GELORA.CO - Sri Lanka kini tengah berbalut duka mendalam. Langit kelabu yang menggantung sejak pertengahan November membawa petaka yang tak terelakkan bagi negara pulau di Asia Selatan tersebut. Pusat Penanggulangan Bencana setempat melaporkan pada Minggu (30/11/2025) bahwa angka kematian akibat banjir bandang di Sri Lanka telah melonjak tajam menjadi 334 jiwa.
Di balik angka statistik yang memilukan itu, terdapat kisah kepedihan dari keluarga yang terpisah. Hingga saat ini, 370 orang dilaporkan masih hilang, menyisakan ketidakpastian yang menyiksa bagi kerabat yang menanti kabar.
Jejak Kehancuran Siklon Ditwah
Bencana ini bermula dari Siklon Ditwah yang menghantam tanpa ampun sejak Rabu (26/11/2025), memperburuk kondisi cuaca buruk yang telah melanda pulau itu sejak 17 November. Dampaknya sangat masif dan meluas. Sekitar 1,12 juta jiwa dari 309.607 keluarga di seluruh penjuru negeri harus merasakan dampak langsung dari amukan alam ini.
Pemandangan di lapangan menggambarkan kehancuran yang luas; rumah-rumah terendam, lereng bukit longsor menimbun pemukiman, dan infrastruktur lumpuh. Merespons krisis kemanusiaan ini, pemerintah telah mengaktifkan 1.275 pusat bantuan.
Tempat-tempat ini kini menjadi rumah sementara bagi 180.499 pengungsi yang kehilangan tempat tinggal, memberikan atap bagi mereka yang terusir oleh air bah.
Operasi Penyelamatan yang Dramatis
Di tengah kekacauan, militer Sri Lanka menjadi garda terdepan. Presiden Anura Kumara Dissanayake memerintahkan pengerahan lebih dari 20.000 personel militer untuk terjun ke zona bencana. Operasi penyelamatan dilakukan secara intensif baik melalui jalur darat maupun udara demi mengevakuasi warga yang terjebak di wilayah terisolasi.
Tim bantuan bekerja berpacu dengan waktu untuk mendistribusikan makanan, air bersih, dan pasokan medis yang sangat krusial. Namun, upaya heroik ini bukannya tanpa risiko. Sebuah insiden menegangkan terjadi ketika helikopter Angkatan Udara Sri Lanka jatuh saat menjalankan misi bantuan pada hari Minggu.
Beruntung, seluruh awak berhasil diselamatkan dan kini menjalani perawatan di rumah sakit, sebuah keajaiban kecil di tengah tragedi besar.
Status Darurat Nasional dan Dampak Regional
Menyadari skala kerusakan yang parah, Presiden Dissanayake pada Sabtu (29/11/2025) resmi mengumumkan keadaan darurat nasional. Langkah drastis lainnya pun diambil, termasuk menghentikan seluruh kegiatan akademik di universitas, perguruan tinggi, dan pusat pelatihan vokasi di bawah kementerian terkait hingga 8 Desember mendatang.
Pemerintah Sri Lanka juga menyerukan solidaritas, mendorong warganya yang berada di luar negeri serta komunitas internasional untuk turut berkontribusi dalam upaya pemulihan.
Bahaya belum sepenuhnya berlalu. Pihak berwenang telah mengeluarkan peringatan banjir berisiko tinggi untuk penduduk di hilir sungai-sungai besar dan peringatan tanah longsor tingkat merah untuk delapan distrik. Lereng-lereng curam kini menjadi zona maut yang harus dihindari.
Dampak cuaca ekstrem ini bahkan melintasi batas negara. Departemen Meteorologi India turut mengeluarkan peringatan merah untuk wilayah tenggara India, termasuk Tamil Nadu utara dan Puducherry, mengantisipasi dampak susulan dari sistem cuaca yang sama.
Desakan Penetapan Darurat Nasional
Di Indonesia, pemerintah pusat masih belum menetapkan status darurat nasional meskipun dampaknya meluas di tiga provinsi besar di Sumatra. Koalisi masyarakat sipil di Aceh mendesak Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah tegas.
“Kami mendesak Presiden RI untuk segera menetapkan status darurat bencana nasional atas bencana banjir besar yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatra Barat,” kata Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian di Banda Aceh, Minggu, 30 November 2025.
Alfian menilai situasi di tiga provinsi itu sudah masuk kategori luar biasa: ribuan warga terisolasi, puluhan ribu rumah terendam, kerusakan berat melanda sekolah, fasilitas kesehatan, jalan nasional hingga jembatan penghubung.
“Di sejumlah wilayah, akses transportasi terputus total sehingga bantuan logistik tidak dapat disalurkan,” tegasnya.
Hingga kini status darurat nasional belum diumumkan pemerintah, memunculkan kritik mengenai lambatnya respons negara di tengah salah satu bencana terbesar dalam sejarah Sumatra.***
