Rahmah El Yunusiyyah, Pendiri Pesantren Putri Pertama di Asia Tenggara yang Ditetapkan Jadi Pahlawan Nasional

Rahmah El Yunusiyyah, Pendiri Pesantren Putri Pertama di Asia Tenggara yang Ditetapkan Jadi Pahlawan Nasional

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -Rahmah El Yunusiyyah, tokoh pendidikan asal Padang Panjang, Sumatera Barat, resmi ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Prabowo Subianto bertepatan dengan Hari Pahlawan pada Hari ini, Senin (10/11). 


Rahmah dinobatkan sebagai pahlawan nasional atas dedikasinya dalam memperjuangkan pendidikan bagi kaum perempuan.

Ia dikenal sebagai pendiri Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang, pesantren putri pertama di Asia Tenggara yang menjadi tonggak sejarah kebangkitan pendidikan Islam bagi kaum perempuan.


Selain pada Rahmah, Prabowo juga menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada 9 tokoh lain yang dinilai berjasa besar bagi bangsa dan negara. 


Penganugerahan ini didasarkan pada Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 116/TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.

Pemberian gelar pahlawan itu bertepatan dengan momentum Hari Pahlawan yang jatuh setiap tanggal 10 November 

Prabowo pun mengajak seluruh masyarakat untuk mengenang jasa para pahlawan yang telah berjuang demi kemerdekaan dan kehormatan bangsa.

“Marilah kita sejenak mengenang arwah dan jasa-jasa para pahlawan yang telah berkorban untuk kemerdekaan, kedaulatan, dan kehormatan bangsa Indonesia, yang telah memberi segala-galanya agar kita bisa hidup dalam alam yang sejahtera,” kata Prabowo saat memimpin hening cipta.

Lantas, siapa sosok Rahmah yang dinilai layak mendapatkan gelar Pahlawan Nasional hari ini? Berikut profilnya.



Jika bicara soal Rahmah El Yunusiyyah, sosoknya selalu lekat dengan Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang yang ia dirikan. 

Dikutip dari situs resmi Kemenag, madrasah gagasan Rahmah didirikan pada 1 November 1923, lahir dari kepedulian dan cita-citanya untuk mengangkat derajat perempuan yang kala itu masih terbatas ruang geraknya.

Kala itu, Ia menentang keras pandangan kuno di lingkungannya yang melarang perempuan mengenyam pendidikan

Visi besarnya sederhana namun revolusioner pada zaman itu, yaitu perempuan harus cerdas agar mampu menjadi pendidik pertama bagi anak-anak dan keluarga.

Filosofi pendidikannya sangat progresif. Menurut Rahmah, mendidik anak laki-laki berarti mendidik satu individu, tetapi mendidik anak perempuan berarti mendidik satu keluarga.


Prinsip ini menjadi dasar pembentukan kurikulum Diniyyah Puteri yang menekankan keseimbangan antara ilmu agama, keterampilan hidup, dan tanggung jawab sosial.

Tujuannya jelas. Yaitu untuk mencetak perempuan muslimah yang berilmu, berakhlak, dan mampu berkontribusi untuk masyarakat serta bangsa.

Berjuang di Barisan Sabilillah dan Hizbullah
Perjuangan Rahmah tidak berhenti di dunia pendidikan. Saat revolusi kemerdekaan 1945, ia ikut berjuang di medan perang sebagai Bundo Kanduang dalam barisan Sabilillah dan Hizbullah.



Di masa itu, Perguruan Diniyyah Puteri menjadi tempat perjuangan yang mendukung logistik dan pendidikan bagi pejuang kemerdekaan.

Rahmah juga menunjukkan sikap anti-kolonial dengan menolak bantuan dana dari pemerintah Hindia Belanda.

Ia ingin pesantrennya berdiri mandiri, tidak tunduk pada kekuasaan asing. Prinsip “berdikari” yang ia pegang sejalan dengan semangat pendidikan nasional seperti Taman Siswa di Yogyakarta.

Kontribusi Rahmah mendapat pengakuan luas. Gaungnya bahkan terdengar hingga ke dunia internasional. 

Tahun 1955, Rektor Universitas Al-Azhar Kairo, Dr. Syekh Abdurrahman Taj, berkunjung ke Diniyyah Puteri dan terkesan dengan sistem pendidikannya. Rahmah kemudian diundang ke Mesir untuk memaparkan pengalamannya.


Ia menjadi ulama perempuan pertama yang mendapat gelar kehormatan Syaikhah dari Universitas Al-Azhar, sekaligus menginspirasi pendirian Kulliyatul Banat, fakultas khusus perempuan di universitas bergengsi tersebut.

Hingga kini, warisan Rahmah masih hidup melalui Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang yang berkembang menjadi lembaga pendidikan lengkap. Mulai dari PAUD hingga Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT).

Lembaga ini terus berpegang pada visi awal Rahmah: menjadi pusat pendidikan Islam modern yang melahirkan perempuan berdaya, berilmu, dan berakhlak

Februari 1969 di Padang Panjang. Rumahnya kini menjadi Museum Rahmah El Yunusiyyah, tempat mengenang perjuangan sang pelopor pendidikan perempuan.

Ia meninggalkan warisan besar berupa gagasan, lembaga, dan semangat pembebasan perempuan lewat ilmu.

Baca Juga: Kiprah Sarwo Edhie Wibowo, Mertua Susilo Bambang Yudhoyono, Kini Dapat Gelar Pahlawan Nasional dari Presiden Prabowo

Penetapannya sebagai pahlawan nasional menjadi bentuk penghargaan atas dedikasinya membangun fondasi pendidikan Islam yang inklusif, mandiri, dan visioner.

Sumber: jawapos 
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita