MTI Kritik Pedas Whoosh: Itu Ambisius Jokowi, Bukan Kebutuhan Masyarakat!

MTI Kritik Pedas Whoosh: Itu Ambisius Jokowi, Bukan Kebutuhan Masyarakat!

Gelora News
facebook twitter whatsapp
MTI Kritik Pedas Whoosh: Itu Ambisius Jokowi, Bukan Kebutuhan Masyarakat!

GELORA.CO
- Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno memberi kritikan pedas atas proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh yang kini terbebani utang hingga diselimuti dugaan korupsi sebagaimana penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak awal 2025.

Djoko begitu disapa Monitorindonesia.com, Senin (10/11/2025) menyatakan dengan tegas bahwa Proyek Strategis Nasional (PSN) itu merupakan ambisius mantan Presiden RI ke-7 Joko Widodo alias Jokowi, bukan kebutuhan masyarakat.

"Proyek Whoosh ini keinginan (ambisius) Presiden Joko Widodo, bukan kebutuhan masyarakat, sehingga terjadi pro dan kontra sekarang. Apalagi setelah PT KAI mengangsur hutang Rp 2,2 triliun untuk tahun 2025," ujar Djoko sapaannya.

Setelah Whoosh Jakarta-Bandung, kini pemerintah merencanakan pembangunan kereta cepat Woosh-Surabaya. Lagi-lagi Djoko menyebitnya bukanlah kebutuhan yang mendesak namun lebih mencerminkan keinginan, bukan solusi atas persoalan utama transportasi di Pulau Jawa.

“Pembangunan Kereta Cepat hingga Surabaya sebaiknya dipandang sebagai keinginan, bukan kebutuhan mendesak,” lanjut Djoko.

Kebutuhan masyarakat Jawa saat ini, ungkap Djoko adalah transportasi umum yang layak di perkotaan dan pedesaan. Ia menilai infrastruktur Pulau Jawa sudah jauh lebih maju dibanding pulau lain. 

Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah membangun jalan tol yang menghubungkan Merak hingga Surabaya dan Probolinggo. Waktu tempuh memangkas hingga 50 persen dibanding menggunakan jalan nasional.

Kendati, transportasi umum di Pulau Jawa masih tertinggal. Dari 30 kota di Jawa, termasuk Jakarta, hanya 9 kota atau sekitar 30 persen yang memiliki transportasi umum modern dengan skema pembelian layanan. 

Dari 85 kabupaten di Jawa, baru 4 kabupaten atau 4,7 persen yang memiliki sistem transportasi modern. Keempatnya adalah Banyumas, Bekasi, Tuban, dan Bangkalan.

"Transportasi perkotaan berbasis jalan raya dan kereta yang harus terbangun. Commuter line di Bandung Raya dan Surabaya dapat segera dibangun. Transportasi perintis perdesaan diadakan di Pulau Jawa," ungkap Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata itu.

Lebih lanjut, dia menilai konektivitas antar kota di Jawa memang sudah terbentuk lewat Tol Trans Jawa dan jalur rel ganda. Namun, persoalan besar masih tersisa di tahap integrasi antarmoda di kawasan perkotaan, perdesaan, dan permukiman. 

“Tantangan yang belum teratasi adalah integrasi transportasi di kawasan perkotaan, perdesaan, dan permukiman. Oleh karena itu, percepatan pembenahan transportasi umum menjadi sangat mendesak,” jelas Djoko. 

Selain itu, dia juga menyoroti dampak keuangan dari proyek kereta cepat Woosh. PT Kereta Api Indonesia (KAI) disebut harus mencicil utang Rp 2,2 triliun pada 2025. “Kereta cepat hingga Surabaya adalah sebuah keinginan, padahal yang kita butuhkan di Pulau Jawa adalah pondasi transportasi yang kuat dan merata,” tandas Djoko.

Penyelidikan KPK


Setelah mantan Menko Polhukam Mahfud MD mengungkap ada dugaan tindak pidana proyek Whoosh di kanal YouTube pribadinya pada 14 Oktober lalu, KPK lantas mengumumkan tengah menyelidiki dugaan rasuah itu sejak awal 2025.

Di situ, dia mengklaim ongkos pembangunan per satu kilometer kereta cepat di Indonesia terlalu mahal, alias ada potensi penggelembungan harga.

Begitu isu dugaan mark up kereta cepat Whoosh mencuat, publik mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut kasus tersebut.

Pada awal November kemarin, KPK mengaku sudah mulai memanggil sejumlah pihak terkait penyelidikan dugaan korupsi proyek Whoosh. Namun demikian, KPK tidak bisa mengungkap siapa saja pihak yang telah dimintai keterangan.

Akan tetapi, kata juru bicara KPK Budi Prasetyo, pihak yang dimintai keterangan adalah mereka yang diduga mengetahui konstruksi perkara tersebut. Harapannya, setiap informasi yang disampaikan akan membantu lembaga anti-rasuah mengungkap dugaan korupsi dari proyek senilai Rp118 triliun itu.

"Terkait dengan materi atau pihak-pihak yang diundang untuk dimintai keterangan, saat ini kami belum bisa menyampaikan detailnya secara lengkap seperti apa. Karena ini memang masih di tahap penyelidikan,"kata Budi.

"Kami tentunya mengimbau kepada siapa saja pihak yang diundang dan dimintai keterangan terkait dengan perkara KCIC agar kooperatif dan menyampaikan informasi, data, dan keterangan yang dibutuhkan," katanya menambahkan, Senin (3/11/2025).

Di tengah proses penyelidikan, Presiden Prabowo Subianto justru membuat pernyataan mengejutkan. Dia menyebut proyek kereta cepat besutan pendahulunya Joko Widodo bukanlah masalah. Karenanya pemerintah bakal membayar cicilan uang kereta cepat sebesar Rp1,2 triliun setiap tahun.

Pokoknya enggak ada masalah, karena itu kita bayar mungkin Rp1,2 triliun per tahun," kata Prabowo di sela-sela kunjungannya meresmikan Stasiun Tanah Abang Baru di Gambir, Jakarta, Selasa (4/11/2025).

Ia juga menyatakan, uang untuk membayar utang ke pihak China sejatinya ada. Uang tersebut, sebutnya, berasal dari hasil rampasan korupsi yang semestinya digunakan untuk kesejahteraan rakyat.

Presiden pun meminta masalah Whoosh tidak hanya dilihat dari aspek untung-rugi. Melainkan melihat manfaat yang dirasakan masyarakat, semisal mengurangi kemacetan dan polusi.

"Duitnya ada. Duit yang tadinya dikorupsi [setelah diambil negara] saya hemat. Enggak saya kasih kesempatan. Jadi, Saudara, saya minta bantu saya semua. Jangan kasih kesempatan koruptor-koruptor itu merajalela. Uang nanti banyak untuk kita, untuk rakyat semua," kata Prabowo.

Sumber: monitor
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita