segalanya. Kekuasaan sangat singkat namun legacy masa depanlah yang utama.[tsc]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita