GELORA.CO - Gelombang kritik politik kembali memanas.
setelah Anies Baswedan menyoroti kinerja pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang baru berjalan satu tahun.
Dalam sebuah forum publik, Anies menyebut pemerintahan saat ini “semakin jauh dari prinsip meritokrasi dan keadilan sosial”.
Namun, tanggapan cepat datang dari sejumlah aktivis dan lembaga pemantau yang menilai kritik Anies cenderung “emosional dan tidak substansial”. Lalu, siapa yang benar?
Dalam forum “Dialog Kebangsaan Suara Rakyat” di Padang.
Anies menegaskan bahwa ia tidak bermaksud menyerang personal.
Tetapi menilai kebijakan pemerintah belum menyentuh persoalan dasar masyarakat.
“Urusan makan belum selesai, urusan kerja makin sulit, dan urusan masa depan anak muda masih gelap,” ujar Anies dalam pidatonya, dikutip Sindonews (2/11/2025).
Menurutnya, pemerintah terlalu sibuk membangun citra dan proyek besar.
Sementara rakyat menghadapi persoalan nyata di dapur dan lapangan kerja.
“Kalau pemerintah bilang pengangguran turun, saya tanya turun di data siapa?".
"Di lapangan, anak-anak muda masih banyak yang nganggur,” lanjut Anies dalam video yang diunggah Merdeka.com (2/11/2025).
Kritik ini menyasar langsung janji kampanye Prabowo–Gibran yang pernah menargetkan penciptaan lapangan kerja luas serta peningkatan daya beli rakyat.
Anies menyebut, banyak janji besar yang “belum terasa” di tingkat bawah.
Balasan dari Aktivis mengatakan Kritik Anies emosional, tak berbasis data.
Pernyataan Anies itu langsung direspons oleh Sandri Rumanama, Direktur Haidar Alwi Institute (HAI).
Ia menilai, kritik Anies “kurang substansi dan terlalu emosional”.
“Kritiknya tidak berbasis data, bahkan cenderung politis".
"Pemerintahan Prabowo–Gibran justru sudah mulai merealisasikan janji-janji politiknya,” kata Sandri seperti dikutip RadarJakarta.id (2/11/2025).
Sandri mengklaim, dalam setahun pertama, sekitar 20% janji politik Prabowo–Gibran sudah terealisasi.
“Program seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Swasembada Pangan, Sekolah Rakyat, dan Koperasi Merah Putih telah berjalan di beberapa daerah,” ujarnya.
Menurut HAI, capaian itu bukan hal kecil mengingat pemerintahan baru berjalan satu tahun.
Mereka juga mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) turun menjadi 4,76% per Februari 2025.
Meski angka statistik menunjukkan tren positif, masyarakat di lapangan belum sepenuhnya merasakan dampak langsung.
Beberapa pengamat menilai, penurunan angka pengangguran belum otomatis berarti peningkatan kesejahteraan.
Sementara itu, data harga pangan dari Pusat Informasi Pangan Strategis (PIPS).
menunjukkan bahwa harga beras dan telur ayam masih mengalami kenaikan 3–5% dalam dua bulan terakhir.
Kondisi ini menambah beban rumah tangga kecil isu yang sering disebut Anies dalam kritiknya.
Dalam konteks politik, kritik Anies bisa dibaca sebagai strategi mempertahankan relevansi publik setelah kontestasi Pilpres 2024.
Namun, substansi kritiknya tetap menarik untuk diuji dengan data.
Di sisi lain, reaksi cepat dari kelompok pro-pemerintah seperti HAI juga menunjukkan bahwa opini publik kini menjadi medan utama pertarungan politik.
Narasi tentang “pemerintahan bekerja” versus “pemerintahan gagal memenuhi janji” menjadi perebutan legitimasi di ruang publik.
Sejumlah analis menilai, gaya kritik Anies yang retoris memang kuat dalam membangun persepsi, namun masih perlu disertai bukti konkret agar tak mudah dimentahkan dengan angka-angka.
Kritik dan apresiasi seharusnya berjalan beriringan. Pemerintahan Prabowo–Gibran memang baru satu tahun berjalan.
Tapi ruang publik yang dinamis seperti sekarang menuntut transparansi dan kecepatan merespons kritik.
Anies Baswedan punya hak untuk menyuarakan kritik sebagai bagian dari demokrasi.
Serta lembaga seperti Haidar Alwi Institute juga berhak menguji kritik itu dengan data.
Namun, pada akhirnya, publik yang akan menilai.
Apakah kritik Anies benar-benar emosional, atau justru menjadi alarm dini bagi arah kebijakan negara.***
Sumber: pojok1
