Heboh Bandara PT IMIP Morowali Disebut Ilegal, Siapa Pemiliknya?

Heboh Bandara PT IMIP Morowali Disebut Ilegal, Siapa Pemiliknya?

Gelora News
facebook twitter whatsapp
Heboh Bandara PT IMIP Morowali Disebut Ilegal, Siapa Pemiliknya?

GELORA.CO -
Keberadaan Bandara Khusus milik PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Sulawesi Tengah mendadak viral dan menjadi sorotan tajam publik. Fasilitas yang telah beroperasi sejak 2014 ini memicu polemik nasional setelah disebut beroperasi secara ilegal tanpa adanya pengawasan dari aparat negara seperti Bea Cukai dan Imigrasi.

Kekhawatiran ini pertama kali mengemuka setelah Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin melakukan kunjungan kerja ke Morowali pada November 2025.

Sjafrie menyebut kondisi bandara yang tidak memiliki perangkat negara sebagai sebuah anomali yang rawan terhadap kedaulatan ekonomi.

Pernyataan Menhan ini sontak memicu reaksi keras dari berbagai kalangan, termasuk pejabat negara yang khawatir kondisi ini berpotensi menciptakan "negara dalam negara".

Kenapa Bandara IMIP Disebut Ilegal?


Isu utama yang menjadikan Bandara IMIP disebut ilegal adalah absennya dua instansi vital negara, Bea Cukai dan Imigrasi. Hal ini diungkapkan langsung oleh Menhan Sjafrie Sjamsoeddin yang menemukan fakta tersebut saat meninjau latihan TNI di Morowali.

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran serius mengenai lalu lintas orang dan barang yang keluar masuk kawasan industri tersebut tanpa melalui prosedur resmi kenegaraan.

Dukungan atas pernyataan Menhan datang dari Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Tamsil Linrung. Ia secara tegas menolak adanya "negara dalam negara" dan mendukung penuh langkah pemerintah untuk menertibkan kondisi di Bandara Morowali.

"Kita tidak boleh membiarkan sekecil apapun ada aset negara yang dikuasai oleh swasta secara ilegal," ujar Tamsil di Makassar, sebagaimana dilansir Antara, Selasa (25/11/2025).

Tamsil menjelaskan bahwa kekhawatiran ini bukan tanpa dasar. Ia mengaku sudah sering mendengar keluhan terkait aktivitas di kawasan tersebut yang tidak terpantau.

"Dan sudah sering kita dengarkan keluhan jika ada orang yang membawa hasil bumi tapi tidak melalui imigrasi, tidak melalui biaya cukai, tidak ada pajak," jelasnya.

Lebih lanjut, Tamsil menceritakan pengalamannya saat masih menjadi anggota DPR RI. Dalam sebuah pertemuan dengan perwakilan PT IMIP, pihaknya telah mempertanyakan beberapa isu krusial.

"Beberapa hal kita tanyakan termasuk tidak ada imigrasi, tidak ada biaya cukai di situ, termasuk penerimaan karyawan dari China banyak. Dari 2.000 karyawan, ada 1.994 yang didatangkan dari Tiongkok," lanjut dia.

Lantas, Siapa Pemilik PT IMIP?


Polemik ini mengarahkan perhatian publik pada PT IMIP sebagai entitas bisnis raksasa di balik operasional bandara tersebut. PT IMIP adalah perusahaan pengelola kawasan industri berbasis nikel yang terintegrasi, didirikan pada 19 September 2013.

Kawasan industrinya mencakup area konsesi sekitar 2.000 hingga 4.000 hektare, menjadikannya salah satu yang terbesar di Asia Tenggara.

Berdasarkan catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sulawesi Tengah, kepemilikan saham PT IMIP terbagi antara tiga entitas. Pemegang saham mayoritas adalah Shanghai Decent Investment (Group), sebuah perusahaan asal Tiongkok, dengan porsi kepemilikan sebesar 49,69%.

Sisa sahamnya dimiliki oleh dua perusahaan domestik, yaitu PT Sulawesi Mining Investment sebesar 25% dan PT Bintang Delapan Investama sebesar 25,31%. Perusahaan patungan ini memiliki modal dasar sebesar USD 40 juta.

Sebagai pengelola kawasan industri, PT IMIP menaungi belasan perusahaan yang memproduksi berbagai produk turunan nikel, mulai dari nickel pig iron, stainless steel, carbon steel, hingga bahan baku untuk baterai kendaraan listrik.

Bandara Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) sendiri berstatus khusus dan berlokasi di dalam kawasan industri tersebut.

Menurut data Kementerian Perhubungan, bandara dengan kode IATA MWS ini dikelola oleh pihak swasta di bawah pengawasan Ditjen Perhubungan Udara. Fasilitasnya cukup mumpuni dengan landasan pacu sepanjang 1.890 meter yang mampu melayani pesawat sekelas Airbus A320.

Data Hubud mencatat, sepanjang tahun 2024 saja terdapat 534 pergerakan pesawat dengan total penumpang mencapai sekitar 51.000 orang.
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita