GELORA.CO - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah (Jateng) memanggil mantan pangdam IV Diponegoro Letjen TNI Widi Prasetijono, Senin (1/12/2025).
Mantan ajudan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) ini dipanggil sebagai saksi terkait penyidikan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang pengadaan lahan 716 ha oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Cilacap, PT Cilacap Segara Artha (CSA), yang merugikan negara Rp237 miliar.
"Pemanggilan berkaitan kasus TPPU korupsi Cilacap. Panggilannya begitu, tapi masalah kehadirannya saya belum tahu," kata Kepala Kejati Jateng, Siswanto, ketika diwawancara awak media di Kantor Gubernur Jateng pada Senin siang.
Pemanggilan terhadap Widi pada Senin merupakan panggilan kedua. "Dipanggil sebagai saksi kasus TPPU," ujarnya.
Sementara itu Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jateng, Arfan Triono, mengonfirmasi pemeriksaan terhadap Widi yang saat ini menjabat sebagai Dosen Universitas Pertahanan (Unhan). "Iya hari ini dilakukan pemeriksaan yang bersangkutan," ujarnya. Namun, Arfan tidak menjelaskan secara detil materi pemeriksaan tersebut.
Widi Prasetijono saat ini masih dinas di TNI dan bertugas sebagai dosen tetap di Universitas Pertahanan. Pada era Presiden Jokowi, kariernya melesat dan menjabat berbagai jabatan strategis di TNI.
Karier moncer Widi bermula sebagai ajudan Jokowi, kemudian menjadi Komandan Korem di Solo, setelah itu Danjen Kopassus, Pangdam Diponegoro dan terakhir menjabat Komandan Kodiklat TNI AD.
Kronologi Kasus
Sebelumnya kasus dugaan korupsi pengadaan lahan seluas 716 ha oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Cilacap, PT Cilacap Segara Artha, menyeret nama mantan PJ Bupati Awaludon Muuri.
Awaludin Muuri diadili bersama dua terdakwa lain dalam perkara ini, yakni Komisaris PT Cilacap Segara Artha Iskandar Zulkarnain dan mantan Direktur PT Rumpun Sari Antan Andhy Nur Huda. Perbuatan para terdakwa dinilai telah merugikan negara hingga Rp237 miliar.
Kasus tersebut bermula pada 2023-2024, yakni ketika PT CSA membeli tanah seluas 700 hektare dari PT Rumpun Sari Antan senilai Rp237 miliar. Aset tanah yang dijual PT Rumpun Sari Antan ternyata milik yayasan Kodam IV/Diponegoro, yaitu Yayasan Diponegoro.
Saat menjual aset tanah tersebut kepada PT CSA, PT Rumpun Sari Antan belum memperoleh izin dari Yayasan Diponegoro. "Lahan yang dijual ternyata masih bermasalah secara legalitas. Ini menunjukkan adanya kelalaian bahkan potensi persekongkolan yang merugikan keuangan negara," ujar Lukas. Saat ini Kejati Jateng masih terus menyidik kasus dugaan korupsi PT CSA.
